KETIK, JAKARTA – Setelah dikritisi Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra soal putusan penundaan Pemilu 2024 yang dinilai keliru, kini Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia bakal memeriksa majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan perkara tersebut.
Ketiga hakim itu, T. Oyong sebagai ketua majelis, H. Bakri dan Dominggus Silaban sebagai anggota majelis.
Juru bicara Komisi Yudisial, Miko Ginting menjelaskan KY akan melakukan pendalaman terhadap putusan yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Intinya, KY akan mendalami apakah ada dugaan pelanggaran perilaku. “Apabila ada dugaan yang kuat telah terjadi pelanggaran perilaku hakim, maka KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan,” jelas Miko Ginting dalam pernyataan tertulis.
Mengenai ihwal substansi putusan, lanjut Miko, forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan ini adalah melalui upaya hukum.
"Domain KY hanya berfokus pada aspek dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim," ujarnya.
Selain melakukan pendalaman, kata Miko, KY juga akan berkomunikasi dengan Mahkamah Agung terkait dengan putusan ini serta aspek perilaku hakim yang terkait.
Sebelumnya, PN Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Prima dan menghukum KPU harus menunda tahapan Pemilu 2024.
Putusan gugatan perdata kepada KPU itu terungkap dalam persidangan di PN Jakpus pada Kamis (2/3/2023).
"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian putusan majelis hakim yang diketuai T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban itu.
Alasan menggugat, Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal setelah diteliti dan dicermati oleh Partai Prima, dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.
Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa majelis hakim PN Jakpus keliru dalam putusan memerintahkan menunda tahapan Pemilu 2024.
Menurut Yusril, gugatan Partai Prima merupakan gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa.
"Jika gugatan Partai Prima ingin dikabulkan majelis hakim, maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai penggugat dan KPU sebagai tergugat, tidak mengikat partai-partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu," jelasnya, Kamis (2/3/2023).
Yusril mengatakan, jika majelis hakim berpendapat gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima.
"Ini sebenarnya bukan materi gugatan perbuatan melawan hukum tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan TUN," terangnya.
Seharusnya, lanjut Yusril, majelis hakim menolak gugatan Partai Prima. "Gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak bewenang mengadili perkara tersebut," pungkasnya.(*)