Kisah Dua Tokoh Utusan Demak, Penyebar Agama Islam di Pacitan

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: Mustopa

3 Desember 2023 10:38 3 Des 2023 10:38

Thumbnail Kisah Dua Tokoh Utusan Demak, Penyebar Agama Islam di Pacitan Watermark Ketik
Tampak Luar Makam Ki Ageng Petung. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Kabupaten Pacitan, Jawa Timur memiliki banyak kisah sejarah yang menarik untuk disimak. Salah satunya adalah kisah kesaktian Ki Ageng Petung dan Ki Ageng Posong, dua tokoh penyebar agama Islam di wilayah tersebut.

Ki Ageng Petung, yang bernama asli Sunan Siti Geseng, merupakan utusan Kerajaan Demak Bintoro. Ia diutus untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Wengker Selatan, yang saat ini merupakan bagian dari Kabupaten Pacitan.

Dia dikenal sebagai sosok sakti mandraguna. Ia memiliki berbagai macam ilmu kesaktian, yang belum diketahui banyak orang.

Sedangkan, Ki Ageng Posong juga merupakan seorang tokoh penyebar agama Islam di Pacitan. Ia berasal dari Demak dan berguru kepada Bathara Katong, Adipati Ponorogo.

Salah satu kisah kesaktian Ki Ageng Petung da Ki Ageng Posong yang terkenal adalah kisahnya saat mereka berebut siapa yang lebih dulu datang ke Wengker Selatan. 

Menurut cerita, Ki Ageng Petung dan Ki Ageng Posong sama-sama tiba di Wengker Selatan pada waktu yang bersamaan. Keduanya sama-sama mengaku sebagai orang yang lebih dulu datang.

Guna membuktikan siapa yang lebih dulu datang, Ki Ageng Petung menunjukkan sebuah bambu kuning yang ditancapkan. Ia menyebut bambu tersebut sudah berusia 10 tahun.

"Saya akan buktikan dengan ini, bambu yang sudah saya tancapkan selama 10 tahun sekarang sebesar paha," ucap Juru Kunci Makam Ki Ageng Petung, Tohari (72) menirukan jawaban Ki Ageng Petung seperti dalam buku, Minggu, (3/12/2023).

Foto Potret Makam Ki Ageng Petung di Serayu, Desa Kembang, Kecamatan Pacitan,. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)Potret Makam Ki Ageng Petung di Serayu, Desa Kembang, Kecamatan Pacitan,. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

Sementara itu, Ki Ageng Posong tertegun, ia berucap dalam hati bahwa dirinya bakal kalah, ternyata lebih dulu Ki Ageng Petung yang datang di Wengker Kidul.

Ki Ageng posong pun mengelak. Pun ia menunjukkan pohon kelapa yang dia tanam sudah setinggi atap rumah, dirinya mengklaim miliknya ini lebih tua, karena berusia 15 tahun.

"Bagaimana Ki Ageng, bambu anda baru berusia 10 tahun. Kelapa saya ini usianya lebih dari 15 tahun," ujar Tohari menirukan Ki Ampoy Boyo sambil mengejek.

Merasa curiga, Ki Ageng Petung akhirnya menghadap seorang penyiar Islam, Syekh Maulana Maghribi. Ia diminta untuk memberikan kesaksian kepada Ki Ageng Posong. 

Setelah dilihat, secara fisik, kelapa Ki Ampok Boyo memang tampak lebih tua ketimbang bambu yang ditancapkan Ki Ageng Petung. 

Namun, siapa sangka, saat kelapa tersebut ditarik daunnya oleh Ki Ageng Petung bisa roboh dengan mudah. "Seharusnya jika berumur 15 tahun akan kokoh," lanjut ceritanya.

"Ternyata, usut punya usut kelapa tersebut ketahuan baru saja dipindah dari Ponorogo oleh Ki Ageng Posong. Akibat ulahnya itu, ia yang dulunya di panggil Ampok Boyo, paska itu diberi julukan jadi Ki Ageng Posong," papar Tohari. 

Sejatinya, kedua tokoh tersebut sama-sama utusan Kerajaan Demak Bintoro yang diberikan tugas untuk berdakwah Islam di Wengker Selatan sebelum berubah nama menjadi Pacitan. 

"Selepas tragedi itu, keduanya bersepakat untuk mengajak Ki Buwono Keling yang terkenal sakti untuk memeluk Islam," ceritanya.

"Konon, Ki Buwono Keling bukan lawan yang mudah ditaklukkan begitu saja. Nyawanya seolah rangkap. Dalam ilmu Jawa kuno sosok sakti itu memiliki ajian pancasona. Meski tubuhnya dicincang masih dapat utuh kembali," sambungnya. 

Foto Bedeng Makam Ki Ageng Petung. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)Bedeng Makam Ki Ageng Petung. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

Mengetahui hal tersebut, lanjut Tohari, Ki Ageng Petung dan Ki Ageng Posong menemui Syekh Maulana Maghribi untuk meminta saran demi mengalahkan Ki Buwono Keling.

Setelah keduanya meminjam keris pusaka milik Syekh Maulana Maghribi, lalu kembali bertempur. Ternyata berhasil mengakhiri hidup Ki Buwono Keling. 

"Kepalanya dibuang di sebelah utara sungai, tubuhnya di sebelah selatan. Tamatlah riwayat Ki Buwono Keling. Cerita-cerita yang beredar belum tentu sama dengan kejadian aslinya. Ini sesuai catatan yang saya pegang sampai sekarang. Cetakan tahun 1932 masih menggunakan aksara jawa, kemudian dirubah di Surabaya oleh seseorang tahun 1977 ejaannya pun belum EYD," jelas Ahmad Tohari.

Selain itu, kata dia, agar bisa membuktikan keturunan Ki Ageng Petung masih ada atau tidak, menurut para sesepuh bisa dilihat dari peninggalannya berupa pusaka.

"Istri saya masih menyimpan tombak konang dan keris gubeng peninggalan Ki Ageng Petung. Menurut sesepuh, memang asli," katanya sambil menunjukkan rangkuman silsilah nasab. 

Hingga sampai sekarang, pusara makam Ki Ageng Petung masih bisa kita jumpai di Serayu, Desa Kembang, Kecamatan Pacitan, sekitar dua kilometer dari Alun-alun. (*)

Tombol Google News

Tags:

Ki Ageng Petung Ki Ageng Posong Penyebar Islam di Pacitan