Dua Profesor UB Sampaikan Gagasan Tentang Kota Paripurna dan Kehumasan

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: M. Rifat

18 Juni 2023 11:01 18 Jun 2023 11:01

Thumbnail Dua Profesor UB Sampaikan Gagasan Tentang Kota Paripurna dan Kehumasan Watermark Ketik
Prof. Surjono (kiri) dan Prof. Rachmat Kriyantono (kanan) usai memaparkan gagasan masing-masing, Minggu (18/6/2023). (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)

KETIK, MALANG – Universitas Brawijaya (UB) kukuhkan empat profesor dalam bidangnya masing-masing pada Senin (19/6/2023) besok.

Dua di antaranya ialah Prof. Dr. Ir. Surjono di bidang Ilmu Perencanaan Kota, yang menyampaikan gagasan tentang Perencanaan Kota Paripurna (PKP) dan Prof. Rachmat Kriyantono di bidang Ilmu Hubungan Masyarakat, menyampaikan Penerapan Model Excellence Plus pada Humas Pemerintah.

Prof. Surjono menyampaikan perencanaan kota dari yang bersifat teknokratis menuju menuju kota paripurna yang arif. Menurutnya, perencanaan kota harus mempertimbangkan tiga kriteria penting, yaitu ramah lingkungan, ramah manusia, dan ilahiah (spiritual).

"Selama ini kita berbasis pendekatan teknokratis, berpacu pada konsep Barat, belum paripurna. Ada tiga mantra, untuk mencapai itu saya membuat model yang meliputi empat langkah," ujarnya saat konferensi pers di Gedung Samantha Krida, UB, Minggu (18/6/2023).

Langkah pertama untuk mencapai kota paripurna ialah property reduction atau properti penghapusan kemiskinan. Sedangkan langkah kedua ialah resiliensi atau ketahanan.

Langkah ketiga ialah kota layak huni. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia, kota di Indonesia yang tergolong kayak huni ialah Yogyakarta. Sedangkan Kota Malang masih berada dalam posisi rata-rata.

"Kota Malang posisinya masih rata-rata, belum mencapai kategori kota yang paling layak huni. Tahun lalu di Jatim ada Kediri, menurut penduduknya sudah nyaman tinggal di sana. Pengukurannya sangat subjektif karena menggunakan metode persepsi," sambungnya.

Lanjut Prof. Surjono, langkah terakhir ialah kebahagiaan. Menurutnya, terdapat relevansi hubungan antara pembangunan fisik suatu wilayah dengan indeks kebahagiaan warganya.

Foto Prof. Surjono saat memaparkan gagasannya (foto: Lutfia/ketik.co.id)Prof. Surjono saat memaparkan gagasannya (foto: Lutfia/ketik.co.id)

"Sulit memang mengukurnya karena subjektif, tergantung pada karakter dan pribadi masyarakat. Indeks kebahagiaan sudah diukur di Indonesia dan kita bisa lihat relevansi pembangunan kota yang bersifat fisik dengan kebahagiaan orang," tambahnya.

Sementara itu, Prof. Rachmat Kriyantono mengungkapkan perlu adanya penguatan posisi Humas di tiap instansi. Model excellence plus menganggap Humas merupakan bagian yang memberikan pengaruh. Model excellence plus harus berimbang dengan persepsi pimpinan masing-masing instansi.

"Kuncinya untuk bisa melaksanakan dengan baik, ada dua. Pertama persepsi dari pimpinan organisasi, dan kedua adalah perlu sinkronisasi antara peraturan, termasuk dengan implementasinya," ungkap Prof. Rachmat.

Terdapat beberapa unsur yang tertuang pada model tersebut, seperti adopsi budaya, strategy continue, dan dominant koalition. Sebuah instansi boleh saja bersifat akomodasi, namun tetap harus bersikap advikasi.

"Ini terkait dengan kebijakan di lapangan nanti. Kapan Humas harus bisa akomodatif, advikatif, tergantung pada situasi di lapangan. Humas juga harus belajar pada koalisi dominan. Sehingga satu kaki di pihak manajemen, satu lagi di publik," tambahnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Pengukuhan Profesor Universitas Brawijaya Kota paripurna excellence plus