KETIK, YOGYAKARTA – Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI) menggelar Pelatihan Lanjutan sebagai syarat perpanjangan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus (SBPKP) tahun 2024.
Kegiatan bertemakan Eksekusi Jaminan Perbankan dan Kepailitan itu berlangsung di Hotel Grand Zuri Malioboro Yogyakarta, Kamis, 29 Agustus 2024. Sedangkan tujuan pelatihan ini untuk meningkatkan kompetensi para kurator dan pengurus dalam menjalankan tugasnya.
Acara tersebut dibuka langsung oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham DIY Meidy Firmansyah. Meidy Firmansyah, mengatakan pelatihan ini sebagai upaya untuk memperkuat kepercayaan diri para peserta.
"Semoga pelatihan ini dapat menjadi bekal bagi kurator dan pengurus dalam menghadapi tantangan di lapangan," ujarnya.
Sebagai pemateri dalam kegiatan ini, Dekan Fakultas Hukum UII Prof Dr Budi Agus Riswandi, SH, MHum dan Ketua Umum DPP HKPI Dr Soedeson Tandra, SH, MHum.
Ketua Umum DPP HKPI Dr Soedeson Tandra, SH, MHum saat membawakan materi terkait, “Eksekusi Jaminan Perbankan dalam Kepailitan”. (Foto: Fajar Rianto/Ketik.co.id)
Dalam kesempatan ini, Budi Agus Riswandi menyampaikan materi Isu Implementasi Jaminan HKI dan Eksekusinya. Budi Agus Riswandi mengatakan kurator wajib memahami dan menguasai materi hak kekayaan intelektual (HKI) secara mendasar untuk memahami implementasi jaminan HKI.
Menurut Budi Agus Riswandi ada perbedaan mendasar antara kekayaan intelektual, hak kekayaan intelektual, dan hukum kekayaan intelektual.
Dijelaskan, kekayaan intelektual itu membicarakan tentang inovasi, kreasi, dan hasil olah pikir manusia.
Sedangkan hak kekayaan intelektual yaitu hak hukum: hak cipta, merek, paten, industri, dan sebagainya. Mengenai hukum kekayaan intelektual itu berkaitan dengan hukum perlindungan kekayaan intelektual.
"HKI masuk sebagai aset tak berwujud sebagaimana Pasal 499 KUHPerdata. Karena aset tak berwujud, dalam konteks hukum jaminan maka dapat dijadikan sebagai jaminan fidusia (dasar hukum PP 42 tahun 1999)," terangnya.
Selain itu, lanjutnya, jaminan fidusia HKI baru diatur secara eksplisit dalam UU Hak Cipta dan UU Hak Paten. Mengenai eksekusi hak cipta sebagai jaminan fidusia bilamana menjadi boedel pailit maka akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), serta kurator.
Permasalahannya adalah hak cipta tidak hanya melekat oleh pemegang hak cipta, namun ada hak melekat pada hak terkait atas hak cipta tersebut.
Apabila hak cipta tersebut dijadikan jaminan, maka hak terkait memiliki hak atas jaminan tersebut. Karena itu, menurut Budi Agus Riswandi, kurator harus mengetahui dasar-dasar HKI apabila ingin mengeksekusi jaminan HKI. Selain itu problematika lainnya adalah eksekusi jaminan personal guarantee dan corporate guarantee dalam kepailitan.
Sedangkan Soedeson Tandra membawakan materi terkait Eksekusi Jaminan Perbankan dalam Kepailitan. Pemateri yang kedua ini mengatakan kedudukan hukum personal guarantee menjadi kajian khusus oleh Hakim Niaga.
"Ada dua jaminan yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Mengenai personal guarantee dan corporate guarantee masuk ke dalam jaminan khusus," terangnya.
Menurut Soedeson Tandra, biasanya personal guarantee dan corporate guarantee diberikan kepada debitor karena adanya kesamaan ekonomi. Dalam menerima personal guarantee atau corporate guarantee syaratnya harus dibuat ke dalam akta notarial dan meminta kepada personal guarantor untuk melepaskan hak istimewanya.
Hal ini menjadi dasar hukum agar ia secara tegas bertanggung jawab secara tanggung renteng bersama Debitor atas kewajiban utang tersebut. Apabila debitor gagal bayar maka personal guarantor turut dipanggil.
Hal ini juga berlaku dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan permohonan pailit. Terhadap personal guarantee yang sudah melepaskan hak istimewanya dapat dimohonkan PKPU bersamaan dengan Debitor.
"Ini menjadi catatan penting untuk Kurator dan perbankan," ingatnya.
Lebih jauh ia paparkan, pada praktiknya personal guarantee tidak melepaskan hak istimewanya, maka ia tidak bisa dimohonkan PKPU atau pailit. Berbeda halnya apabila ia melepaskan hak istimewanya tetapi tidak dimohonkan PKPU atau pailit oleh Kreditor maka sama saja tidak dapat dieksekusi.
Direktur Perdata Ditjen AHU, Constantius Kristomo SS MH saat menutup kegiatan pelatihan lanjutan HKPI di Yogyakarta. (Foto: Fajar Rianto/Ketik.co.id)
Bila debitor dalam keadaan pailit dan terdapat personal guarantee, maka kurator memiliki peran besar di sini untuk mengeksekusi. Agar personal guarantee yang tidak melepaskan hak istimewanya, dapat ditarik sebagai pihak, maka kurator harus mengajukan gugatan lain-lain. Tujuannya untuk menarik personal guarantee untuk turut bertanggung jawab secara tanggung renteng bersama debitor.
Acara tersebut ditutup oleh Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM RI Constantius Kristomo SS MH. Iamenyoroti beberapa permasalahan dalam praktik pelaksanaan UU No. 37/2004 tentang kepailitan. Seperti rendahnya recovery rate, kurangnya kooperatif dari debitur dan kreditur, serta biaya kepailitan yang cukup tinggi. Untuk itu Constantius Kristomo menegaskan pentingnya penyesuaian dan pemutakhiran aturan hukum terkait kepailitan tersebut.
Terpisah panitia kegiatan (moderator) yang juga Ketua HKPI DIY Dr Ariyanto, SH, CN, MH, didampingi Kurator HKPI Korwil DIY Ilham Karlesta, SH, MKn menambahkan acara tersebut diikuti oleh 90 peserta dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.
Menurut kurator Indonesia masih menghadapi problematika eksekusi jaminan perbankan. Khususnya eksekusi hak kekayaan intelektual dan eksekusi jaminan personal guarantee dan corporate guarantee. Dari situlah tema pelatihan diangkat dari kebutuhan Kurator terkait implementasi problematika tersebut. Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta, Tuty Budhi Utami, SH, MH, (*)