Kuasa Hukum Mantan Direktur Polinema Awan Setiawan: Penetapan Tersangka Prematur dan Tidak Profesional

Kasus Korupsi Pengadaan Tanah Perluasan Kampus Polinema

12 Juni 2025 11:11 12 Jun 2025 11:11

Thumbnail Kuasa Hukum Mantan Direktur Polinema Awan Setiawan: Penetapan Tersangka Prematur dan Tidak Profesional
Mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema) Awan Setiawan saat digelandangke Rutan Kelas 1 Surabaya cabbang Kejati JatimRabu, 11 Juni 2025. (Foto: Khaesar/Ketik)

KETIK, SURABAYA – Mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema) Awan Setiawan telah ditetapkan tersangka oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim terkait tindak Pidana korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus.

Kuasa Hukum Awan Setiawan, Didik Lestariyono, SH, MH menilai penetapan tersangka Awan Setiawan prematur, tidak professional serta tidak mencerminkan prinsip due process of law dalam sistem hukum yang adil.

"Pengadaan tanah yang menjadi objek perkara telah dilakukan secara terbuka, akuntabel, serta berdasarkan mekanisme dan regulasi yang berlaku. Tanah seluas 7.104 m² yang berlokasi di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru – tepat berdampingan dengan aset milik Polinema – merupakan bagian integral dari Rencana Induk Pengembangan (RIP) Polinema 2010–2034. Letaknya strategis, kondisi fisiknya datar dan siap bangun, sehingga secara teknis sangat ideal untuk pengembangan sarana pendidikan tinggi vokasi," ungkap Didik dalam siaran persnya, Kamis 12 Juni 2025.

Didik menilai harga pembelian Rp6 juta permeter persegi sudah termasuk pajak sehingga dinilai wajar karena mengacu pada harga pasar. "Proses ini juga ditangani oleh tim pengadaan tanah yang dibentuk melalui surat keputusan Direktur Dan pejabat structural Polinema," jelasnya.

Didik membantah jika kliennnya Awan Setiawan melakukan negosiasi langsung dengan pemilik atau penjual tanah. "Semua dilakukan oleh tim pengadaan tanah yang memang SK-nya bertanggung jawab atas seluruh tahapan mulai survey hingga penetapan harga dan transaksi," tuturnya.

Didik menjelaskan seluruh kewajiban perpajakan, termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) maupun Pajak Penghasilan (PPh) dari pihak penjual, ditanggung sepenuhnya oleh pemilik tanah, bukan oleh Polinema. "Ini merupakan bukti bahwa tidak ada pengeluaran negara di luar ketentuan," terangnya.

Pengadaan tanah telah ditindaklanjuti dengan penandatanganan Akta Pelepasan Hak, dan lahan tersebut telah resmi disertifikatkan atas nama negara serta tercatat dalam daftar Barang Milik Negara (BMN). "Secara hukum, administratif, dan faktual, tanah tersebut telah sah menjadi bagian dari aset negara," jelasnya.

Didik menilai perkara ini muncul bukan karena kesalahan dalam proses pengadaan, tetapi justru karena penghentian pembayaran sisa harga oleh pimpinan Polinema setelah Awan Setiawan tidak lagi menjabat. "Hal tersebut menimbulkan sengketa perdata yang kemudian dibawa ke ranah pengadilan oleh pemilik tanah. Mahkamah Agung Republik Indonesia, melalui putusan kasasi, menyatakan bahwa transaksi jual beli tanah tersebut sah secara hukum dan mengikat secara keperdataan," bebernya.

Didik menilai sampai saat ini, belum ada satu pun hasil audit dari BPK maupun BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara. "Maka, menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa dasar kerugian negara yang jelas adalah tindakan yang tergesa-gesa dan tidak sejalan dengan prinsip keadilan hukum," tegasnya.

Didik menjelaskan sosok Awan Setiawan sebagai akademisi dan pejabat negara  sangat menjunjung tinggi integritas dan tata kelola yang baik. "Seluruh kebijakan yang beliau ambil selama menjabat sebagai Direktur selalu didasarkan pada pertimbangan kolegial, regulasi yang berlaku, dan semangat memajukan institusi," pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

polinema Politeknik Negeri Malang Awan Setiawan Kejati Jatim Korupsi Korupsi pengadaan tanah