Mega Menolak Capres Pencitraan, Tak Ingin Mengulang Kesalahan Fatal

Jurnalis: Shinta Miranda
Editor: Moana

20 April 2023 11:48 20 Apr 2023 11:48

Thumbnail Mega Menolak Capres Pencitraan, Tak Ingin Mengulang Kesalahan Fatal Watermark Ketik
Arief Gunawan.(Dok.RMOL)

KETIK, JAKARTA – Mantan Redaktur Eksekutif Koran Rakyat Merdeka sekaligus pengamat sejarah, Arief Gunawan mencoba mengupas makna penolakan Ketua Umum PDIP Megawati akan sosok calon presiden hasil pencitraan. 

Ungkapan Mega tersebut disampaikan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Kemayoran pada Rabu (19/4/2023) kemarin. 

Menurut Arief, pernyataan tersebut boleh dianggap sebagai pendidikan politik untuk rakyat dan untuk Kader PDIP, agar tidak mengulang kesalahan fatal yang sama, seperti yang terjadi saat ini.

Di mana, kata dia, tata kelola pemerintahan dan kehidupan bernegara berantakan akibat presiden terpilih saat ini adalah murni hasil pencitraan. 

"Tanpa kapasitas dan visi-implementatif Sukarnoisme," ucap Arief, Kamis (20/4/2023). 

Alasan kedua disebut Arief adalah demi kelangsungan masa depan PDIP. Memilih calon presiden yang hanya bermodalkan pencitraan seperti yang terjadi saat ini taruhannya adalah PDIP akan semakin kehilangan kepercayaan rakyat. 

"Sukarnoisme akan tetap menjadi slogan dan kata-kata kosong  yang hanya mengundang romantika kadaluwarsa," ungkapnya. 

Sebab, ucap Arief, pencitraan di mata rakyat kini sudah menjadi stigma buruk. 

"Lembaga-lembaga polling berbayar, buzzersRp, influencersRp dan sejenisnya, esensinya adalah alap-alap penipu rakyat dan makelar manipulator yang membohongi wong cilik," sambungnya. 

Arief menilai jika PDIP membutuhkan calon presiden yang memiliki komitmen dan track record untuk mewujudkan cita-cita Sukarno dalam Trisakti. Terutama, untuk mengatasi persoalan perekonomian nasional yang rusak.

"Figur capres seperti ini tentu tidak akan dapat ditemukan Megawati di timbunan capres-capres pencitraan yang ada di etalase partai politik. Apalagi yang memiliki ideologi Sukarnoisme yang kokoh. Sehingga janganlah bermimpi," tegasnya. 

Namun, lanjut dia, ada yang bilang pernyataan Megawati tersebut adalah untuk menyindir Anies Baswedan yang tak diinginkan oleh PDIP. 

"Tetapi faktanya semua calon presiden yang digadang-gadang oleh partai politik saat ini adalah produk pencitraan. Mulai dari Prabowo yang lebih dari satu kali gagal dalam Pilpres, Ganjar yang didukung istana, Erick Thohir yang tebar pesona dengan fasilitas BUMN, dan beberapa nama lain yang idem ditto, calon presiden made in pencitraan," bebernya lebih lanjut. 

"Bagi Megawati, Pilpres 2024 sebenarnya adalah ibarat judul lagu It’s Now or Never, Elvis Presley. Atau mengutip istilah Sukarno, 2024 adalah Tahun Banting Stir, karena hampir sembilan tahun terakhir bangsa ini berada di tahun-tahun Vivere Pericoloso," sambung Arief. 

Ia mengatakan, pilihannya, PDIP harus melakukan aliansi strategis dengan civil society, seperti dulu saat PDI (P) ditindas di era Soeharto, berjuang bersama rakyat, mendapatkan dukungan, dan simpati rakyat dalam menegakkan demokrasi. 

Ia berharap PDIP mampu mendengarkan suara rakyat dengan kesungguhan, merangkul dan memperbaiki nasib mereka dengan memilih calon presiden idaman rakyat yang memiliki integritas, rekam jejak, dan reputasi untuk mewujudkan cita-cita ekonomi di dalam Trisakti Sukarno sebagaimana adagium Vox Populi Vox Dei, Suara Rakyat Suara Tuhan. 

"Sedang nyatanya suara partai suara bandar yang bikin susah rakyat dan mengecewakan Megawati," pungkas Arief Gunawan.(*)

Tombol Google News

Tags:

Arief Gunawan Megawati PDIP Pilpres 2024 Jokowi