Bung Karno di Mata Eri Cahyadi: Kota Pahlawan Melekat dengan Sejarah Sang Putra Fajar

13 Juni 2025 20:49 13 Jun 2025 20:49

Thumbnail Bung Karno di Mata Eri Cahyadi: Kota Pahlawan Melekat dengan Sejarah Sang Putra Fajar
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. (Foto: Humas Pemkot Surabaya)

KETIK, SURABAYA – Bulan Juni tak pernah menjadi bulan yang biasa bagi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Setiap Bulan Bung Karno, sosok Ir Sukarno tak hanya dikenang sebagai Proklamator atau Presiden pertama Republik Indonesia baginya, Bung Karno adalah denyut nadi semangat Kota Pahlawan itu sendiri.

Ia ingin sejarah Sang Putra Fajar -julukan lain dari Bung Karno karena lahir di waktu subuh- melekat dengan Arek-Arek Surabaya beserta karakternya. 

“Sejarah Kota Pahlawan tidak bisa dilepaskan dari Bung Karno. Maka dari itu, kami tidak ingin sejarah Bung Karno terus melekat dengan Kota Pahlawan," kata Eri Cahyadi pada Jumat 13 Juni 2025.

Bung Karno bukan hanya sebagai tokoh nasional. Bagi dia, Bung Karno adalah pribadi yang merasakan denyut kota ini sejak muda.

Di Surabayalah, Bung Karno muda mulai ditempa dalam dunia pergerakan hidup di rumah HOS Tjokroaminoto, menyerap semangat Islam, kebangsaan, dan keadilan sosial dalam satu waktu.

Dari gang sempit di Peneleh hingga ruang-ruang diskusi di kampung Ketabang, jejak Bung Karno terpahat dalam-dalam.

Sejarawan sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. Purnawan Basundoro menegaskan bahwa Soekarno sendiri mengakui peran penting Surabaya dalam pembentukan karakternya. 

Lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901, Soekarno menghabiskan masa remajanya di beberapa kota dan akhirnya kembali lagi ke Kota Surabaya saat usia sekolah.

“Meskipun sempat berpindah ke beberapa kota lain di Jawa Timur seperti Jombang, Mojokerto, Tulungagung, dan Sidoarjo, Soekarno kembali ke Surabaya untuk menempuh pendidikan di Hogere Burgerschool (HBS) pada usia 15 tahun,” ujar Prof. Purnawan.

Masa-masa inilah tersebut yang menjadi periode keemasan bagi Soekarno untuk menyerap berbagai pemikiran dari para tokoh pergerakan asal Surabaya seperti, HOS Tjokroaminoto, Dr Soetomo dan lainnya.

Prof. Purnawan menjelaskan bahwa kepribadian Soekarno sangat ditentukan oleh lima hal, salah satunya adalah kondisi Kota Surabaya pada awal abad ke-20.

Surabaya kala itu merupakan kota industri terbesar di Hindia Belanda, dengan kaum buruh yang kerap diperlakukan semena-mena oleh pemerintah kolonial.

Kondisi ini membentuk kepedulian Soekarno terhadap rakyat kecil dan mendorongnya untuk melawan ketidakadilan.

Salah satu faktor terpenting dalam pembentukan pemikiran Soekarno ialah ketika Bung Karno muda tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto di Peneleh, yang kini telah resmi menjadi museum.

Kala itu, Rumah Tjokroaminoto menjadi pusat berkumpulnya para tokoh pergerakan dari berbagai kota dengan ideologi yang beragam, mulai dari Semaun, Musso, hingga Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Setiap malam, Soekarno diajak Cokroaminoto untuk menemui masyarakat dan berdiskusi. Ia juga mendapatkan pelatihan menulis melalui surat kabar Utusan Hindia yang dipimpin Tjokroaminoto. 

“Selama di Surabaya, Soekarno mengaku telah menulis 500 artikel yang dimuat di berbagai surat kabar. Lingkungan Surabaya itu benar-benar membawa pengaruh pada pembentukan karakter seorang Soekarno," ujar dia.

Cerita menarik tentang perjalanan pendidikan Soekarno di Surabaya juga diungkapkan oleh Prof Purnawan.

Soekarno pernah tidak naik kelas di Europeesche Lagere School (ELS) karena kemampuan bahasa Belandanya yang dinilai kurang. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan semangat Soekarno.

“Karena Ayah Soekarno, Soekemi Sosrodiharjo rela mengurangi usia Soekarno satu tahun agar putranya tidak minder dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk bersaing dengan teman-teman Belandanya,” terangnya.

Kritis sejak remaja yang dialami Soekarno, salah satunya saat tidak ragu berkelahi dengan teman-teman Belanda yang memperlakukannya tidak adil membentuk fondasi kepribadiannya yang rasional dan anti-perundungan. 

Sementara itu, pegiat sejarah Begandring Surabaya Kuncarsono Prasetyo juga menegaskan, kontribusi besar Surabaya pada pemikiran dan pola perjuangan Soekarno.

“Betul dalam beberapa buku Soekarno mengakui bahwa sebagai dapurnya nasionalisme Indonesia," tegasnya.

Di samping itu, Kuncar melanjutkan bahwa napak tilas perjuangan Soekarno di Surabaya bisa dilihat dan ditelusuri di kawasan Peneleh.

Di sana terdapat Rumah Kelahiran Soekarno, tepatnya Gang Pandean IV Nomor 40. Selain itu, juga ada jejak Soekarno sebagai pelajar di HBS yang tinggal atau kos di peneleh, Rumah HOS Tjokroaminoto.

“Banyak sekali jejak sejarah Bung Karno di Kota Surabaya, tentunya kita harus bangga sebagai “Arek Suroboyo,” tandasnya. 

Perbincangan mengenai Soekarno dan Surabaya ini semakin relevan di Bulan Bung Karno yang diperingati setiap Juni.

Kisah-kisah tersebut menegaskan pentingnya memahami sejarah dan jejak langkah para pahlawan bangsa. (*)

Tombol Google News

Tags:

Bulan Bung Karno Ir Soekarno Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sejarah kota Pahlawan sejarah Bung Karno Surabaya Kota Pahlawan