KETIK, YOGYAKARTA – Kantor Kejaksaan Negeri Sleman kembali digeruduk massa. Puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI) ini meminta kejelasan proses penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pariwisata Sleman tahun 2020 pada Selasa, 19 November 2024.
Untuk diketahui, perkara yang ditangani jajaran Pidsus Kejari Sleman tersebut telah memasuki tahap penyidikan sejak bulan April 2023 lalu.
Koordinator aksi Dani Eko Wiyono mendesak Kejari Sleman segera menetapkan tersangka dugaan korupsi dana hibah pariwisata. Ia juga mengingatkan kejaksaan tidak mengambinghitamkan atau mengorbankan siapapun, termasuk dinas tertentu agar pelaku aslinya tidak terbongkar.
Blokir Pintu Masuk
Dalam aksinya, massa ARPI memblokir pintu masuk Kantor Kejari Sleman dengan menggunakan mobil komando. Serta membentangkan sejumlah spanduk
Spanduk-spanduk tersebut di antaranya "Tetapkan Tersangka dan Segera", "Kejari Jangan Jadi Pengecut", "Kami Minta Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Dana Hibah Pariwisata", "Kejari Sleman Pengecut Leda-Lede dan Ojo Leda - Lede" dan "Kejari Ojo Lamis, Faktanya?".
Usai orasi di halaman tempat parkir Kejari Sleman, massa kemudian bergerak ke depan lobby untuk melanjutkan aksinya dengan harapan akan ditemui Kajari.
Selain ingin bertemu Kajari Sleman, massa meminta dan menuntut nama-nama tersangka korupsi dana hibah pariwisata ini segera diungkapkan ke publik. Mereka juga menyatakan apabila nama-nama tersebut tidak segera disampaikan, mereka akan menginap di depan Kantor Kejari Sleman.
"Hukum itu sebenarnya sudah valid. Namun proses penegakan hukum yang seringkali tidak benar. Kami akan membawa massa lebih banyak, apabila nama-nama tersangka tidak segera diumumkan, serta akan menginap di sini untuk menegakkan keadilan," seru salah satu orator.
Sedangkan Dani menambahkan, seorang pimpinan seharusnya berani melaksanakan tugas kewajibannya. Ia menekankan, rakyat Sleman bersama ARPI menuntut dan meminta nama para tersangka segera diumumkan.
Dani mengaku telah melihat sendiri tanda terima otentik dari BPKP. Dengan begitu, Kajari Sleman sudah tahu hasil audit terbaru dari BPKP ini.
"Kajari Sleman pengecut. Tidak berani menemui kami, hanya berani hadir dalam rapat. Lebih dari 280 orang saksi telah diperiksa tetapi tidak pernah ada hasil. Sementara hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang terbaru dari BPKP DIY Rabu 13 November 2024 telah diserahkan kepada Kajari Sleman," ungkap Dani kesal.
Menurutnya, hal tersebut perlu dipertanyakan. Masih menunggu dan berdalih apalagi untuk menetapkan nama para tersangka dalam perkara ini.
Orator lainnya Ferdynata Kusuma menyampaikan, dana hibah tersebut merupakan upaya pemerintah menjaga keberlangsungan ekonomi sektor pariwisata saat bencana Covid-19. Namun ternyata dikorupsi untuk kepentingan tertentu.
"Kami minta bapak Kajari Sleman tidak berlarut-larut dalam menangani perkara ini. Jika tidak segera memenuhi tuntutan kami, kami akan berkemah di sini," ujarnya.
Dalam orasinya, Ferdy berharap Kajari Sleman Bambang Yunianto berani keluar menemui para pendemo dan menyampaikan keterangan apa adanya.
"Sampai saat ini Kajari belum pernah berani menemui kami. Jika seseorang tidak ada kepentingan atau punya masalah seharusnya berani menemui, begitupula sebaliknya," ucap Ferdynata Kusuma.
Ia mengaku kecewa dengan sikap Kajari Sleman yang selama terkesan menghindar. Suasana memanas tersebut kemudian ditenangkan oleh Kasi Intel Kejari Sleman Murti Ari Wibowo.
