KETIK, BLITAR – Polemik pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Blitar semakin memanas. Persaudaraan Kepala Desa (PKD) Kabupaten Blitar menilai bahwa sistem dan regulasi yang diterapkan BPJS saat ini justru menyulitkan masyarakat, bukan melindungi mereka.
Oleh karena itu, PKD mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk membubarkan BPJS jika perbaikan sistem tidak segera dilakukan.
Wakil Ketua PKD Kabupaten Blitar, Tugas Nanggolo Yudho Dili Prasetyo, yang akrab disapa Bagas, menyoroti banyaknya keluhan warga mengenai buruknya pelayanan BPJS. Ia mengungkapkan bahwa sejak awal, para kepala desa ikut menyosialisasikan program ini dengan harapan dapat membantu masyarakat dalam memperoleh jaminan kesehatan. Namun, kenyataannya, banyak warga yang mengalami kesulitan saat hendak mengakses layanan kesehatan.
“Masyarakat sudah patuh membayar iuran setiap bulan, tapi saat mereka membutuhkan layanan kesehatan malah dipersulit. Salah satunya, peserta harus terlebih dahulu berobat ke fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama seperti puskesmas sebelum bisa mendapatkan rujukan ke rumah sakit. Ini sangat merugikan, terutama dalam kondisi darurat,” tegas Bagas saat ditemui media online nasional Ketik.co.id pada Sabtu 8 Februari 2025.
Bagas menyoroti beberapa kasus yang menggambarkan sulitnya akses layanan BPJS di Kabupaten Blitar. Salah satu yang cukup mengejutkan adalah insiden yang menimpa Kepala Desa Rejowinangun, Bhagas Wigasto.
Menurut Bagas, Bhagas Wigasto tiba-tiba mengalami sakit saat menghadiri rapat. Karena kondisinya memburuk, ia segera dibawa ke rumah sakit swasta di Kota Blitar. Namun, bukannya langsung mendapatkan perawatan, pihak rumah sakit justru menolak menangani Bhagas karena prosedur BPJS mengharuskan pasien terlebih dahulu mendapatkan rujukan dari faskes tingkat pertama.
Tak hanya itu, insiden lain yang lebih tragis menimpa seorang warga Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar. Dalam kondisi sakit parah, pasien tersebut sempat ditolak oleh beberapa rumah sakit karena prosedur yang berbelit. Akibatnya, ia terus dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa mendapatkan penanganan yang tepat. Pada akhirnya, pasien tersebut meninggal dunia sebelum menerima layanan medis yang layak.
“Kami menerima ratusan aduan dari warga. BPJS bukan lagi solusi, justru menjadi beban bagi rakyat. Kami sudah mendatangi kantor BPJS Cabang Blitar untuk meminta penjelasan, tetapi mereka hanya mengatakan bahwa aturan memang seperti itu. Kalau aturan ini terus diterapkan dan malah menyengsarakan rakyat, maka kami meminta Presiden Prabowo untuk turun tangan dan membubarkan BPJS,” ujar Bagas dengan nada geram.
Sebagai bentuk tindak lanjut atas keluhan warga, PKD Kabupaten Blitar juga meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar untuk segera mengambil langkah tegas. Mereka mendesak agar DPRD memanggil pihak BPJS, Sekretaris Dewan (Sekwan), Dinas Kesehatan (Dinkes), serta seluruh mitra rumah sakit di Kabupaten Blitar untuk membahas permasalahan ini.
“Kami sudah mengajukan surat permohonan hearing ke DPRD. Jika BPJS tidak segera berbenah, jangan salahkan rakyat jika mereka yang bertindak langsung. Tapi kami masih menunggu bagaimana instrumen negara menyelesaikan perkara ini,” ujar Bagas yang juga merupakan ketua Ormas Rakyat Djelata (RaDja) tersebut.
Ia juga mengingatkan agar BPJS tidak berubah menjadi “mafia asuransi” yang dilegalkan oleh negara tetapi justru merugikan masyarakat.
“BPJS jangan hanya sibuk mengumpulkan uang dari rakyat, tapi harus memberikan pelayanan yang layak. Jangan sampai sistem ini malah jadi ladang korupsi. Rakyat yang sakit butuh solusi, bukan birokrasi yang menyulitkan,” katanya dengan nada tinggi.
Selain itu, ia menyoroti sistem pembayaran iuran yang dinilai tidak adil. Menurutnya, meskipun tidak semua peserta menggunakan layanan kesehatan setiap bulan, mereka tetap diwajibkan membayar iuran secara rutin. Jika telat, peserta dikenakan denda dan bahkan bisa kehilangan akses layanan kesehatan.
“Bayangkan, tidak semua peserta sakit, tapi semua wajib bayar. Kalau telat, kena denda. Kalau ada tunggakan, peserta tidak bisa mendapatkan layanan medis. Sistem ini sudah jelas menyengsarakan rakyat. Kalau begini terus, lebih baik BPJS dibubarkan saja,” tegasnya.
Sementara itu, pihak BPJS Kesehatan Cabang Kediri, yang membawahi wilayah Kabupaten Blitar, mengaku sudah menerima berbagai keluhan dari masyarakat. Mereka berjanji akan memberikan klarifikasi dalam rapat dengan DPRD.
“Kami sudah mendengar keluhan masyarakat. Kami akan menjelaskan aturan yang berlaku dalam pertemuan dengan dewan pada Senin nanti,” ujar Humas BPJS Cabang Kediri, Anggun Laily, saat dikonfirmasi melalui telepon.
Hingga kini, masyarakat Kabupaten Blitar masih menunggu respons dan langkah konkret dari pemerintah. Dengan semakin banyaknya desakan dari berbagai pihak, publik berharap sistem BPJS bisa segera diperbaiki atau, jika tetap merugikan rakyat, dihapuskan demi kepentingan masyarakat luas. (*)