KETIK, SURABAYA – Di musim pancaroba saat ini, tak sedikit masyarakat mengalami batuk, pilek, demam, hingga diare. Salah satu cara untuk menyembuhkan penyakit tersebut yakni dengan mengonsumsi obat.
dr Annette d’Arqom M Sc Ph D mengungkapkan, penggunaan obat harus dilakukan secara bijak untuk melindungi masyarakat dari hal yang tidak diinginkan. Untuk itu, masyarakat harus cermat dan bijak dalam menggunakan obat.
Menurutnya, ada beberapa penggolongan obat yang harus dipahami yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika.
“Kalau obat bebas di kemasannya ada lingkaran berwarna hijau dan batasnya warna hitam misalnya obat paracetamol dan berbagai jenis vitamin. Sedangkan obat bebas terbatas tandanya lingkaran warna biru dengan batas warna hitam, contohnya obat cacing dan obat anti mual,” tuturnya, Rabu (2/11/2022).
Sementara obat keras ditandai dengan logo lingkaran merah yang di dalamnya terdapat tulisan huruf “K”. Golongan obat ini harus dengan resep dokter, contoh obat golongan ini adalah antibiotik.
"Psikotropika dan narkotika juga harus disertai dengan resep dokter, kedua golongan obat ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat serta menimbulkan ketergantungan sehingga penggunaannya diatur dalam regulasi tersendiri," tambahnya.
Selain penggolongan obat, masyarakat juga perlu mengetahui kandungan di dalam obat. Kandungan obat yang perlu diketahui adalah zat aktif yang terkandung di dalamnya serta kegunaannya.
“Misal kandungannya ada paracetamol, kita harus tahu itu untuk apa. Sedangkan untuk kandungan lain seperti pemanis yang digunakan dalam obat sirup atau pelarutnya bagi masyarakat tidak terlalu penting untuk mengetahui itu. Sudah ada tanggung jawab dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan perusahaan sendiri,” jelasnya.
Untuk mengetahui kandungan obat dapat dilakukan dengan cara membaca kemasan obat. Karena setiap kemasan obat terdapat komposisi, cara pakai, cara penyimpanan, dan lain sebagainya.
Jika masyarakat ingin mengetahui perihal informasi obat lebih lengkap dapat mengakses situs terpercaya milik BPOM yaitu pionas.bpom.go.id yang merupakan pusat informasi obat nasional.
“Disitu banyak sekali ya informasi obatnya. Kalau mau yang secara singkat pakai telemedicine yang ada di google. Kalau ingin mencari tahu boleh saja cari di web, untuk penggunaannya tetap berkonsultasi lebih dahulu ya,” paparnya.
Staf Pengajar Departemen Anatomi, Histologi dan Farmakologi FK Unair ini menuturkan, sebelum membeli obat, masyarakat juga harus memperhatikan KLIK yaitu kemasan, label, izin edar, dan kadaluarsa.
Pastikan kemasan rapi dan tersegel serta tulisan keterangan di kemasan dapat dibaca dengan jelas. Label obatnya, kandungan apa saja, cara penyimpanan, interaksi obat dengan penyakit atau zat tertentu.
"Izin edar juga menjadi hal penting untuk mengetahui apakah obat tersebut dapat dipertanggungjawabkan keasliannya atau obat palsu. Izin edar obat dapat dicek melalui website BPOM. Tanggal kadaluarsa obat juga tak kalah pentingnya, tidak ada jaminan jika setelah melewati tanggal kadaluarsa obat masih dalam kondisi stabil atau tidak," tuturnya.
Terakhir yaitu efek samping dan reaksi simpang obat memiliki definisi yang berbeda. Efek samping merupakan efek sekunder yang ditimbulkan obat dalam batas terapi.
“Misal ya setelah minum obat CTM akan mengantuk, ini yang dinamakan efek samping. Jadi solusinya minum saat akan tidur atau ketika tidak mengoperasikan alat berat,” ucapnya.
Sedangkan reaksi simpang obat merupakan reaksi yang tidak diharapkan dan sifatnya membahayakan serta tidak berhubungan dengan mekanisme kerja obat.
“Misal setelah minum obat ada ruam kulit atau terjadi pengelupasan ya. Tapi hal ini jarang terjadi. Jika terjadi hentikan penggunaan obat dan segera pergi ke pelayanan kesehatan terdekat,” tukasnya. (*)