KETIK, CIMAHI – Nama saya Siti Nurjannah. Lahir di Cimahi 20 Agustus 2004. Saya anak tunggal dari orang tua yang hidup rantau asal Jawa Timur.
Saat ini saya adalah mahasiswa Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Semester 4 di Universitas Terbuka Bandung.
Saya ingin bercerita. Saya adalah anak perempuan yang memiliki kedekatan erat dengan ayah saya. Berjuta momen manis bersama ayah telah menjadi bagian dari tumbuh kembang saya.
Dibesarkan dengan penuh kasih sayang membuat saya berpikir, mungkin saya memiliki lebih dari 77 alasan untuk ingin terus hidup di dunia ini. Itu karena saya mempunyai orang tua seperti yang saya miliki saat ini.
Ayah adalah figur yang sangat berpengaruh di kehidupan anak. Terkhusus anak perempuan.
Maka, tak heran jika anak perempuan yang kekurangan peran ayah, kerap mengalihkan harapan besar itu kepada sosok lelaki yang menjadi kekasihnya atau pacar. Tapi tidak dengan saya. Alhamdulillah, saya mendapatkan penuh peran kasih sayang ayah.
*
Pada 2018, ayah saya, Mukriono bin Muntari, mengalami sakit katup jantung bocor. Itu adalah kondisi ketika katup jantung tidak dapat menutup dengan baik sehingga darah mengalir kembali ke ruang jantung sebelumnya.
Kondisi ini dapat menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah sehingga dapat berujung pada kelelahan saat beraktivitas ringan. Tiga tahun awal ayah tidak berani mengambil langkah untuk operasi yang mengharuskannya kontrol setiap bulan.
Pada 2022 ayah memberanikan diri mengambil keputusan berbeda. Dia ingin melakukan operasi untuk kenyamanan aktivitasnya. Mendengar niat itu, saya konsultasi ke dokter bedah dan segera mempersiapkan segala hal.
Mulai dari pemeriksaan kesehatan, tes darah, EKG, urinalisis, dan rontgen dada. Semua itu dilakukan secara berkala sebulan sekali dengan niat agar lebih cepat mendapatkan jadwal operasi. Karena menggunakan BPJS, kami harus antri untuk mendapatkan jadwal tersebut.
*
Pada 29 Desember 2022, saat jadwal operasi segera keluar, qodarullah, ayah dipanggil Allah untuk selamanya.
Tanpa adanya pesan terakhir. Sedih. Kaget. Kecewa terhadap diri sendiri bercampur jadi satu saat itu.
Kenapa saya kecewa? karena di saat-saat terakhir, saya tidak ada di sampingnya untuk menuntun membacakan kalimat “La ilaha illallah”
Ayah menghembuskan nafas terakhir di Klinik Izzati, Kota Cimahi.
Ayah ke sana sebenarnya untuk meminta perpanjang surat rujukan faskes BPJS tingkat lanjut.
Padahal, biasanya ayah enggan datang sendiri karena tidak memahami cara pendaftaran online dan malas menunggu antrian. Terlebih jika tidak ada teman ngobrol.
Hari itu menjadi hari duka sangat dalam bagi saya. Bahkan rasanya mungkin tidak akan bisa saya lupakan.
Selepas salat subuh, ayah masih tampak sehat. Dia sempat menjemur burung kenari dan memberinya makan. Ketika ibu belanja, ayah pergi ke klinik itu.
Tak lama, seseorang menghubungi saya. Itu karena KTP ayah dishare dalam grup. Disebutkan bahwa ayah pingsan di klinik.
Ketika saya sampai di lokasi, betapa kaget saya karena melihat tubuh hingga wajah ayah telah ditutup dengan selimut.
Saya marah pada suster yang saya temui karena merasa perlakuan itu tidak sopan.
Dengan hati-hati suster tersebut lantas mengantar saya ke ruang dokter. Di sana saya dijelaskan. Ayah pingsan, setelah itu kondisinya semakin menurun hingga denyut nadi berhenti.
Jelas cerita dokter itu tidak bisa saya percaya. Karena ayah saya tampak sehat saat berangkat dari rumah.
Ketika selimut ayah dibuka, tangis saya pecah. Hati saya hancur.
*
Hari ini, 29 Desember 2024 tepat dua tahun saya hidup tanpa ayah. Ternyata berat. Banyak hal yang ingin saya ceritakan pada ayah saya yang tampan dan baik itu. Dari hal sedih hingga senang.
Cerita tentang saya melangkah di dunia pageant muslimah. Saya bertemu banyak teman baru yang positif.
Saya juga ingin cerita tentang teman yang dulu suka ke rumah, yang saya anggap teman dekat. Namun, tiba-tiba jahat secara terang-terangan.
Saya ingin bercerita bahwa saya sekarang suka memasak. Bahkan, masakan saya telah saya bagikan untuk Jumat berkah.
Dua tahun berlalu, tapi saya masih sedih dengan kepergian ayah. Setiap malam.
Ikhlas memang berat sekali. Ayah berhasil menjadi ayah yang baik untuk saya. Ayah juga menjadi suami yang hebat untuk ibu.
Seandainya ada kehidupan selanjutnya, saya ingin tetap menjadi anak ayah. Saya akan mencintainya. Sepenuh-penuhnya.
Kenangan bersama ayah akan selalu saya simpan sampai kapanpun. Bagi saya, sampai saat ini kasih sayang ayah masih terasa. Menemani saya di saat sepi meskipun kami berada di dimensi berbeda.
Kehilangan paling menyakitkan dan tidak ada penawarnya adalah ditinggal karena kematian. Tidak peduli seberapa besar kamu merindukannya, ia tidak akan pernah kembali lagi ke dunia.
Saya suka dengan lirik lagu Nosstress yang berjudul Tunjukkan Cintamu.
“Tapi semua yang kau cinta akan pergi, Maka tunjukkan cinta mu sebelum terlambat..." (*)
*) Kanal Ketikers menampung karya tulis pembaca setia Ketik.co.id
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id
- Beri keterangan KETIKERS di kolom subjek
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi. (*)