Perbandingan Program Dasawisma WarSa Vs Program RT RW MuRah, Pengamat: Paslon 02 Tak Relevan

Jurnalis: Karimatul Maslahah
Editor: Muhammad Faizin

23 November 2024 20:30 23 Nov 2024 20:30

Thumbnail Perbandingan Program Dasawisma WarSa Vs Program RT RW MuRah, Pengamat: Paslon 02 Tak Relevan Watermark Ketik
Paslon Pilbup Jombang 01 dan 02 saat debat terakhir.

KETIK, JOMBANG – Program Dasawisma yang diusung oleh pasangan calon (Paslon) nomor urut 2, Warsubi Salman (WarSa) di pemilihan kepala daerah (pilkada) Jombang, dianggap tak lagi relevan di era yang modern.

Mengingat saat ini, masyarakat di wilayah Jombang khususnya sudah memasuki era post modern, dan program Dasawisma itu merupakan program jadul di era orde baru (orba).

Sosiolog sekaligus akademisi Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Mukari mengatakan jika mengingat program Dasawisma dari WarSa, ia mengingat masa kecilnya dahulu.

Hal ini dikarenakan, dahulu orang tuanya adalah seorang perangkat desa, dan program itu ia kenal saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).

"Saat ditanya soal Dasawisma, saya ingat waktu itu saya masih SD ya, dan kebetulan bapak ini kan termasuk perangkat desa dan ibu itu dulu juga aktivis PKK ya, jadi ingat masa kecil saya dulu mas," kata Mukari, Sabtu, 23 November 2024.

Lebih lanjut ia mengatakan karena program Dasawisma itu merupakan program yang lama maka perlu dilakukan kajian terhadap program itu secara mendalam.

"Program itu kan harus dikaji, disesuaikan dengan situasi ya. Artinya apakah program lama ini masih relevan dengan kondisi masyarakat kita yang kalau secara akademis bisa disebut masyarakat kita ini masyarakat yang post truth, masyarakat pasca kebenaran ya," ujarnya.

Ia pun menjelaskan bahwa kondisi ini menggambarkan dimana masyarakat kita dalam kondisi cenderung pragmatis dan nilai kearifan lokal semakin menipis.

"Sehingga kalau program Dasawisma itu diterapkan pada tahun 70 an, dimana masyarakat masih dalam kondisi memegang teguh nilai-nilai kebersamaan, maka itu (program Dasawisma) masih bisa diterapkan dengan mudah ya," tuturnya.

Dan kalau semisalnya program tersebut diterapkan hari ini, dengan kondisi masyarakat yang seperti ini, yang zamannya sudah berubah total.

"Apalagi pasca pandemi (covid-19) itu, dimana tatanan kehidupan sudah begitu berubah, pola-pola semacam ini menjadi agak susah untuk diterapkan," katanya.

Ia pun mengambil contoh, seperti kegiatan kerja bakti yang dulu dilakukan, masyarakat apakah saat ini masih dapat dilihat dan dilakukan di lingkungan masyarakat sekitar.

Ia pun menyebut bahwa kerja bakti saat ini menjadi hal yang prakmatis, karena kerja bakti sudah menjadi kegiatan yang bersifat materi.

"Kita ambil contoh misal kerja bakti, apakah masyarakat kita saat ini mau untuk kerja bakti, gotong royong, membersikan selokan-selokan, itu kan susah sekarang. Kenapa karena masyarakat sudah tau, bahwa semua kebutuhan itu bisa dianggarkan oleh negara," ujarnya.

"Bahwa ada anggaran yang sudah diperuntukkan untuk kegiatan itu. Orang kemudian berfikir hari ini, kerja bakti hari menjadi sebuah sesuatu yang dikapitalisasi, dengan materi," tuturnya.

Ia pun menyebut bahwa cabup nomor urut 2, pernah menjadi kepala desa (kades), dan selama menjabat apakah pihaknya pernah membuat kelompok-kelompok seperti PKK dijadikan model penerapan Dasawisma.

"Sehingga dia (Warsubi) bisa menggagas program itu (dasawisma), bagus dan bisa dilaksanakan, kalau bagus iya memang bagus, tapi hal itu tidak mudah dilakukan dan harus dilakukan kajian ditengah masyarakat kita yang hari ini pragmatis, karena hari ini semuanya kan harus dinilai dengan materi," katanya.

Ia pun mengaku bahwa saat ini dunia sedang mengalami perkembangan dimana kondisi masyarakatnya sekarang masuk pada era post truth.

"Iya sekarang kan masyarakat sudah modern, masnya post modern bahkan sebagian negara sudah memasuki masa post truth, dimana pasca kebenaran akan selalu dipertanyakan, pada perubahan-perubahan yang terjadi," ujarnya.

