KETIK, SURABAYA – Besar di lingkungan pendidikan yang kental membuat Amrullah semakin mantap mengabdikan dirinya menjadi guru.
Pemuda kelahiran Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban ini merasa menjadi guru adalah tanggung jawab yang harus dia emban.
Sebab baginya, ilmu dan kemampuannya ini adalah pemberian berharga dari Tuhan yang harus dia sebarkan pada orang lain agar menjadi manusia bermanfaat bagi sekitar.
Amrullah mendirikan komunitas pengembangan diri yang telah tersebar di berbagai daerah. Ia berhasil mencetak generasi berprestasi hingga menyabet penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Juga, menjadi guru ngaji secara sukarela dengan metode khasnya.
Pendiri BSA
Banawa Sekar Academia (BSA) berdiri sejak 2018. Komunitas pengembangan diri ini ia dirikan untuk mewadahi para pemuda yang ingin mengembangkan bakat minat mereka.
Sebagai guide, Amrullah mendidik anggota BSA sesuai tujuan masing-masing. Dengan kata lain, ia memberi arahan langsung kepada para murid sesuai apa yang mereka impikan, mulai dari nol.
Contohnya ketika ada anggota yang ingin menjadi dosen, dia akan mengarahkan ke tujuan tersebut.
Setelah S1 harus melanjutkan S2, harus bisa menulis karena dosen wajib membuat jurnal dan mencari beasiswa bagi mereka kurang mampu.
"Pola pendidikan saya itu sepenuhnya nggak sama seperti konvensional. Saya memastikan dulu kamu cita-citanya jadi apa, itu yang saya arahkan," sebutnya pada Ketik.co.id, Kamis, 21 November 2024.
Alumnus Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Al-Ishlah Tuban ini juga mendorong seluruh anggotanya untuk gencar meningkatkan kemampuan literasi.
Dia tak segan-segan menyuruh anggotanya untuk rajin membaca dan menulis. Ia menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya literasi pada mereka.
Sebab dari membaca, cakrawala ilmu mereka lebih luas, menambah pengetahuan dan bisa meningkatkan prestasi.
"Mereka itu rata-rata prestasinya minimal terbaik prodi ketika wisuda. Awalnya nggak biasa baca, nggak bisa bicara depan umum, nggak bisa menulis benar, ketika ikut kami dan kuat di sistem itu ada perubahan," beber Amrullah.
Amrullah menerima penghargaan sebagai Pemuda Utama Bidang Hobi dan Prestasi dari Pemprov Jatim (Foto: dok. Amrullah)
Tak hanya itu, dia berhasil mengantarkan beberapa anggotanya meraih prestasi setelah lulus. Salah satunya, mendapat beasiswa LPDP, Beasiswa Unggulan dan lainnya untuk studi lanjut.
Banyak juga anggotanya yang meneruskan semangat literasi di kota masing-masing. Ada yang membuka komunitas literasi di Tuban, Jember sampai Yogyakarta.
"Itu inisiatif mereka sendiri. Nggak saya suruh. Artinya, anggota saya itu berprestasi sendiri dari apa yang saya ajarkan," ujarnya.
Raih Penghargaan Bergengsi
Atas kontribusinya membentuk anak-anak berprestasi ini, Amrullah dianugerahi penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai Pemuda Utama Bidang Hobi dan Prestasi.
Penghargaan ini langsung diberikan oleh Gubernur Jatim periode 2019-2024 Khofifah Indar Parawansa Oktober tahun 2022 di Alun-alun Kota Madiun saat peringatan Sumpah Pemuda.
"Saya kan melaporkan BSA waktu itu. Saya bilang kalau punya program ini, sudah berdiri di Yogyakarta dan sebagainya. Pemerintah tahu dan diberi penghargaan itu," sebut pemuda yang saat ini menjadi asisten Prof. H. Abdul Kadir Riyadi, Lc., MSSc., Ph.D, Guru Besar Ilmu Tasawuf di UINSA.
Dia mendapat bimbingan standar tinggi oleh sang guru. Hingga akhirnya berhasil menyabet banyak prestasi.
Salah satunya, Juara 1 Karya Tulis Ilmiah Al-Qur'an tingkat Provinsi Jawa Timur tahun 2019. Mendapat banyak tawaran menjadi pembina karya tulis ilmiah Al-Qur'an dan pembicara seminar.
Lulusan D-1 Pendidikan Bahasa Inggris Genta Diploma Pare, Kediri ini juga mendapat tawaran mengajar Bahasa Inggris di beberapa sekolah dan lembaga bimbingan belajar di Surabaya dan sekitarnya.
