KETIK, JEMBER – Batik yang merupakan warisan budaya tak benda Nusantara terus berevolusi. Terutama motif batik yang sering dinilai kuno.
Kini mulai bermunculan pengrajin batik yang memodifikasi corak dan pola agar lebih diterima oleh generasi-generasi muda. Bahkan ada yang mengangkat ikon daerahnya masing-masing.
Seperti halnya pengrajin batik asli Jember, Sekar Waru Batik yang memiliki slogan ‘Dari Desa untuk Indonesia’. Lokasi rumah produksi ini cukup terpencil, tepatnya di Dusun Sumber Pinang, Desa Tegalwaru, Kecamatan Mayang, Kabupaten Jember.
Perjalanan Ketik.co.id mengunjungi rumah produksi membutuhkan waktu tempuh sekitar 35 menit dari pusat kota.
Siang itu sejumlah pengrajin batik tengah sibuk dengan bentangan kain. Dari proses awal membuat pola di atas kain, mencanting, pewarnaan, melapisi kain dengan pengunci warna, pencucian, perebusan sampai pengeringan kain batik.
Dengan cekatan pengrajin batik menyulap kain katun putih menjadi berkelir sulur-sulur dan daun. Berupa-rupa warna dan corak senjata khas Kerajaan Sadeng.
“Sengaja memang saya angkat motif Jember banget. Diangkat dari cerita Kerajaan Majapahit yang ada di Sadeng, Puger. Sementara pendukung lainnya diangkat dari hasil bumi Jember seperti kopi, kakao, tembakau. Ada juga Pantai Papuma dan tower Pasar Tanjung,” kata Vivin Rofiqoh, perempuan di balik Sekar Waru Batik.
Vivin Rofiqoh owner Sekar Waru Batik (Foto: Dokumentasi Vivin for Ketik.co.id)
Griya batik ini mulai diberdirikan sejak tahun 2018. Dulunya hanya mempekerjakan 3 orang. Seiring dengan bertambahnya permintaan, sekarang jumlah pekerja menjadi 20 orang.
Perempuan yang akrab disapa Ivy itu, mengatakan jika dalam sehari bisa mengerjakan 10-25 potong kain batik berukuran 1,15 x 2 meter. Sesuai tingkat kesulitan pewarnaan kain.
Per helai kain batik dibanderol mulai dari harga Rp 175-700 ribu. Tergantung dari kerumitan motif, atau menyesuaikan dengan permintaan pembeli.
“Biasanya ada yang pesan pakai motif mereka sendiri untuk seragam instansi atau komunitas. Banyak yang custom minta tambahan logo atau gambar, bahkan juga ada yang minta motif terbaru kami jadi eksklusif atau tidak produksi banyak. Itu bisa disesuaikan harganya nanti,” urainya.
Sekar Waru Batik sangat diminati. Terutama di kalangan instansi pemerintahan atau pemilihan putra-putri daerah seperti Gus Ning Jember.
Meskipun berada di pelosok desa tidak menyurutkan tekadnya berkreasi sembari melestarikan budaya. Bahkan Ivy tidak akan memindahkan rumah produksi di desa aslinya. Sepadan dengan slogan Sekar Waru Batik.
“Tempat produksi tetap berada di Desa, karena kami ingin tetap mempertahankan ciri khas Sekarwaru Batik ini dari Desa untuk Indonesia,” tutupnya.(*)