KETIK, BLITAR – Proses penjaringan dan penyaringan perangkat Desa Bendosewu, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, memicu kontroversi. Enam peserta tes menuntut diadakannya tes ulang setelah menduga adanya praktik nepotisme dan ketidaktransparanan dalam pelaksanaan tes.
Dugaan tersebut mencuat setelah hasil tes Computer Assisted Test (CAT) dianggap tidak wajar. Salah satu peserta tes, Ragil, mengungkapkan kecurigaannya terkait hasil nilai yang mencolok.
“Hasil CAT-nya janggal. Dari 11 peserta, tiga orang yang berada di peringkat teratas memiliki nilai hampir sempurna, di atas 80. Sementara itu, sembilan peserta lainnya nilainya berada di bawah 60,” ungkap Ragil, Senin 25 November 2024.
Ragil menambahkan, ketiga peserta dengan nilai tertinggi tersebut diduga memiliki hubungan dekat dengan pihak berwenang di desa. “Tiga orang teratas itu anak dari kepala desa, wakil ketua BPD, dan menantu seorang tokoh masyarakat. Rasanya tidak adil kalau seperti ini,” ujarnya.
Lebih jauh, Ragil juga membeberkan dugaan adanya pengaturan sejak awal. “Tes seharusnya dilakukan secara online, tetapi kenyataannya offline. Bahkan tempat duduk peserta dan aplikasi tes terlihat seperti sudah diatur sebelumnya,” katanya.
Dalam upaya mencari keadilan, enam peserta yang merasa dirugikan telah melayangkan surat kepada Kepala Desa Bendosewu. Mereka meminta agar tes ulang dilakukan dengan sistem yang lebih transparan dan adil.
“Kami hanya ingin keadilan. Tes ulang dengan prosedur yang transparan, jujur, dan adil harus dilakukan. Ini demi kebaikan bersama dan kehormatan desa,” tegas Ragil.
Menanggapi hal ini, Kepala Desa Bendosewu, Isnari, mengakui bahwa salah satu peserta tes adalah anaknya. Namun, ia membantah adanya intervensi atau kecurangan dalam proses seleksi tersebut.
“Iya, memang anak saya ikut tes. Tetapi, dari pihak pemerintah desa tidak ada campur tangan terkait hasil tes. Prosesnya sudah sesuai prosedur karena kita bekerja sama dengan Unisba,” jelas Isnari saat dikonfirmasi.
Isnari juga menegaskan bahwa penilaian sepenuhnya merupakan wewenang pihak universitas. “Semua hasil tes adalah tanggung jawab Unisba. Kami hanya penyelenggara,” tambahnya.
Namun, saat dimintai tanggapan terkait tuntutan tes ulang, Isnari enggan memberikan komentar lebih jauh. “Saya belum tahu soal itu,” jawabnya singkat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada kepastian mengenai tindak lanjut atas tuntutan peserta. Publik kini menantikan langkah pemerintah Desa Bendosewu untuk menyelesaikan polemik ini secara adil dan transparan.(*)