KETIK, JAKARTA – Ekonom Senior Dr Rizal Ramli kembali menyoroti ambisi Presiden Jokowi membangun dinasti politik. Meskipun kabar tersebut pernah mendapat bantahan.
Namun ia melihat dinasti politik yang dibangun Presiden Jokowi tampaknya semakin subur.
"Jokowi terkesan sengaja membuat klannya sendiri," kata Rizal, Kamis (12/10/2023).
Ambisi itu dinilai telah membuat banyak pendukung dan relawan Jokowi kecewa berat. Bahkan tak sedikit dari dari kalangan pebisnis.
Pasalnya, selama menjabat hampir 10 tahun, Jokowi dinilai malah sibuk membangun kerajaan bisnis dan politik dengan cara-cara instan.
"Anak-anak mereka wajibkan mulai dari pabrik. Lebih brutal dan vulgar dari Orba," tegas Rizal seperti dikutip redaksi melalui akun media sosial X miliknya.
Setelah anak sulung presiden, Gibran Rakabuming Raka menjadi Wali Kota Solo dan sang menantu Bobby Nasution duduk sebagai Wali Kota Medan, kini putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep menjabat Ketua Umum PSI.
"Kok nasib rakyat dan bangsa dipermainkan dengan anak-anak bawang tidak berkualitas? KKN pula," tegas Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu.
Dinasti politik Jokowi ini semakin menguat usai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, resmi mempersunting Idayati, sang adik kandung.
Tak heran publik menilai dinasti politik ini dapat memperburuk pemerintahan apabila kandidat yang tidak memenuhi syarat hanya memanfaatkan sokongan anggota keluarga yang berpengaruh.
Sementara itu, Pemerhati Kebijakan Publik Syafril Sjofyan beberapa waktu lalu mengungkapkan kegagalan dan pelanggaran konstitusi serta penyimpangan ideologi di rezim Jokowi.
Mereka menilai kegagalan demi kegagalan sudah sangat banyak terjadi sehingga gerakan rakyat yang dikenal dengan istilah people power sebagai saluran non linear menjadi pilihan.
Aktivis Pergerakan 77-78 sekaligus Sekjen FKP2B ini menambahkan, ia tidak akan mengupas tentang banyaknya aspek yang telah dilanggar.
Karena menurut Syafril, sudah banyak tulisan dan podcast secara rinci yang mengabarkannya. Poin yang dipilih adalah tentang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dari Jokowi dan keluarganya.
Data dan fakta tentang hal tersebut sebenarnya sudah pernah diungkapkan oleh seorang dosen yang juga aktivis 98, Dr. Ubaidillah Badrun atau kerap disapa Ubed.
"Pada tahun yang lalu telah disampaikan 'pelaporan' kepada KPK. Belum ada kelanjutan prosesnya oleh KPK. Sepertinya 'diendapkan' setelah presiden berganti," sebut Syafril.
Ia mencontohkan, hanya dalam waktu sekitar tujuh tahun jadi presiden, anak-mantu Presiden Jokowi langsung menguasai bisnis dan politik.
"Enak hidup sebagai anak presiden, tidak perlu meniti dari bawah. Langsung loncat pada undakan tinggi," ujarnya.
Syafril menyebut anak presiden, Gibran, jadi Wali Kota Solo. Sedangkan Bobby, sang menantu, jadi Wali Kota Medan. Bahkan konon Prabowo 'ingin menyunting' Gibran menjadi Cawapresnya.
Sedangkan Kaesang yang kini sebagai Ketua Umum PSI disebut sangat berambisi menjadi Wali Kota Depok, Jawa Barat.
"Katanya sudah direstui keluarga (Jokowi) untuk menempati posisi tersebut. Enak tenan anak presiden," ujar Syafril.
Demikian pula dalam bisnis. Ia mengatakan, jika tak tanggung-tanggung aset bisnis kedua anak lelaki Jokowi ini. Nilainya ratusan miliar dan langsung meroket.
"Capaian ratusan miliar tidak perlu susah-susah. Kekayaan mereka tajir melintir, demikian istilah Gen Z," tandasnya.
Ia meretas data CNBC Indonesia online yang menyebut jika bisnis tersebut bergerak di sektor makanan dan minuman hingga fashion.
"Tidak jelas benar apakah produk-produk ini laku dan disukai oleh masyarakat. Namun, supply dana ratusan miliar dengan mudah mereka dapatkan dari 'patner' oligarki," duganya.
"Kasus ini salah satu sangkaan terjadinya money laundering yang disampaikan oleh Ubed ke KPK," ujar Syafril.
Sementara itu, dalam tulisannya, Arief Gunawan, seorang pemerhati sejarah, wartawan senior menyebut bahwa pada esensi praktik KKN dinasti Jokowi ternyata lebih ganas dan merusak dibandingkan dengan dinasti Soeharto.
"Ini merupakan salah satu alasan kenapa Jokowi harus cawe-cawe supaya selamat sekeluarga. Jika demikian sebenarnya bukan demi menyelamatkan bangsa. Tapi kepanikan," ucapnya.
Bagi Syafril, Presiden Jokowi lupa dengan petitih jawa kuno "yen urip mung isine isih nuruti nepsu, sing jenenge mulya mesti soyo angel ketemu". Jika hidup masih dipenuhi dengan nafsu, kemuliaan hidup akan semakin sulit ditemukan.
Namun, lanjutnya, tentu sudah terlambat karena petitih berikutnya “becik ketitik, ala ketara.” Perbuatan baik akan selalu dikenali, dan perbuatan buruk nantinya juga akan diketahui juga.
"Ambisi pribadi Jokowi memanfaatkan jabatan sebagai presiden cawe-cawe pada Pemilu dan Pilpres memenangkan pilihannya agar Jokowi dan keluarganya selamat. Harus mendapatkan perlawanan yang luas dari masyarakat. Saluran non linear berupa people power sangat mungkin terjadi. Ingat sejarah Soeharto jatuhnya karena KKN anak-anaknya," ucap Syafril Sjofyan.(*)