KETIK, SIDOARJO – Pemerintah menyalurkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Bantuan uang tunai ini diharapkan tepat sasaran. Benar-benar terdistribusikan untuk masyarakat yang membutuhkan. Akurasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sangat penting.
Kamis pagi (27 Februari 2025). Kantor Kecamatan Candi terlihat ramai. Ratusan warga duduk-duduk di kursi, lantai, hingga di bawah tiang Bendera Merah Putih. Usia mereka beragam. Ada yang tampak masih belia. Ada pula yang sudah lanjut usia (lansia).
Saat itulah terlihat Sukardi. Lelaki 50 tahun asal Desa Jambangan, Kecamatan Candi, itu tiba bersama cucunya. Naik sepeda motor roda tiga. Berdua. Sukardi mengaku dirinya menderita pengapuran tulang. Tidak bisa berjalan normal. Di antara ratusan warga lain, Sukardi tergolong penyandang disabilitas.
”Istri saya juga sakit seperti ini,” ungkap Sukardi kepada Dhamroni Chudlori, anggota DPRD Sidoarjo asal Tulangan tersebut.
Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori berbincang dengan Sukardi yang baru tiba dengan sepeda motor roda tiga. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Tidak lama kemudian, muncul Satuah. Warga Desa Gelam itu terlihat berjalan tertatih. Keduanya tangannya memegang kruk. Perempuan berusia 52 tahun tersebut mengalami kesulitan saat hendak naik ke balai kecamatan.
Dhamroni lantas membantunya bersama seorang warga lain. Mengambilkan kursi agar Satuah bisa duduk. Dia pun berhasil masuk antrean. Menunggu giliran untuk memperoleh pencairan.
”Para penyandang disabilitas seperti ini harus mendapatkan prioritas layanan. Sangat layak dibantu,” kata anggota DPRD Sidoarjo dari PKB itu.
Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori menghampiri mereka. Beberapa ditanya sedang apa. Semua menjawab tengah menanti giliran untuk menerima uang tunai bantuan dari PKH.
PKH merupakan program pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial Republik Indonesia. Program ini bertujuan mengentaskan masyarakat miskin, menaikkan taraf ekonomi, serta memutus mata rantai kemiskinan. Pencairan PKH dilakukan lewat bank pemerintah atau Kantor Pos.
Sekitar 30 menit, Dhamroni Chudlori berada di antara antrean warga. Dia bertanya-tanya. Berapa nilai bantuan PKH yang mereka peroleh. Ada yang menjawab Rp 400 ribu. Ada pula yang sampai Rp 1,2 juta.
Yang membuatnya bertanya-tanya adalah beberapa penerima uang PKH itu ternyata masih berusia belia. Ada yang mengaku berumur 30 tahunan, bahkan baru sekitar 25 tahun atau 20 tahunan. Masih muda, tapi bukan usia anak sekolah lagi. Masih tergolong usia produktif.
Warga Kecamatan Candi yang sedang antre menunggu giliran dapat bantuan uang PKH pada Kamis (27 Februari 2025). (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Sebagian terlihat mengendarai sepeda motor yang relatif bagus. Ada pula lansia yang terlihat diantar anak-anaknya naik mobil. Di sisi lain, banyak warga yang sebenarnya berhak menerima. Sudah lama menunggu untuk dapat bantuan tersebut.
”Saya kira perlu ada verifikasi dan validasi data lagi terhadap penerima bantuan PKH ini. Agar diterima oleh yang benar-benar membutuhkan,” ungkapnya.
Penerima bantuan PKH ini sudah tercatat dalam DTKS. DTKS adalah singkatan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. DTKS merupakan sistem pendataan yang digunakan pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial kepada masyarakat.
Yang memasukkan data-data itu adalah operator desa. Petugas pencatat penerima PKH diharapkan lebih selektif dalam mengusulkan calon penerima bantuan sosial tersebut. Kalau memang sudah tidak memenuhi kriteria, sebaiknya nama mereka diganti oleh yang benar-benar memerlukan bantuan.
”Ada update data agar benar-benar valid,” kata anggota DPRD Sidoarjo yang juga ketua Fraksi PKB tersebut.
Dia menyatakan yakin. Masih ada janda-janda miskin atau lansia yang membutuhkan bantuan sosial dari pemerintah. Petugas pendataan dan operator desa diharapkan lebih selektif. Agar bantuan PKH itu dinikmati yang berhak.
Penerima bantuan PKH yang tergolong usia produktif sebaiknya dipertimbangkan lagi. Lebih-lebih warga yang sebelumnya tergolong miskin, tapi sekarang sudah tidak kekurangan lagi. Punya kendaraan bagus, pakaian bagus, tubuh masih sehat, dan sebagainya. Sebab, bantuan PKH ini bukan warisan yang bisa diberikan turun-temurun.
”Saya berharap peran Dinas Sosial Sidoarjo untuk melakukan validasi data ini. Termasuk, apakah penerima PKH juga memperoleh bantuan lain dari pemerintah,” tambah Dhamroni Chudlori.
Pemerintah menetapkan lima kelompok penerima bansos PKH 2025. Ada beberapa kategori. Pertama, kategori kesehatan. Yang berhak menerima adalah ibu hamil. Wanita hamil yang tercatat dalam satu keluarga. Dengan jumlah maksimal dua kehamilan.
Selain itu, anak usia dini. Yaitu, anak berusia 0 sampai 6 tahun yang belum mengikuti pendidikan formal. Jumlah maksimal dua anak dalam satu keluarga.
Kedua, kategori pendidikan. Yang berhak menerima adalah anak sekolah dasar (SD/MI Sederajat). Mereka masih dalam usia sekolah dasar dan belum menyelesaikan pendidikan wajib. Selain itu, anak yang masih bersekolah di tingkat SMP/MTs sederajat dan SMA/MA sederajat.
Ketiga, kategori kesejahteraan. Mereka yang berhak menerima adalah orang lanjut usia. Berusia 60 tahun ke atas yang tinggal bersama keluarga atau secara mandiri. Selain itu, para penyandang disabilitas. Mereka adalah individu dengan disabilitas yang tergabung bersama keluarga atau tercatat sendiri.
Nilai bantuan uang yang diterima bergantung komponen masing-masing kategori tersebut. Satu keluarga bisa menerima bantuan yang nilainya berbeda dari keluarga lain. (*)