Usai mengaku dapat tugas dari Kajari Sleman dan menyapa para pendemo. Wibowo mengatakan pihaknya memberikan waktu bagi peserta demo untuk audiensi.
"Monggo dari peserta aksi, perwakilan cukup dua orang. Silahkan masuk untuk ketemu Pak Kasi Pidsus, dari kami cukup sekian," ujarnya.
Namun hal ini ditentang para pendemo. Mereka tidak mau melakukan audiensi dengan perwakilan dua orang. Serta meminta penyampaian dari Kasi Pidsus dilakukan di depan umum.
Koordinator Aksi Dani Eko Siyono menyampaikan aspirasinya pada baliho bergambar Kajari Sleman.(Foto: Aziz/Ketik.co.id)
Kasus Luar Biasa
Akhirnya, Kasi Pidsus Kejari Sleman Indra Aprio Handry Saragih beranjak keluar dan menyampaikan keterangan kepada peserta aksi. Ia mengatakan bahwa kasus luar biasa tersebut, sehingga penyidik tidak asal menyidik dan menetapkan tersangka.
"Nanti jika memang sudah ada hasilnya secepatnya akan diekspose. Saat ini kami belum bisa menyebutkan nama-nama tersangka. Semuanya nanti akan saya sampaikan ketika kami rilis. Kalau hasil perhitungan dari BPKP memang sudah ada, kurang lebih rinciannya sudah ada. Namun belum bisa disampaikan," ucapnya ringkas.
Kasi Pidsus Kejari Sleman Indra Aprio Handry Saragih (tengah, baju batik) memberikan pernyataan pada peserta aksi dari ARPI.(Foto: Aziz/ Ketik.co.id)
Tindak Punya Nyali
Pernyataan tersebut kembali ditanggapi Dani Eko Wiyono. Ia mempertanyakan alasan Kajari Sleman tidak pernah mau menemui pendemo.
"Kalau memang benar dan tidak ada masalah pasti berani keluar. Kalau begini seolah-olah ada apa disini?. Kami mendukung, kami siap membantu dalam menyelesaikan kasus ini. Kami sebagai masyarakat Sleman ada di belakang Kajari Sleman. Inilah salah satu bentuk dukungan kami pada Kajari Sleman," jelasnya.
Dani juga mengingatkan, kalau proses penyidikannya berlarut-larut akan menimbulkan masalah. Selain itu penanganan kasus yang terkesan lambat justru dapat merusak kredibilitas Kejari Sleman.
"Saya tidak tahu kemana Kajari, wajar kalau kami menduga ia mempunyai kepentingan. Kalau tidak ada masalah seharusnya tidak takut untuk menemui kami. Padahal bisa jadi lebih dari Rp 10 miliar yang dikorupsi," lanjut Dani.
"Maka kami berharap segera tetapkan siapa tersangkanya. Jangan terkesan tidak punya nyali. Kami tunggu kabar baiknya dari Kajari Sleman, tidak perlu tunggu Pilkada selesai," pintanya.
Dani juga mempertanyakan alasan Kajari Sleman ini selalu menghindar. Padahal pihaknya sudah berkali-kali meminta kalau memang ada keterlibatan bupati periode sebelumnya, harusnya disebutkan.
"Terbuka saja, kawan-kawan Kejaksaan ini berani menemui kita, sementara Kajari tidak berani. Ini seperti kebiasaan pejabat. Pimpinan dapat fee-nya anggota yang di suruh kerja. Ini saya tidak menuduh Kajari. Namun sudah jadi rahasia umum kebiasaanya seperti itu, terbuka saja kami akan mendukung," sindirnya.
Dalam aksi demo ini, Dani juga menyebut mengenai SOP yang diterapkan. Pasalnya, pada saat mereka bermaksud menemui Kajari, syaratnya tidak boleh membawa ponsel.
Usai menyampaikan aspirasi di Kejari Sleman, massa kemudian bergeser menuju DPRD Kabupaten Sleman untuk melakukan audiensi.(*)