KETIK, JAKARTA – Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menerima pelimpahan tahap 2 atas tiga tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dana santunan Boeing yang dilakukan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“Bahwa pada hari Rabu, tanggal 26 Oktober 2022 sekitar pukul 17.00, bertempat di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Jalan Tanjung Nomor 1, dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti [tahap 2] perkara penggelapan atau penggelapan dalam kabatan yayasan ACT,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Rabu (26/10) malam.
Diketahui, ketiga tersangka tersebut adalah Presiden ACT Ibnu Khajar, mantan Presiden ACT Ahyudin, dan anggota dewan pembina Yayasan ACT Hariyana Hermain.
Meskipun sudah dilimpahkan ke Kejari Jaksel, tetapi ketiganya masih akan ditahan di rutan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri selama 20 hari.
“Bahwa tiga tersangka tersebut ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri selama 20 hari terhitung mulai tanggal 26 Oktober 2022 hingga 14 November 2022,” ucap Ketut.
Sekadar informasi, kasus dugaan penggelapan santunan ini berawal dari adanya kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada tanggal 18 Oktober 2018. Diketahui, pesawat yang mengalami kecelakaan adalah pesawat keluaran Boeing.
Dengan adanya kecelakaan tersebut, sesuai dengan hukum yang ada pihak dari perusahaan Boeing memberikan dana Boeing Community Invesment Fund (BCIF) kepada para ahli waris korban kecelakaan.
Dana BCIF sendiri diberikan kepada ahli waris korban kecelakan pesawat tersebut. Namun, pihak Boeing menginginkan pihak dari ahli waris menunjuk lembaga atau yayasan sosial yang bertaraf internasional.
Lalu, sebanyak 69 ahli waris mempercayakan ACT sebagai lembaga yang mengurus dana BCIF senilai US$114.500 atau setara Rp2,06 miliar untuk satu ahli waris.
Namun, setelah diterima oleh ACT, uang tersebut tidak langsung disalurkan, tetapi terdapat kesepakatan dengan pihak ahli waris untuk menyalurkan uang tersebut untuk pembangunan sarana pendidikan dan kesehatan.
“Akan tetapi dalam pelaksanaannya penyaluran dana BCIF tersebut, para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana, maupun pelaksanaan proyek pembangunan fasilitas pendidikan, dan kesehatan tersebut,” papar Ketut.
Kemudian, diketahui dalam kesepakatan antara ahli waris dan ACT tentang dana BCIF, tidak diketahui oleh Boeing. Tidak sampai situ saja, terdapat dugaan bahwa Ibnu Khajar, Ahyudin, dan Heriyana Hermain menggunakan dana BCIF tersebut untuk kepentingan internal perusahaan sebesar Rp117 miliar.
"Dan diduga pengurus Yayasan ACT melakukan penggelapan dana tersebut dengan menggunakan dana BCIF tersebut untuk kepentingan pribadi, pembayaran gaji pegawai, dan pemberian fasilitas pribadi, serta operasional, juga kegiatan yayasan tanpa sepengetahuan pihak Boeing, dan ahli waris,” tutur Ketut.
Atas perbuatannya ini, para tersangka dijerat dengan sangkaan Pasal 372 KUH Pidana, dan atasu Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)