Pakar Hukum Unsri Soroti Kasus Mardani H Maming, Ada Unsur Politisasi Hukum?

Jurnalis: Wisnu Akbar Prabowo
Editor: Millah Irodah

7 November 2024 11:33 7 Nov 2024 11:33

Thumbnail Pakar Hukum Unsri Soroti Kasus Mardani H Maming, Ada Unsur Politisasi Hukum? Watermark Ketik
Pakar hukum dari Universitas Sriwijaya, Artha Febriansyah menilai hakim belum punya ketegasan dalam menegakkan hukum atas kasus Mardani H Maming. (Foto: Wisnu Akbar Prabowo/Ketik.co.id)

KETIK, PALEMBANG – Kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang melibatkan bekas Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018, Mardani H Maming menuai sejumlah respon dari sejumlah kalangan.

Pakar hukum dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Artha Febriansyah menilai, hakim belum punya ketegasan dalam upaya menegakkan hukum atas kasus tipikor yang menimpa Mardani H Maming.

Artha menilai kasus tersebut sebagai dua kasus berbeda, yakni tindak pidana administrasi pertambangan dan tipikor di sektor pertambangan. Kedua hal itu berada di ranah hukum yang berbeda dan harus dibuktikan secara konkret.

“Harus dipisah antara tindak pidana administrasi pertambangan dengan tindak pidana korupsi disektor pertambangan. Jadi harus dipilah. Dan jika memang masuk dalam tindak pidana harus dibuktikan. Jika melihat pendapat ahli seperti Prof Joko Santoso, ini murni unsur bisnis. Tetapi mengapa bisa kearah tindak pidana,” terang Artha, Rabu 6 November 2024.

Menurut Artha, keputusan hakim yang menyatakan menerima peninjauan kembali (PK) masih bisa ditolak. Sebab, kasus ini akan ada pengawasan langsung dari Mahkamah Agung (MA).

Kemudian, Komisi Yudisial (KY) juga berwenang untuk mengkritisi atau mencera putusan itu, apakah adil atau tidak terhadap tersangka Mardani H Maming. Jika dirasa adil, maka hukuman akan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Namun jika dirasa tidak adil, maka pihak pengadilan bisa meminta pengampunan dari presiden alias grasi.

“Dan kalau kalau memang ini dianggap tidak adil bagi Mardani H Maming, bisa dimintakan pengampunan dari presiden Prabowo, seperti yang terjadi pada kasus Antasari Azhar. Memang putusan tidak dianulir, tetapi beliau bisa bebas karena ada pengampunan dari presiden,” lanjutnya. 

Selain Artha, pakar hukum Unsri lainnya, Henny Yuningsih juga memberikan pandangan terkait tahapan dalam proses hukum kasus tipikor Mardani H Maming.

Henny menyinggung soal kriminalisasi yang dicampur unsur politik terhadap kasus yang menimpa Mardani H Maming. Menurutnya, proses penegakan hukum kasus Mardani H Maming harus diperhatikan secara jeli.

“Kita bisa lihat bagaimana proses penegakan hukum. Kenapa bisa dikenakan pasal 12B? Kenapa bisa dikenakan pidana 10 tahun tanpa ada kepastian kerugian negara? Di sini kita akan melihat apakah bisa dikatakan adil atau tidak,” kata Henny.

Foto Pakar hukum dari Universitas Sriwijaya, Henny Yuningsih menemukan banyak kejanggalan dalam kasus yang menimpa Mardani H Maming. (Foto: Wisnu Akbar Prabowo/Ketik.co.id)Pakar hukum dari Universitas Sriwijaya, Henny Yuningsih menemukan banyak kejanggalan dalam kasus yang menimpa Mardani H Maming. (Foto: Wisnu Akbar Prabowo/Ketik.co.id)

Dia menilai bahwa kasus Mardani H Maming terdapat banyak kejanggalan, di antaranya batasan peluang praperadilan yang dipotong surat daftar pencarian orang (DPO) dan hakim mengabaikan pernyataan saksi yang dianggap bisa meringankan hukuman Mardani H Maming.

Henny memaparkan, baik hakim maupun terdakwa bisa mengajukan upaya hukum kembali apabila ditemukan nofum atau alat bukti baru.

“Dari awal bergulirnya kasus hingga PK, hakim tetap mempidanakan terdakwa Mardani H Maming. Di sini kita akan lihat bagaimana proses hukum mulai dari tingkat pertama hingga PK, bagaimana prosesnya, bagaimana hakim dalam menjatuhkan pidana, dan bagaimana prosedurnya itu akan menjadi catatan penting bagi sejarah penegakan hukum di Indonesia,” tutupnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

kasus Tipikor Korupsi mardani h maming kejanggalan politisasi HUKUM