Tak berhenti di situ, pengabdiannya sebagai pengajar juga merambah ke guru ngaji. Khodim (abdi ndalem) Pondok Pesantren Tahsinul Qur’an Pagesangan Surabaya ini mengajar ngaji siapapun dengan sukarela alias gratis tiap Minggu secara rutin.
Inisiatifnya ini dilatarbelakangi karena Amrullah ingin memberikan apa yang dia bisa pada orang lain. Artinya, dia ingin menjadi sosok yang bermanfaat.
"Saya punya kelas ngaji itu nggak berbayar. Isinya ibu-ibu, sudah bekerja, sudah tua-tua itu saya ajar private. Satu kelasnya maksimal 3 orang," ungkap pria berjiwa kompetitif ini.
"Kuncinya adalah komitmen. Saya nggak nyari yang pinter, berduit atau apa. Pokoknya harus komitmen. Bayarnya ya itu, saya ajari dari nol," imbuhnya.
Amrullah juga bercerita dirinya mengajar ngaji di salah satu platform online. Dia mengajar ngaji mulai dari anak-anak hingga dewasa dengan berbagai level kemampuan.
Berbeda dari lainnya, setiap kali selesai mengaji ia memberi kesempatan kepada para muridnya bertanya apapun seputar agama. Dengan terbuka, dia menjawab setiap pertanyaan tersebut sesuai pengetahuannya.
Cara ini sangat efektif dan mendapat sambutan baik dari para muridnya. Banyak dari muridnya yang senang bahkan mendapat titipan beragam pertanyaan dari teman-temannya.
“Mereka senang bahkan teman-temannya juga nitip pertanyaan untuk saya jawab. Apapun pertanyaannya, mau fikih atau lainnya,” terang Amrullah.
Tidak Melulu Soal Uang
Baginya, mengajar itu tidak melulu soal uang. Prinsip ini tumbuh dalam benaknya karena melihat sang ayah. Sejak kecil, Amrullah sering melihat perjuangan ayahnya mengajar dari satu sekolah ke sekolah lain, tanpa gaji.
"Saya melihat ayah saya bukannya tambah miskin tambah susah. Malah semakin banyak rezeki," ungkapnya.
Pernah dulu ketika mengajar, kata Amrullah, ayahnya menempuh perjalanan 40 kilometer menggunakan sepeda ontel dalam kondisi jalanan masih rusak.
"Itu dilakoni seminggu sekali. Zaman itu jalan belum ada aspal, motor pun kalau nggak orang kaya nggak akan punya, hp apalagi. Dulu kalau bicara uang, ya dapat berapa," sebut pemuda yang kerap disapa Kapten ini.
Dari situ, Amrullah berpikir seharusnya figur guru seperti ini. Guru adalah panggilan jiwa yang tidak melihat berapa bayarannya.
Dia mengakui bahwa idealismenya ini tidak berlaku di zaman sekarang. Pasalnya, kondisi saat ini mendorong seseorang untuk menghasilkan uang agar bisa menghidupi keluarga.
Dia tidak menafikan bahwa saat ini, pendidikan merupakan ‘ladang bisnis’ yang cukup menjanjikan.
Meski begitu, dia menegaskan cara ini bisa dilakukan apabila seseorang sudah mampu menghidupi dirinya sendiri. Sudah bisa berdiri sendiri secara finansial.
"Kalau saya ditanya, saya jawab, saya punya pekerjaan lain. Dari menulis saja misalnya, sudah lebih dari cukup," terangnya.
Menjadi guru, terutama Al-Qur'an ia jadikan sebagai bentuk khidmah, bukan ladang uang.
Inilah yang menjadi alasan mengapa Amrullah ingin terus mengabdikan dirinya menjadi pengajar. Alih-alih menyasar pada universitas atau sekolah besar, pemuda ini malah ingin mengajar ngaji di daerah pelosok.
"Cita-cita saya malah nggak pengen jadi rektor atau profesor. Nyari sekolah elit bayaran gede itu enggak. Saya pengen ngajar di tempat katakanlah pedesaan yang nggak banyak orang tahu, nggak banyak orang mau ngajar di sana," katanya.
Dia merasa ilmu yang dimilikinya adalah titipan dari Tuhan yang harus dibagikan sebagai bentuk tanggung jawab.
"Ibarat Tuhan memberi saya 2 buah roti. Roti pertama saya makan, saya kenyang. Roti kedua saya berikan ke orang yang belum makan. Karena itu semua titipan," ucapnya.
Dia merasa ilmu tidak perlu di simpan sendiri. Sebab ilmu tidak sama dengan uang yang jika dibagikan akan berkurang. Justru, semakin dibagikan ilmu akan semakin bertambah.
"Catatannya kita nggak boleh mengesampingkan kebutuhan pribadi. Tidak tepat kalau nolong orang, kondisi kita lemah, itu nggak boleh," tambah Amrullah. (*)