KETIK, BATU – Dinas Kesehatan Kota Batu menggelar Pertemuan Lintas Sektor penanggulangan Kesehatan Jiwa, Kamis 10 Oktober 2024.
Pertemuan tersebut menghadirkan Guru, SD, SMP, SMA dan SMK serta beberapa Organisasi Perangkat Daerah Kota Batu.
Kabid Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penanganan Bencana Dinkes Kota Batu dr Susana Indahwati menjelaskan, banyak permasalahan yang menyangkut gangguan kesehatan jiwa. Terutama dalam penanganannya seperti depresi, bipolar, dimensia dan skizofrenia, yang secara singkat biasa disebut dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
"Pertemuan ini untuk meningkatkan kerja sama lintas sektor dalam penanganan Kesehatan jiwa. Juga Meningkatkan peran serta dan fungsi lintas sektor dalam bentuk Tim Pelaksanaan Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM). Serta, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya Kesehatan mental," katanya.
dr Susana menyebutkan kasus orang dengan gangguan jiwa di Kota Batu sampai pada Agustus ada 432 kasus. Yang terdiri dari skizofrenia 368 kasus, psikotik akut 6 kasus, cemas dan depresi sebanyak 58 kasus.
Sementara, capaian Pelayanan Kesehatan ODGJ Berat di 2023 melebihi target yaitu 371 dengan capaian menyentuh 405. Sedangkan di Triwulan 1 2024 telah tercapai 252 dari target 405.
"Stigma terhadap ODGJ baik keluarga, masyarakat maupun tenaga kesehatan merupakan salah satu hambatan bagi kesembuhan ODGJ. Stigma ini dapat menjadi kendala utama upaya penatalaksanaan rehabilitasi dan peningkatan kemampuan bersosialisasi serta kemandirian pasien," jelasnya.
Menurutnya, ODGJ atau orang dengan gangguan jiwa akan mampu stabil dengan penanganan yang berkelanjutan dan keterlibatan seluruh lintas program dan lintas sektor serta stakeholder lainnya untuk pemberian pelayanan kesehatan jiwa baik promotif, preventif, rehabilitatif, dan kuratif.
Salah satu strategi untuk menurunkan stigma masalah kesehatan jiwa di masyarakat adalah melalui kegiatan bersifat gotong royong, kekeluargaan, kebersamaan seluruh stakeholder yang melibatkan peran keluarga dan masyarakat.
"Kegiatan yang representatif untuk mencapai tujuan tersebut adalah pertemuan lintas sektor program Kesehatan Jiwa yang dilakukan setiap tahunnya," urai dr Susana.
Lebih lanjut, dr Susana menyampaikan, stigma negatif terhadap ODGJ seringkali menyebabkan mereka enggan mencari bantuan medis dan mengisolasi diri. Selain itu, beberapa tenaga kesehatan juga memiliki stigma terhadap ODGJ, sehingga kurang memberikan pelayanan yang optimal.
Kemudian, jumlah rumah sakit dengan kemampuan rawat inap kasus jiwa masih terbatas. Sehingga, tidak semua tenaga kesehatan memiliki kompetensi yang memadai dalam pengelolaan ODGJ Berat.
"Sebagai tindak lanjut, kami melakukan kampanye sosialisasi secara masif untuk mengubah persepsi masyarakat dan petugas tentang ODGJ. Kami juga menyusun standar pelayanan (SOP) yang jelas dan terintegrasi untuk semua pihak yang terlibat seperti Kader jiwa, puskesmas, dinas kesehatan, dinas sosial, rumah sakit," jelasnya.(*)