Bupati Sidoarjo Subandi Perintahkan Jawab Sorotan Mahasiswa, Begini Kata Para Kepala Dinas…

4 Juni 2025 08:01 4 Jun 2025 08:01

Thumbnail Bupati Sidoarjo Subandi Perintahkan Jawab Sorotan Mahasiswa, Begini Kata Para Kepala Dinas…
Dari kiri, Ainun Amalia, Dwi Eko Saptono, Heri Soesanto, M. Mahmud, mendampingi Bupati Sidoarjo Subandi menemui mahasiswa HMI di Pendopo Delta Wibawa pada Selasa siang (3 Juni 2025). (Foto: Sigit Kominfo Sidoarjo)

KETIK, SIDOARJO – Unjuk rasa mahasiswa HMI Sidoarjo pada Selasa (3 Juni 2025) berlanjut audiensi dengan Bupati Sidoarjo Subandi dan jajaran birokrasinya di ruang transit Pendopo Delta Wibawa. Satu per satu kepala organisasi perangkat daerah (OPD) diberi kesempatan menjawab sorotan para mahasiswa.

Para pengunjuk rasa mengungkap berbagai persoalan program dan pembangunan Kabupaten Sidoarjo. Di antaranya, masalah banjir, penciptaan lapangan kerja, dan pemberian beasiswa untuk siswa maupun mahasiswa Sidoarjo. Bupati Sidoarjo Subandi dan Wakil Bupati Sidoarjo Mimik Idayana dinilai hanya sibuk pencitraan.

Monggo Pak Dwi yang pertama,” kata Bupati Subandi sambil mempersilakan Kepala Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air (BM SDA) Sidoarjo Dwi Eko Saptono. Asisten Perekonomian dan Pembangunan M. Mahmud menjadi moderator.   

Kepada para mahasiswa, Dwi Eko Saptono menjelaskan bahwa penyebab banjir di Kabupaten Sidoarjo berbeda-beda.  Ada tiga karakter penyebab banjir.

Pertama, banjir rob yang terjadi di kawasan Kecamatan Sedati. Kabupaten Sidoarjo berada di ketinggian 3,5 meter di atas permukaan laut. Karena itu, jika terjadi laut pasang, maka banjir rob akan terjadi. Kondisi itu selalu di-update oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Bila ketinggian laut naik sekian mdpl, maka banjir rob akan masuk ke daratan sekian kilometer. Ada prakiraannya.

”Info itu selalu di-update oleh BMKG,” kata Dwi.

Seperti penjelasan Bupati Sidoarjo Subandi, lanjut Dwi, banjir akibat naiknya permukaan air laut atau banjir rob ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Sidoarjo. Daerah-daerah lain di Jawa Timur, bahkan Indonesia, juga mengalaminya. Yang terkena adalah daerah-daerah pesisir.

Untuk antisipasinya, dalam jangka panjang, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) akan membangun sejumlah dam di kawasan muara. Agar air pasang laut tidak masuk ke daratan. Selain itu, ada pula dam untuk menjadi penampung air untuk sementara saat pasang air laut. Pembebasan lahhan sudah berjalan.

Kedua, banjir akibat land subsidence (penurunan permukaan tanah). Potensi land subsidence ini terjadi, antara lain, di kawasan Tanggulangin, Porong, dan Kecamatan Candi.

Untuk itu, ada langkah-langkah strategis pula yang dilakukan Pemkab Sidoarjo. Di antaranya, pembangunan sejumlah dam, seperti dam di Desa Kedungpeluk. Di dekat jembatan pernah ambruk di desa itu, pada 2025 ini, dibangun bendungan baru.

Kapasitasnya lebih besar daripada bendungan yang sekarang. Dengan dam baru itu, kawasan permukiman di daerah Candi tidak akan kebanjiran lagi jika debit air dari Tanggulangin besar. Air ditampung di dam baru tersebut.

”Selain itu, kami sudah siapkan pompa-pompa air penyedot. Ada yang kapasitasnya 2.400 liter per detik,” sebut Dwi Eko Saptono.

Masih banyak lagi pompa-pompa lain yang bisa digunakan untuk mengatasi genangan air di kawasan yang potensial mengalami land subsidence.

Ketiga, banjir akibat kondisi main drainase (drainase utama) yang tidak ideal. Banjir akibat kondisi ini terjadi di kawasan Taman, Waru, Gedangan, dan Sedati. Problemnya adalah kondisi sempadan sungai yang dipenuhi bangunan tanpa izin.

Contohnya Kali Buntung yang melintang dari Taman, Waru, hingga Sedati. Sempadan sungai banyak bangunan liar. Kapasitas sungai sangat kurang. Tapi, saat sungai hendak dinormalisasi, pemerintah terhalang oleh bangunan di sempadan sungai.

Banjir akibat problem main drainase ini juga terjadi di berbagai kecamatan lainnya. Misalnya, Afvour Bulubendo di Taman, Afvour Bahgepuk di Candi, dan Sungai Alo di Porong. Upaya normalisasi sungai terkendala oleh banyaknya bangunan di sempadan.

”Sulit kalau mau menormalisasi sungai,” ungkap Dwi Eko Saptono.   

Soal banjir di kawasan permukiman ini, Dwi Eko Saptono juga menyebut ulah pembuang sampah sembarangan. Tanpa bermaksud bias gender, Dwi Eko menyebutkan temuan bahwa banyak emak-emak yang suka membuang sampah rumah tangga ke sungai.

 Itu terbukti dari berbagai temuan saat dilakukan kegiatan Jihad Rawat Sungai. Bupati Sidoarjo Subandi pernah menemukan sendiri ada kasur pegas (spring bed) yang dibuang ke sungai di Porong. Sekretaris Daerah (Sekda) Fenny Apridawati mendapati ada kulkas dibuang ke sungai saat Jihad Rawat Sungai di Waru.  

