KETIK, SURABAYA – Kisruh perubahan aturan penjualan gas LPG 3 kg dikeluhkan banyak kalangan. Kebijakan yang dibuat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia itu mulai diberlakukan secara mendadak pada 1 Februari 2025 lalu.
Aturan itu melarang penjualan LPG melon di tingkat pengecer. Sehingga masyarakat yang membutuhkan gas bersubsidi itu harus membelinya ke agen resmi Pertamina yang jumlahnya masih terbatas.
Kebijakan itu dikeluhkan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada ketersediaan LPG bersubsidi. Seperti pedagang gorengan yang ada di Daerah Kusuma Bangsa Surabaya Lo Seng Hie (65).
"Harga naik nggak masalah, yang penting lancar jualane. Tergantung penjualane menurun ya sepi," paparnya pada Selasa 4 Februari 2025.
Potret karyawan Lo Seng Hie saat melayani pelanggan. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)
Ia menyayangkan adanya kelangkaan LPG ini adanya oknum-oknum penimbun yang merugikan masyarakat menengah ke bawah.
"Cuma ada yang nakal ditimbun, jadi tambah langka, LPG mahal gak papa sing penting jangan nggak ada, kalau nggak ada berat," tutur Lo Seng Hie.
Ia mengungkapkan, saat ini daya beli masyarakat menurun maka dari itu Ia berharap pemerintah harus melihat masyarakat terdampak soal kelangkaan LPG.
"Daya beli sekarang rendah, barang mahal semua penjualane sepi jadinya ongkosnya susah," ungkap penjual cakue dan roti goreng ini.
Dengan kebijakan baru ini, masyarakat tidak lagi bisa membeli elpiji 3 kilogram yang biasa dilakukan melalui pengecer. Akibatnya, gas melon untuk orang miskin itu sudah sulit didapatkan.
Kondisi ini membuat masyarakat harus antre untuk memperoleh elpiji di pangkalan lantaran susah mendapatkan gas tersebut di pengecer. (*)