Pro dan Kontra Danantara, Ekonom Unair: Dikelola Profesional atau Alat Politik?

2 Maret 2025 14:42 2 Mar 2025 14:42

Thumbnail Pro dan Kontra Danantara, Ekonom Unair: Dikelola Profesional atau Alat Politik? Watermark Ketik
Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Keuangan Perusahaan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga (Unair), Rahmat Setiawan. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara Indonesia pada 27 Februari 2025. 

Lembaga ini merupakan superholding yang akan mengelola aset-aset negara dari berbagai BUMN dan lembaga lainnya, dengan tujuan utama mengoptimalkan investasi pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi dan menjadikan Indonesia sebagai pemain global yang kuat.

Dengan aset yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp14 ribu triliun, Danantara memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia

Maka dari itu publik menaruh harapan besar sekaligus kekhawatiran mendalam atas terbentuknya Danantara tersebut. 

Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Keuangan Perusahaan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga (Unair), Rahmat Setiawan, menyoroti potensi dan risiko atas pembentukan lembaga tersebut. 

Rahmat mengungkapkan sejumlah kejanggalan yang berpotensi menimbulkan masalah. Salah satu sorotan utamanya adalah komposisi dewan pengawas Danantara, yang diisi oleh tokoh-tokoh politik berpengaruh. 

"Apakah dana investasi ini akan benar-benar dikelola secara profesional, atau justru menjadi alat politik?, takutkan lembaga ini justru menjadi sebagai alat untuk pendanaan politik kelompok tertentu," ungkapnya pada Sabtu 1 Maret 2025.

Rahmat juga mempertanyakan struktur pengawasan yang dinilainya janggal. Menteri BUMN, yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas, harus mengawasi Menteri Investasi, yang justru menjadi Ketua Badan Pengelola Danantara. 

"Jika menteri mengawasi menteri, apakah bisa objektif?" tegas Ekonom Unair ini.

Ia mengingatkan bahwa tanpa pengawasan ketat, risiko penyalahgunaan dana publik semakin besar, terutama menjelang pemilu. Sejarah menunjukkan bahwa tekanan publik sering kali menjadi faktor penentu dalam mencegah penyimpangan besar di lembaga-lembaga negara.

Meski kelembagaan ini penuh dengan tanda tanya, Rahmat tetap berharap Danantara bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Yakni dengan mengoptimalkan aset negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

"Yang jelas, publik harus terus mengawasi. Jangan sampai Rp14 ribu triliun ini hanya menjadi ladang bancakan politik," ujarnya.

Namun, Ia juga menjelaskan manfaat Danantara memiliki peluang besar untuk mendorong program-program berkelanjutan, seperti transisi dari batu bara ke energi surya.

"Perubahan besar seperti ini membutuhkan dukungan investor yang berani mengambil risiko jangka panjang. Sayangnya, investor swasta sering kali enggan karena tingkat risiko yang tinggi," kata Rahmat.

Sebagai solusi, pemerintah memilih mengonsolidasikan berbagai perusahaan BUMN di bawah Danantara untuk menjadi lokomotif investasi berkelanjutan.

"Secara konsep, ini langkah strategis yang bisa memberikan manfaat bagi generasi mendatang," pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Danantara Ekonom Unair presiden Prabowo Subianto Universitas Airlangga Rahmat Setiawan Pengamat Ekonomi