”Dan saya sendiri, pernah menemukan kursi-kursi juga dibuang ke sungai. Padahal, sudah jelas bahwa sungai bukan tempat pembuangan sampah,” ujar Dwi Eko Saptono.

Pemicu lain banjir di permukiman adalah banyaknya jembatan liar yang melintang di atas sungai. Jembatan itu dibangun begitu saja tanpa izin. Akibatnya, karena tidak sesuai ketentuan, banyak sampah yang tertahan di jembatan dan memicu banjir.

Dwi Eko menyatakan berterima kasih karena  Bupati Sidoarjo Subandi telah memberikan Satgas Sungai. Jumlahnya delapan satgas dengan anggota masing-masing tujuh orang. Merekalah yang berpatroli ke sungai-sungai. Dinas PU Bina Marga juga terbantu oleh adanya patroli sampah dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo.

Tapi, tegas dia, mencegah banjir tidak hanya merupakan tugas pemerintah, tetapi tugas masyarakat juga. Di permukiman, warga kampung bisa bekerja bakti untuk membersihkan saluran sendiri. Bersih-bersih saluran di perumahan bisa dilakukan warga perumahan sendiri.

”Warga jangan kurang kerja bakti,” kata Dwi Eko Saptono.  

Mendengar penjelasan tersebut, seorang mahasiswa HMI mengungkap bahwa sekretariat mereka di Kecamatan Candi sering kebanjiran. Jalan raya di sekitarnya juga banjir.

Dwi Eko Saptono pun menjawab singkat.

”Coba share loc, langsung saya tangani. Meskipun Jalan Raya Candi statusnya jalan nasional, apa salahnya kita membantu,” ungkapnya.

Foto Puluhan mahasiswa HMI bersalaman dengan Bupati Sidoarjo Subandi setelah unjuk rasa dan audiensi di Pendopo Delta Wibawa. (Foto: Sigit Kominfo Sidoarjo)Puluhan mahasiswa HMI bersalaman dengan Bupati Sidoarjo Subandi setelah unjuk rasa dan audiensi di Pendopo Delta Wibawa. (Foto: Sigit Kominfo Sidoarjo)

Bupati Sidoarjo Subandi juga mempersilakan Kepala Bappeda Sidoarjo Heri Soesanto menjawab sorotan tentang beasiswa. Dia pun menjelaskan bahwa rekrutmen penerima beasiswa disampaikan secara transparan. Baik beasiswa prestasi, beasiswa keagamaan, maupun beasiswa untuk warga miskin.

”Jumlahnya ditingkatkan dari 10 ribu beasiswa ke 20 ribu beasiswa,” sebut Heri Soesanto.

Pemberian beasiswa itu sangat penting bagi upaya peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Sidoarjo. Memberikan kesempatan kepada generasi muda Sidoarjo untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Termasuk, upaya peningkatan IPM dengan pelatihan dan pemberian skill bagi tenaga kerja.

”Kepedulian Pak Bupati pada pembangunan IPM sangat tinggi. Dan, Pak Bupati tidak pernah titip nama penerima beasiswa,” tegas Heri Soesanto.  

Giliran berikutnya adalah Kepala Dinas Ketenagakerjaan Ainun Amalia menjawab sorotan tentang job fair yang hanya sebuah formalitas. Ada yang menilai Job Fair 2025 di Sidoarjo sepi peminat. Tidak seperti daerah lain, misalnya Bekasi, yang membeludak. Sampai berdesakan.

Ainun Amalia menyatakan dengan tegas tidak ada yang hanya formalitas. Dia menjelaskan, Job Fair Sidoarjo memang tidak didatangi massa yang sampai membeludak. Sebab, Job Fair Sidoarjo dilakukan secara hybrid. Proses melamar pekerjaan dilakukan secara online. Berkas dikirim secara online. Cara itu memudahkan perusahaan dalam menyeleksi calon karyawan tanpa harus bertemu langsung. Bagi pelamar, mereka dimudahkan karena tidak perlu usung-usung berkas dengan datang langsung ke perusahaan.

”Baru saat walk in interview (wawancara), pelamar dan perusahaan bertemu di GOR Indoor Sidoarjo,” kata Ainun Amalia.

Dia menambahkan, saat ini, lowongan pekerjaan di perusahaan menuntut kompetensi tinggi. Beberapa perusahaan bahkan sudah bergeser dari banyak tenaga kerja ke peralatan mesin.

”Kalau kita tidak siap mengikuti perubahan, bisa tergerus,” tegas Ainun Amalia.

Calon tenaga kerja harus siap mengikuti perubahan ini. Baik lulusan sarjana maupun SMK. Sering terjadi, ada banyak lowongan kerja.  Tapi, sumber daya manusia (SDM) tidak cocok dengan kebutuhan perusahaan.

Dengan kondisi itu, Disnaker Sidoarjo membuat terobosan dengan berbagai pelatihan bersertifikasi. Menjembatani kebutuhan perusahaan dengan pencari kerja. Menjaga situasi yang kondusif bagi daerah dan perusahaan.

Pelatihan itu, antara lain, pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan pelatihan operator forklift. Keduanya bersertifikasi. Ke depan, ada pelatihan-pelatihan lain sesuai tuntutan perkembangan. Era digital.

”Insya Allah kami tetap mengakomodir tenaga kerja dari Sidoarjo,” ucap Ainun Amalia. (*)

 

Tombol Google News

Tags:

sidoarjo Bupati Sidoarjo 100 Hari Subandi Mimik Banjir Sidoarjo Job Fair Sidoarjo Disnaker Sidoarjo