Sementara itu, Minardi, mantan wakil ketua DPRD Jombang periode 2014-2019, dari Partai Demokrat mengatakan bahwa program anggaran 1 juta per tahun untuk Dasawisma merupakan program pemerintah yang lama.

Dan bila diterapkan maka perlu dilakukan penyesuaian dengan legislatif di gedung DPRD Jombang. Karena masing-masing paslon memiliki koalisi partai pengusung yang nantinya membawa program ini ke gedung wakil rakyat.

"Dalam parlemen itu kan partai koalisi menjagokan siapa atau siapa, nah itu kan ada peran pentingnya DPRD dengan pemerintah itu mengatur situasi, mengelola sirkulasi di anggaran APBD Kabupaten," tuturnya.

Ia pun mengaku bahwa sebenarnya program Dasawisma itu sudah ada pagu anggarannya, karena sudah menjadi program pemerintah dan didanai pemerintah melalui APBN maupun APBD.

"Seperti contoh program untuk RT RW, itu kan sudah ada cantolannya, dasar aturannya sudah ada. Dan dasawisma ini saya kurang memahami secara detail anggarannya," katanya.

Ia pun menyebut bahwa bila dalam kontestasi pilkada seperti saat ini, pasangan petahana itu lebih memahami anggaran yang ada di APBD, sehingga bila membuat program pasti realistis.

Hal ini berbeda dengan paslon penantang atau pendatang baru, karena biasanya pasangan ini hanya sebatas membuat angan-angan saja berdasarkan analisa mereka.

"Program pasangan petahana biasanya lebih realistis daripada pendatang baru, karena apa, karena pasangan petahana sudah tau, porsi-porsi anggarannya, kalau yang baru itu hanya menganalisa saja, dan itu dipertanyakan pada partai pendukungnya," ujarnya.

"Justru hal itu nanti akan menjadi perdebatan para partai pendukungnya saat di parlemen, dan biasanya mereka akan mulai menghitung programnya itu ada apa saja sih, yang regulasinya sudah ada dan tidak menabrak aturan," tuturnya.

Ia pun mengaku bahwa sebenarnya program Dasawisma itu sudah ada karena itu merupakan program lama di era orde baru (orba).

"Dasawisma itu sebenarnya sudah ada, cuman selama ini tidak dipublikasikan, nah mungkin sekarang ini mulai dipublikasikan sama dia (WarSa), sebagai bentuk program padahal itu sudah ada," katanya.

Sementara itu, Kades Kepatihan, Erwin Pribadi mengaku bahwa program Dasawisma memang program yang sudah ada di desa maupun kelurahan.

"Itu sudah lama mas, dan sebelum saya menjabat sudah ada mas. Dan Dasawisma itu sebenarnya kepanjangan tangan dari PKK mas, 10 program pokok PKK itu, kemudian di implementasikan ke Dasawisma," ujarnya.

Pihaknya pun menegaskan bahwa selama ini, tugas dan fungsi Dasawisma sudah diimplementasikan oleh PKK, maupun kader Posyandu, baik posyandu lansia maupun remaja.

"Ya karena 10 tugas pokok PKK, diantaranya juga. Dan sekarang lebih di split lagi, kayak jumantik, posyandu, dan esensinya dasawisma itu pekerjaannya ya seperti itu," tuturnya.

"Artinya memang sudah ada dasawisma, tapi berjalannya saya kurang yakin, karena program itu sudah diambil alih desa dan penyebarannya ikut PKK," katanya.

Ia pun menyebut selama ini, dasawisma anggarannya ikut di dalam PKK. "Nah kalau organisasi itu Desa itu ranting, kalau dasawisma itu sub ranting mas," ujarnya.

Ia pun menjelaskan bahwa selama ini dasawisma itu masuk dalam kelompok posyandu. "Ya artinya gak perpespektif, karena mereka ini bayang-bayang, karena biasanya orang dasawisma itu ya orang posyandu," tuturnya.

Lebih lanjut ia mengatakan memang dahulu program Dasawisma cukup efektif, karena jarang ada kegiatan.

"Memang program itu dulu efektif ya, tapi banyaknya kegiatan membuat jambor (tumpang tindih), dasawisma dengan PSI dan banyak lagi lainnya, termasuk posyandu lansia, posyandu remaja juga masuk di wilayahnya dasawisma," kata Erwin.

Saat ditanya bagaimana pendanaan dasawisma di Desanya, ia mengaku pembiayaan anggaran dasawisma inklut di anggaran PKK. "Itu anggarannya ikut di APBDes, anggarannya ikut di PKK," ujarnya. (*) 

Tombol Google News

Tags:

Jombang Pilbup Mundjidah sumrambah pilkada