KETIK, SURABAYA – Festival Film Ciputra (CFF) ke-4 tahun 2025 resmi dibuka dengan mengangkat isu kontroversial seputar peran kecerdasan buatan (AI) dalam industri film. Acara pembukaan yang digelar di Integrity Hall Universitas Ciputra Surabaya pada Senin (27/5/2025) menampilkan forum diskusi bertema "AI and the Future of the Film Industry: Threat or Opportunity?"
Diskusi terbuka ini menghadirkan dua narasumber utama yaitu Dr. Karen Pearlman dari Macquarie University Australia dan Motulz Anto, praktisi kreatif digital Indonesia.
Dr. Karen Pearlman yang juga berprofesi sebagai sineas telah meraih 34 penghargaan nasional dan internasional melalui trilogi film pendek tentang editor perempuan bersejarah (2016-2020). Karya-karyanya berhasil meraih berbagai penghargaan bergengsi termasuk penghargaan penyuntingan terbaik, penyutradaraan terbaik, dan film dokumenter terbaik.
Sementara itu, Motulz Anto yang kini menjabat sebagai Staf Khusus Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dikenal sebagai pelopor penggunaan AI dalam film Indonesia. Karyanya berjudul "Perjalanan Waktu TVRI" (2024) menunjukkan bagaimana teknologi generative AI dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan sejarah perkembangan TVRI secara audiovisual.
Praktisi kreatif digital, Motulz Anto saat diwawancarai setelah pembukaan Ciputra Film Festival ke 4. (Foto: Ali Azhar D/Ketik.co.id)
Dalam kesempatan tersebut, Motulz Anto memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif CFF yang berani mengangkat isu kontemporer.
"Pastinya saya memberikan apresiasi tinggi kepada CFF. Dengan tema Boundless mereka membuka batasan-batasan bahwa suka tidak suka, setuju tidak setuju, kita harus menghargai perkembangan teknologi yang sudah di depan mata dengan adaptasi dan mengadopsi pemanfaatan teknologi tersebut," ujar Motulz Anto.
Diskusi yang berlangsung dinamis ini mempertemukan berbagai perspektif dari komunitas film, mahasiswa, dan peserta internasional. Pembahasan mencakup potensi AI dalam penulisan naskah, editing otomatis, hingga isu etika terkait orisinalitas karya seni.
Selain forum diskusi, pembukaan CFF ke-4 juga dimeriahkan berbagai acara pendukung fringe events yang terbuka untuk umum. Di area Universitas Ciputra tersedia bazaar tenant yang menampilkan produk UMKM lokal serta painting area sebagai ruang ekspresi visual bagi pengunjung.
Puncak acara hari pertama adalah Private Screening bertema "Boundless Possession" di Mezzanine Universitas Ciputra. Acara ini menayangkan empat film lintas negara dari Iran, Bulgaria, dan Indonesia yang menghadirkan genre horor, thriller, supernatural, hingga science fiction.
Salah satu film tamu yang menarik perhatian adalah "Jenglot Man" yang mengangkat kisah supernatural khas Indonesia. Film ini memadukan elemen jenglot dan dukun dengan konsep superhero yang menggunakan belt untuk transformasi, menciptakan narasi yang anti-mainstream namun memikat.
CFF ke-4 dengan tema "Boundless" akan berlangsung selama lima hari ke depan dengan beragam agenda. Pengunjung dapat menyaksikan pemutaran film, diskusi, workshop, expert session, hingga malam penghargaan sebagai puncak acara.
Festival ini menjadi ajang kreativitas sinema lintas batas yang mempertemukan karya-karya inovatif dari berbagai negara. Dengan mengangkat tema AI dan masa depan industri film, CFF ke-4 menunjukkan komitmennya dalam menghadirkan diskusi relevan bagi perkembangan dunia perfilman. (*)