KETIK, SIDOARJO – Komisi D DPRD Sidoarjo bersama Disdikbud, Kemenag, dan Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jatim mengidentifkasi jumlah valid anak-anak tidak sekolah di Kabupaten Sidoarjo. Berbagai jenjang diverifikasi dan validasi. Lalu, dicari solusi yang holistik.
Kepala Bidang Mutu Pendidikan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Sidoarjo Dr Netty Lastiningsih MPd menjelaskan ihwal data anak tidak sekolah (ATS) di Sidoarjo. Jumlah, hasil verifikasi, sampai alternatif solusi.
Menurut Netty, awalnya data ATS di Sidoarjo mencapai 5.898 anak pada Desember 2024. Baik SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, dan PKBM. Data itu kemudian disisir hingga menjadi 4.802 anak.
Kemudian dipisahkan antara ATS jenjang SD dan SMP sederajat dengan SLTA, sisanya tinggal 2.478 pada Januari 2025. Verifikasi dan validasi dilanjutkan lagi dengan melibatkan berbagai pihak. Di antaranya, Kantor Kemenag Sidoarjo. Hasilnya, ada 1.906 anak yang menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sidoarjo.
Suasana hearing Komisi D DPRD Sidoarjo dengan Disdikbud Sidoarjo, Kemenag Sidoarjo, Cabdin Pendidikan Provinsi Jatim di ruang rapat DPRD Sidoarjo. Dua anggota Komisi D tidak hadir.
Jajaran Disdikbud Sidoarjo juga menyisir lebih jauh sebab musabab mengapa anak-anak itu sampai tidak sekolah. Ternyata ada berbagai masalah. Ada yang sudah menikah, bekerja, pindah alamat, tidak mau sekolah, tidak punya biaya, hingga yang sudah malas berpikir. Tidak minat belajar lagi. Itu hasil verifikasi dan validasi di lapangan.
Dinas Pendidikan Sidoarjo, lanjut Netty, menyatakan telah melakukan berbagai intervensi. Kepala Dinas Dikbud Sidoarjo telah mengeluarkan surat edaran untuk pelacakan data ATS. Ada advokasi pelacakan data ATS. Juga parenting untuk pencegahan ATS. Sampai, kegiatan pelatihan bagi jenjang kesetaraan.
”Yang bisa kami pastikan mau bersekolah lagi ada 331 anak,” ungkap Netty saat rapat dengar pendapat dengan Komisi D DPRD Sidoarjo pada Kamis (13 Februari 2025).
Dalam hearing itu, anggota Komisi D DPRD Sidoarjo yang hadir tercatat sepuluh orang. Mereka adalah Dhamroni Chudlori (ketua), Bangun Winarso (wakil ketua), Zahlul Yussar (sekretaris), serta Pratama Yudiarto, Tarkit Erdianto, Sutadji, Kasipah, Wahyu Lumaksono, Irda Bella, dan Fitrotin Khasanah. Yang tidak hadir dua anggota. Yaitu, Pudjianto dan H Usman MKes.
Sekretaris Dinas Pendidikan Sidoarjo Ronny Juliano menambahkan, mereka yang minat sekolah lagi dibantu untuk melanjutkan ke paket B atau C. Ikut pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM). Kalau PKBM swasta, perlu banyak waktu.
Lebih baik mengoptimalkan PKBM milik Disdikbud Sidoarjo, yaitu UPT Satuan Pendidikan Non Formal (SKNF) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Tutor-tutor SKB di Desa Grinting, Kecamatan Tulangan, akan disebar ke tiga kecamatan. Kendalanya hanya soal anggaran bantuan transpor karena akan terkait dengan Inpres No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran perjalanan dinas.
Teknisnya, imbuh Ronny, pengajar PKB akan turun ke kecamatan-kecamatan. Anak-anak yang tidak sekolah akan berkumpul di kantor kecamatan setempat. Ikut belajar lagi di kejar paket B maupun C. Untuk solusi anggaran, dia minta saran DPRD Sidoarjo.
”Cara ini lebih efektif daripada pengajar harus ke balai desa,” terang Ronny.
Data anak tidak sekolah yang butuh penanganan segera di Kabupaten hasil pendataan Kemenag Sidoarjo. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Kepala Kantor Kemenag Sidoarjo Dr Mufi Imron Rosyadi MEI menyampaikan, saat ini ada 705 anak tidak sekolah (ATS) di lingkungan madrasah. Baik jenjang MI, MTs, maupun MA. Dari jumlah itu, rata-rata mereka berasal dari sekolah swasta.
”Cuma tujuh anak yang dari (sekolah) negeri,” ungkapnya.
Alasan mereka ATS pun macam-macam. Kemenag Sidoarjo telah menghadirkan seluruh madrasah. Mereka mendapatkan informasi bahwa ada yang sudah bekerja.
Ada pula yang masuk pondok pesantren salaf. Sudah menikah. Masusk panti asuhan. Pergi tanpa pamit. Pindah tak diketahui tempat tinggalnya. Tidak punya biaya untuk melanjutkan sekolah. Tergolong anak berkebutuhan khusus (ABK).
”Ada pula yang sebenarnya sudah lulus SMA, tapi masih tercatat,” kata Mufi Imron Rosyadi.
Pengawas SMK Cabdin Disdikbud Jatim Syaipuddin Jupri menambahkan jumlah ATS jenjang SMA di Kabupaten Sidoarjo. Verifikasi dan validasi sementara menyebutkan jumlah siswa SLTA yang drop out (DO) mencapai total 817 anak. Sebabnya pun berbeda-beda. Ada yang sudah nikah, jauh dari keluarga, kenakalan remaja.
”Yang terbesar faktor ekonomi. Untuk faktor ekonomi ini, sekolah berusaha membantu,” ungkap Syaipuddin Jupri.
Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo Wahyu Lumaksono menyatakan, harus ada tindak lanjut (folloup) yang serius terhadap masalah anak putus sekolah ini. Mengapa? Dampaknya bisa menjurus ke masalah-masalah sosial. Narkoba, tindakan kriminal, dan sebagainya.
”Kita harus waspada pada dampak ATS ini. Perlu solusi konkret. Anak-anak yang rentan putus sekolah pun harus dicarikan solusi juga,” tambah legislator Partai Golkar tersebut. (*)