KETIK, BONDOWOSO – Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Bondowoso mewaspadai potensi bencana alam di objek atau destinasi wisata selama libur Natal 2024 dan tahun baru 2025 (nataru). Hal ini merespons musim penghujan.
Seperti diketahui, telah terjadi bencana alam longsor, banjir, angin kencang di beberapa titik di Bondowoso beberapa pekan terakhir. Kondisi ini menjadi perhatian, pasalnya hampir 100 persen destinasi wisata di daerah Bondowoso merupakan wisata alam terbuka.
Kepala Dinas Pariwisata Budaya Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Bondowoso, Mulyadi mengatakan, pihaknya telah bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk memetakan lokasi rawan bencana hidrometeorologi. Kemudian melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Tetapi masih ada beberapa minggu ke depan untuk menghadapi Nataru ini. Semoga cuaca bisa bersahabat sehingga tidak mengurangi kunjungan wisata," ujarnya, Rabu 25 Desember 2024.
Menurutnya, pemerintah juga akan mengantisipasi wisata berisiko tinggi, yakni wisata air seperti Bosamba Rafting. Khusus wisata ini, diperlukan pemantauan debit air. Jika debit air tinggi, maka wisata minat khusus tersebut sementara ditutup.
"Tetapi di tempat lain yang hanya wisata untuk rekreasi seperti Teduh Glamping tetap kita melakukan pengamanan," ungkapnya.
Begitu juga di Kawasan Wisata Kawah Ijen yang menjadi salah satu lokasi rawan bencana banjir bandang dan tanah longsor, sehingga diperlukan deteksi dini.
Meski begitu, target kunjungan wisata di Bondowoso tahun ini sebanyak 560 ribu orang. Diharapkan target ini dapat tercapai meski bergantung pada kondisi cuaca yang terjadi.
"Sudah 80 persen (target terpenuhi). Andalan kami untuk memenuhi target biasanya di Nataru," imbuhnya.
Sementara itu, Pj Bupati Bondowoso Muhammad Hadi Wawan Guntoro mengatakan, pihaknya telah melakukan asesmen terhadap keamanan semua tempat wisata yang dikelola oleh pemda dan masyarakat.
"Intinya adalah keamanan. Karena ini musim liburan banyak wisatawan yang berkunjung,"
Menurutnya, komunikasi harus intens antara pengelola wisata dengan pemerintah daerah agar mereka juga terus mengirim informasi terkait potensi kebencanaan.