KETIK, SURABAYA – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus mengembangkan kolaborasi untuk menciptakan inovasi teknologi pada bidang kesehatan.
Kali ini, ITS menggandeng Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) dalam pengembangan terobosan aplikasi SahabatCAPD, sebuah solusi cerdas untuk memudahkan dokter dalam melakukan pemantauan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD).
Ketua tim peneliti, Dini Adni Navastara SKom MSc menjelaskan, inovasi ini berawal dari gagasan kreatif mahasiswa ITS yang berpartisipasi dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2021 lalu.
Sebagai dosen pembimbing dalam tim, perempuan yang kerap disapa Dini ini melihat potensi besar dalam ide tersebut untuk meningkatkan sistem pemantauan dan pengelolaan kondisi pasien gagal ginjal kronis.
“Namun, anggota tim mahasiswa tersebut saat ini telah menyelesaikan studinya di ITS,” ungkapnya.
Tak ingin mengakhiri pengembangan inovasinya, dosen Departemen Teknik Informatika ITS tersebut memutuskan untuk melanjutkan penelitian dalam pengembangan dan penyempurnaan aplikasi, termasuk dengan menerapkan teknologi deep learning di dalamnya.
Pemilihan teknologi ini didasarkan dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan keberhasilan deep learning dalam mendiagnosis kondisi medis melalui citra.
“Meskipun begitu, belum ada penelitian khusus berbasis deep learning terkait CAPD untuk deteksi risiko komplikasi menggunakan effluent dialysate,” tambah Dini.
Melalui penerapan deep learning, Dini melanjutkan, aplikasi ini memiliki potensi untuk mengenali pola-pola yang rumit dan menafsirkan data cairan buangan dengan lebih akurat, sehingga memungkinkan untuk mendeteksi kemungkinan risiko komplikasi dengan lebih baik.
Selain itu, aplikasi ini juga dilengkapi dengan fitur keluhan yang lebih lengkap, sehingga dapat memberikan informasi tambahan kepada dokter untuk memudahkan dalam melakukan diagnosa perkembangan pasien secara lebih komprehensif.
Menurut Dini, penelitian lebih lanjut ini tak lepas dari keterlibatan RSUA dalam mengoptimalkan pemanfaatan data pasien yang relevan, guna meningkatkan akurasi dan efektivitas aplikasi.
Dengan kolaborasi ini, diharapkan aplikasi SahabatCAPD dapat diuji dan disesuaikan secara lebih cermat sesuai dengan kebutuhan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi CAPD di lingkungan rumah sakit tersebut.
“Selanjutnya, pendataan pasien ini akan dilakukan secara berkelanjutan untuk menyesuaikan hasil validasi data dari rumah sakit,” ungkap alumnus S2 Pusan National University, Korea Selatan tersebut.
Seluruh fitur pencatatan, pendeteksian, dan pemantauan yang telah dikembangkan dalam aplikasi serta penelitian ini bertujuan untuk mengurangi kasus komplikasi gagal ginjal kronis yang selama ini tidak terdeteksi secara dini.
Pasalnya, 16 persen risiko kematian pasien terapi CAPD disebabkan oleh komplikasi akibat kelalaian, kesalahan teknis dan kesalahan dalam pemantauan terhadap pasien.
“Penelitian ini juga menyasar evaluasi terhadap kinerja berbagai model deep learning yang telah dikembangkan sebelumnya,” imbuhnya.
Setelah semua tahapan pengembangan dan penyempurnaan sudah matang, aplikasi SahabatCAPD akan segera diluncurkan untuk penggunaan pertamanya di RSUA.
“Rencana peluncuran pertama ini menjadi langkah awal dalam menyediakan layanan yang lebih baik bagi pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi CAPD,” ungkap Kasi DPTSI ITS tersebut. (*)