Putusan MK Bersifat Final, Rektor UWG: KPU Tak Usah Turuti RUU Pilkada

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Gumilang

22 Agustus 2024 10:05 22 Agt 2024 10:05

Thumbnail Putusan MK Bersifat Final, Rektor UWG: KPU Tak Usah Turuti RUU Pilkada Watermark Ketik
Rektor UWG Malang, Dr Anwar Cengkeng. (Foto: Dok UWG Malang)

KETIK, MALANG – Carut marut kebijakan pemerintah terkait anulir Putusan MK oleh DPR RI melalui pengesahan RUU Pilkada turut meresahkan kalangan akademisi. Pasalnya Putusan MK  harusnya bersifat final dan mengikat. 

Rektor sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Universitas Widyagama (UWG) Malang, Dr. Anwar Cengkeng menjelaskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak perlu menghiraukan RUU Pilkada apabila disahkan oleh DPR. 

"Harusnya KPU gak usah menuruti UU yang mau dibuat, jalankan saja putusan MK. Ketika MK membuat keputusan, itu mengikat dan berlaku. Gak perlu ditafsir lain, jadi jalankan saja perintah itu," tegas Anwar, Kamis (22/8/2024). 

Menurutnya KPU memiliki kewenangan untuk mengikuti Putusan MK sebab mereka lah yang berwenang menyeleksi berkas calon kepala daerah. Hal tersebut persis ketika KPU meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden berkat putusan MK terkait syarat batas usia. 

"Jadi harusnya KPU jalankan saja putusan MK, jangan pikirkan yang lain sebagaimana mereka memutuskan untuk menggoalkan Gibran. Itu tidak konsultasi lagi ke DPR karena tinggal jalankan," tuturnya. 

Tindakan arogansi DPR tersebut justru membuat kekuasaan yang dimiliki tidak dipandang sebagai amanah dari rakyat, namun sudah berlandaskan kepentingan kelompok. Ketika MK telah memutuskan dan dibacakan dalam sidang keputusan, maka sejak saat itulah peraturan telah berlaku. 

"Beri contoh pada rakyat, kita sudah muak melihat permainan di publik. Kita muak melihat konteks  bernegara ini. Kita sedih melihat negara kita mau dibawa ke mana. Janganlah karena ambil kekuasaan, merusak semua tatanan," ucapnya. 

Menurutnya, jika perubahan UU Pilkada dosahkan dapat merusak demokrasi dan Indonesia sebagai negara hukum. Dengan demikian DPR telah mengarahkan Indonesia menjadi pola negara kekuasaan, bukan lagi demokrasi. 

"DPR RI harusnya gak perlu menunggu desakan. Tapi kalau dia cara kerjanya seperti itu, saya menganjurkan kita ada gerakan untuk melawan tirani kekuasaan yang begitu nyata dan kasar. Kita harus melawan karena penting melawan ketidakadilan," tegasnya. 

Menurutnya Putusan MK telah memberikan ruang bagi publik untuk memperoleh opsi pilihan calon kepala daerah. 

"Kalau semua diatur oleh parpol dan kita dipaksa memilih satu orang atau pasangan calon boneka, itu merusak demokrasi. Jadi sebagai pengamat, akademisi, saya bicara kepentingan bangsa, rakyat, dan negara," tutupnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Anwar Cengkeng UWG Universitas Widyagama Malang Putusan MK KPU RUU Pilkada