KETIK, PALEMBANG – Salah satu pertarungan menarik yang terjadi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 berlangsung di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel). Di kabupaten berjuluk Bumi Sedulang Setudung itu, Pilkada berlangsung antara dua pasangan calon (paslon).
Para calon bupati di Pilkada Banyuasin 2024, yaitu Askolani Jasi dan Slamet Somosentono, merupakan bekas petahana yang pernah duduk bersama di kursi pemerintahan. Berakhirnya masa jabatan mereka sebagai Bupati dan Wakil Bupati Banyuasin periode 2018-2023 membuat keduanya memilih jalan masing-masing.
Sang mantan bupati Askolani Jasi memilih pasangannya sendiri yakni Netta Indian. Sedangkan Slamet Somosentono lebih tertarik berpasangan dengan generasi muda, yaitu Alfi N Rustam. Persaingan keduanya pun tampak semakin sengit seiring berjalannya waktu.
Paslon nomor 1, Askolani-Netta (Asta) mendapat dukungan dari tiga partai besar pengisi kursi parlemen Banyuasin, yaitu PDIP, Golkar, dan Hanura. Selain itu, pasangan Asta juga mendapat dukungan dari delapan partai nonparlemen, di antaranya Partai Gelora, Perindo, Garuda, PSI, Ummat, PBB, Buruh, dan PPP.
Sementara itu, paslon nomor 2, Slamet-Alfi (Selfi) mendapat dukungan dari enam partai pengisi kursi parlemen Banyuasin, yakni Gerindra, Demokrat, NasDem, PKS, PKB, dan PAN, serta 1 partai nonparlemen Partai Prima. Keenam partai itu telah menyatakan dukungan untuk pasangan Selfi di Pilkada Banyuasin.
Lantas dari kedua paslon bupati dan wakil bupati Banyuasin itu, siapa yang lebih diunggulkan?
Pengamat politik Sumsel, Bagindo Togar mengemukakan bahwa pada situasi politik yang berjalan sekarang, paslon Selfi memiliki beberapa poin yang membuat mereka lebih diunggulkan di Pilkada Banyuasin.
Salah satunya adalah kemauan Pakde Slamet, sapaan akrabnya, dalam menggandeng tokoh muda untuk menjadi pasangannya dalam memimpin Banyuasin selama lima tahun ke depan.
Menurut Bagindo, sosok Pakde Slamet dan Alfi mewakili kalangan usia para pemilih di Banyuasin. Pakde Slamet, dengan usianya yang sudah menginjak 74 tahun, menjadi representasi kaum-kaum senior yang sudah tak lagi muda.
Sedangkan Alfi mewakili golongan muda dan kaum milenial dalam dunia politik. Masih menurut Bagindo, kedua tokoh itu menjadi padanan yang pas untuk mewakili segala kelompok pemilih.
“Pakde Slamet ini cukup cerdas. Dia menggandeng orang muda untuk menjadi representasi kelompok muda dan milenial. Pakde Slamet juga mengakui keterbatasan usianya yang tidak lagi muda, makanya dia menggandeng Alfi,” kata Bagindo Togar, Jumat 4 Oktober 2024.
Pakde Slamet dan identitas pemilih
Bagindo Togar mengakui bahwa identitas politik di Kabupaten Banyuasin masih cukup kuat. Para pemilih di sana masih cenderung memandang identitas personal para calon sebelum akhirnya menentukan pilihannya.
Dalam hal ini, Pakde Slamet diunggulkan melalui identitasnya yang merupakan etnis Jawa. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu daerah pertama yang menjadi tujuan transmigrasi penduduk dari Pulau Jawa.
Dengan begitu, Bagindo menilai kehadiran Pakde Slamet di Pilkada Banyuasin dianggap mewakili suara masyarakat transmigrasi di Banyuasin yang didominasi oleh etnis Jawa.
Selain itu, sapaan akrab Pakde Slamet juga berasal dari Bahasa Jawa yang digunakan untuk panggilan kepada saudara laki-laki ataupun orang lain berjenis kelamin laki-laki yang lebih tua dari orangtua kandung.
“Di Banyuasin itu mayoritas Jawa. Pakde Slamet itu tokoh yang sangat dihormati oleh kelompok masyarakat Jawa di Banyuasin. Jadi identitasnya sangat kuat,” jelasnya.
Kemudian, identitas kelompok masyarakat lokal juga sudah terwakili oleh Alfi yang merupakan putra asli Sumsel. Keduanya lagi-lagi telah merepresentasikan dua kelompok masyarakat besar di Banyuasin, yaitu lokal dan pendatang, dalam Pesta Demokrasi 2024.
Motif kekecewaan dan dukungan
Motif Pakde Slamet berpisah dengan Askolani sudah menjadi rahasia umum bahwa hal itu dilatarbelakangi oleh rasa kecewa Pakde Slamet atas kepemimpinan Askolani periode sebelumnya.
“Di akhir periode mereka, ada rasa tidak puas dari kinerja Bupati dan itu menjadi catatan penting yang dimiliki masyarakat Banyuasin, dan Pakde Slamet tahu itu,” tambah Bagindo.
Dia menganggap Pakde Slamet merupakan ikon dari masyarakat yang menginginkan perubahan besar di Kabupaten Banyuasin. Hal ini juga tak terlepas dari dukungan enam partai politik besar yang mengusung paslon Selfi di Pilkada Banyuasin.
Beberapa hal yang dijelaskan oleh Bagindo di atas menjadi peluang besar bagi Pakde Slamet untuk mengambil hati masyarakat Banyuasin.
“Aku melihat peluang menang Pakde Slamet itu tinggi, karena basis pendukungnya banyak, dari kelompok etnis sampai kelompok yang kecewa akan kinerja bupati pun ada,” kata dia.
Peluang besar ini yang menurut Bagindo tidak bisa disia-siakan begitu saja. Meski berpeluang besar, tapi jika tidak dimanfaatkan dengan baik, maka hasilnya juga tidak maksimal.
Meski paslon Selfi dianggap lebih unggul ketimbang paslon Asta, hal ini tidak serta merta membuat paslon Asta tidak punya kesempatan untuk membalikkan keadaan.
Maka dari itu, kemenangan yang akan diraih pada saat hari pemilihan nanti kembali lagi pada kinerja tim dan bagaimana mereka bisa memanfaatkan keunggulan masing-masing.
“Hal ini kembali lagi ke masing-masing paslon. Kalau Pakde Slamet bisa memanfaatkannya, aku pikir mudah buat dia memenangkan Pilkada Banyuasin,” tutup Bagindo. (*)