Bullying pada Anak, Jangan Anggap Sepele!

Jurnalis: S. Widodo
Editor: M. Rifat

5 Maret 2023 05:03 5 Mar 2023 05:03

Thumbnail Bullying pada Anak, Jangan Anggap Sepele! Watermark Ketik
Ilustrasi kasus bullying pada anak tak bisa dianggap sepele. (Foto: iStockphoto)

KETIK, SURABAYA – Perundungan atau bullying membuat seorang bocah 11 tahun di Banyuwangi, Jawa Timur mengakhiri hidupnya sendiri.

MR ditemukan tewas akibat bunuh diri di rumahnya. Ia diduga depresi akibat bullying yang dilakukan oleh teman sebayanya.

"Berdasarkan keterangan keluarga, korban selalu mengeluh sering diolok-olok temannya kalau anak yatim, tidak punya bapak. Dan setiap pulang ke rumah selalu menangis dan dongkol," kata Kasi Humas Polresta Banyuwangi Iptu Agus Winarno, Kamis (2/3).

Apa yang dialami MR bukanlah yang pertama. Pertengahan 2022, siswa SD di Tasikmalaya, Jawa Barat mengalami depresi, sakit hingga meninggal dunia akibat dipaksa berhubungan intim dengan kucing oleh teman sebayanya.

Dalam kasus ini, tiga anak dinyatakan sebagai tersangka tapi tidak ditahan karena masih di bawah umur.

Bullying bukan sesuatu yang asing di Indonesia. Dalam laporan UNICEF yang mengutip dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) 2018, 2 dari 3 anak usia 13-17 tahun pernah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan.

Sementara itu, 3 dari 4 anak dan remaja pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih melapor bahwa pelakunya adalah teman atau sebayanya.

Kemudian dalam studi Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) 2018 melaporkan, 41 persen pelajar usia 15 tahun pernah mengalami bullying beberapa kali dalam sebulan.

Seperti apa jenis bullying yang dialami mereka?

Ada pun mereka dipukul dan disuruh-suruh, mengambil atau menghancurkan barang kepunyaan, diancam, diejek, diumbar rumor yang tidak baik, dan dikucilkan dengan sengaja oleh anak lain.

Di sisi lain, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat dalam periode 2016-2020 ada 480 aduan dari anak korban bullying di sekolah.

Bullying perlu ditindaklanjuti dengan serius sebab sangat berdampak pada perkembangan anak dan remaja serta bisa berujung mengancam nyawa.

Dalam studi yang diterbitkan di jurnal BMJ pada 2015, perilaku agresif di kalangan anak muda, termasuk kekerasan dan bullying, berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan psikis, fungsi sosial yang buruk, dan gangguan proses pendidikan.

Selain itu, bullying bisa memicu bunuh diri. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam JAMA Pediatrics menemukan bahwa anak-anak dan remaja yang mengalami perundungan di dunia maya hampir tiga kali lebih mungkin memiliki pikiran untuk bunuh diri dibandingkan teman lainnya.

Sering kali rasa enggan pergi ke sekolah pada anak dianggap bentuk kemasalan belaka. Padahal, bisa jadi itu menandakan anak baru saja mengalami perundungan di sekolah.

Agar tak sampai jadi depresi hingga memicu keinginan untuk bunuh diri, orang tua perlu memahami beberapa tanda anak jadi korban perundungan berikut ini, yang mengutip dari berbagai sumber.

1. Malas sekolah

Perhatikan kebiasaan bersekolah anak di awal minggu. Jika anak mulai malas pergi ke sekolah, Anda perlu berhati-hati.

2. Anak sering sakit kepala dan sakit perut

Perundungan tak jarang memicu stres pada anak. Sakit kepala, sakit perut, dan berbagai nyeri lainnya bisa jadi manifestasi fisik paling umum dari rasa stres.

3. Susah tidur

Anak yang gugup dan cemas akan hari esok biasanya mengalami kesulitan untuk tertidur. Hal ini bisa saja terjadi banyak hal yang dipikirkan anak, termasuk di antaranya perundungan yang dialami.

4. Perubahan perilaku

Perhatikan perubahan perilaku pada anak. Anak yang mengalami perundungan cenderung terlihat cemas, cemberut, lebih sering menempel pada orang tua, atau menarik diri dari teman-temannya.

5. Kehilangan minat pada aktivitas favorit

Jika biasanya anak suka bermain bola, namun tiba-tiba minat itu hilang, maka Anda perlu mencari lebih tahu kondisi si kecil. (*)

Tombol Google News

Tags:

Bullying anak bunuh diri KPAI