Mengenal Pegon di Pantai Watu Ulo, Merawat Tradisi Lebaran Ketupat

Jurnalis: Fenna Nurul
Editor: Muhammad Faizin

22 April 2024 09:20 22 Apr 2024 09:20

Thumbnail Mengenal Pegon di Pantai Watu Ulo, Merawat Tradisi Lebaran Ketupat Watermark Ketik
Gelaran Watu Ulo Pegon Parade (Waton), kebudayaan tak benda asli Jember (21/4/2024) (Foto: Diskominfo Jember)

KETIK, JEMBER – Warisan budaya tak benda, Pegon, sudah lama tercipta oleh para leluhur yang dilaksanakan di tepian Pantai Watu Ulo, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember. Pegon sendiri merupakan kereta yang ditarik oleh dua ekor sapi sebagai penggerak utamanya.

Pegon sendiri merupakan salah satu alat transportasi andalan yang digunakan pada zaman dahulu untuk mengangkut hasil panen atau bahan material milik warga. Meski berjalan dengan kecepatan yang lambat, Pegon masih memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat, khususnya wilayah Sumberejo.

Tradisi turun-temurun sangat kental dengan kearifan lokal yang dipadukan dengan nuansa keagamaan perayaan Idul Fitri, menjadi keunikan budaya itu sendiri.

Salah satu tradisi yang rutin digelar oleh warga setempat diperkirakan sudah lebih dari satu dekade lalu. Namun tradisi Pegon diyakini sudah ada sejak ratusan tahun lalu.

“Mulanya adalah warga setempat yang ingin berkumpul setelah lebaran atau tepatnya H+7 yang biasa disebut kupatan. Berkumpul disini menyantap hidangan sambil menikmati suasana pantai,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Jember, Bambang Rudianto di sela acara Waton (Watu Ulo Pegon Parade), Minggu (21/4/2024).

Dulunya tidak banyak ornamen atau hiasan dalam tradisi Pegon. Semua natural pada zamannya.

Namun, seiring perkembangannya, tradisi Pegon mulai mempercantik tampilan serta menambah unsur budaya didalamnya. Dalam pelaksanaannya hari ini, pihak Disparbud ingin memperlihatkan bagaimana ritual memandikan sapi dilaksanakan. 

Arak-arakan 50 Pegon memenuhi seluruh jalanan Desa Sumberejo hingga sepanjang pesisir Pantai Watu Ulo sepanjang 12 kilometer. Lengkap dengan ornamen hasil bumi.

Sesampainya di Pantai, mereka akan disambut dengan gunungan hasil bumi serta tarian kolosal persembahan siswa-siswi se-Kecamatan Ambulu. Ratusan penari mempersembahkan tarian bertajuk “Singgasana Watu Ulo”. 

Tak hanya sebatas parade kendaraan lawas, masyarakat memaknai lebih daripada itu, terdapat ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lantaran masih diberkahi umur panjang untuk merayakan lebaran bagi mereka yang beragama Islam. 

Salah satu pengemudi Pegon, Misalim, mengatakan bahwa tradisi Pegon menjadi salah satu bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. "Bentuk rasa syukur pada Allah SWT dan merayakan hari raya ketupat," katanya siang itu. 

Juga sebagai bentuk solidaritas dan kebersamaan dalam komunitas. Di samping itu, seni pertunjukan tari kolosal menjadi hiburan yang memperkaya kehidupan sosial dan budaya

Menjawab tantangan kelestarian budaya di masa depan, Disparbud segera mengajukan Pegon sebagai warisan budaya tak benda yang dimiliki Jember ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Sedangkan perhelatan parade Pegon yang mentradisi akan diusulkan di Kharisma Event Nusantara di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 

“Pegon sendiri sudah ada sejak ratusan tahun lalu, jadi sudah heritage dan sedang proses kami ajukan ke Kemendikbudristek dan Kemenparekraf,” tutup pria yang akrab disapa Rudi itu.(*)

Tombol Google News

Tags:

Pegon Watu Ulo Watu Ulo Pegon Parade budaya tak benda Jember Lebaran Ketupat