Tempuh Puluhan Kilometer Jualan di Usia Senja, Mbah Sri Penjual Cenil di Malang Temukan Arti Kemerdekaan

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Gumilang

17 Agustus 2024 08:30 17 Agt 2024 08:30

Thumbnail Tempuh Puluhan Kilometer Jualan di Usia Senja, Mbah Sri Penjual Cenil di Malang Temukan Arti Kemerdekaan Watermark Ketik
Mbah Sri saat berjualan di kawasan Gerbang Veteran UB. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)

KETIK, MALANG – Mbah Sri merupakan lansia penjual cenil yang populer di kalangan Mahasiswa Univervitas Brawijaya (UB) Malang. Tepat di Kemerdekaan RI ke-79 ini usia Mbah Sri menginjak 71 tahun namun ia masih semangat menjajakan cenil dan sate-satean dengan jalan kaki. 

Menjelang sore hari, Mbah Sri dengan baju tipisnya mulai mengelilingi area UB menuju Watugong hingga Dinoyo. Kondisi kaki tak sehat dan postur tubuhnya yang bungkuk sering membuatnya harus berhenti untuk beristirahat. 

Surutnya minat masyarakat terhadap makanan tradisional membuat jualannya sering tak habis. Bahkan hingga maghrib pun Mbah Sri masih menunggu pelanggan di dekat Gebang Veteran UB. 

"Saya jualan sejak 1963 itu juga keliling. Jualan tiap sore, biasanya keliling sampai malam, jalan sampai capek. Pulangnya 21.30 tapi tidak cuma di UB, keliling aja. Tapi ya ada aja orang yang beli, mungkin karna kasihan," ujar Mbah Sri, Sabtu (17/8/2024). 

Mbah Sri tidak pernah memperhitungkan untung-rugi dari hasil penjualan setiap hari. Bahkan saat dagangannya banyak tersisa, Mbah Sri membagikannya kepada tetangga maupun kerabat terdekat. 

"Tidak bisa menghitung, tapi biasanya gak sampe habis. Masih saparuhnya, siapa yang mau ya tak suruh makan. Kalau dibuat besok gak enak jadi tiap hari bikin baru," tambahnya. 

Dengan penghasilan yang tak seberapa, Mbah Sri tetap merasa cukup dengan apa yang ia miliki. Mbah Sri biasa membeli beras 0,5 kilogram untuk digunakan makan selama tiga hari. 

Sejak suaminya meninggal, Mbah Sri harus bantung tulang mencukupi kebutuhan hidupnya. Mbah Sri sering diminta anak-anaknya untuk berhenti berjualan mengingat usianya yang sudah senja. 

Namun permintaan tersebut ditolak mentah-mentah. Mbah Sri tidak dapat menghilangkan kebiasaannya berjualan yang telah dia lakukan sejak umur 10 tahun. 

"Saya kalau tidur saja, kaki kram. Mau gerak susah, akhirnya saya jalan jualan terus. Disuruh berhenti jualan tapi saya gak mau. Gak enak kalau di luar kan kebiasaan dari dulu," ucap penggemar Anwar Zahid itu. 

Mbah Sri sempat bercerita bahwa dulu terpaksa putus sekolah saat duduk di bangku kelas 3 SD. Ia mengaku takut dirundung oleh teman-temannya. Namun kepada Ketik.co.id, Mbah Sri sempat memamerkan kemampuan membacanya. 

"Kelas 3 SD sudah gak sekolah soalnya takut. Semua anak laki-laki dan perempuan biasa bercanda mengejek, keplak-keplakan (memukul kepala), jadi saya takut. Makanya gak sekolah, tapi untung bisa baca tulis," terang Mbah Sri. 

Di momen kemerdekaan RI ini, Mbah Sri tidak mengharapkan apa-apa selain kesehatan dan kehidupan yang penuh berkah. Di tengah keterbatasan pun, Mbah Sri masih menyisihkan uang untuk diberikan kepada anak cucunya kelak. 

"Seumpama saya sakit, anak-anak kumpul nanti uangnya bisa dibawa. Setiap sholat, kan saya sudah tua kalau diambil sama Yang Maha Kuasa minta diambil dengan sebaiknya. Biar bisa ketemu sama suami di sana," kata Mbah Sri. 

Perlu diketahui bahwa Mbah Sri menjual beragam makanan tradisional, mulai dari klepon hingga cenil. Mbah Sri juga menjual sate ayam, usus, serta hati ayam dengan bumbu khas buatannya. Untuk satu porsi sate dijual dengan harga Rp 5.000-6.000. (*)

 

Tombol Google News

Tags:

Kemerdekaan RI Mbah Sri Kota Malang Penjual Cenil lansia