Mengenal Batik Punokawan Seharga 50 Juta di Kota Batu

Jurnalis: Sholeh
Editor: Mustopa

25 Februari 2024 07:41 25 Feb 2024 07:41

Thumbnail Mengenal Batik Punokawan Seharga 50 Juta di Kota Batu Watermark Ketik
Sumari menunjukkan Batik Punokawan dan Batik Cumikan yang berharga Rp 50 Juta di galerinya di Desa Pandanrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu Jawa Timur. (Foto: Sholeh/ketik.co.id)

KETIK, BATU – Sumari, warga Desa Pandanrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu Jawa Timur memiliki karya batik yang dibanderol Rp 50 juta per lembar.

Menurut Sumari, batik punakawan menggambarkan lima tokoh yang ada di cerita pewayangan Jawa. Yaitu Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Tokoh ini merupakan perwujudan dari sifat dan watak manusia. 

"Kebetulan dulu sebelum membatik, saya menekuni seni membuat wayang kulit. Kemudian, yang saya tekuni itu, saya tuangkan dalam batik," kata Sumari, Minggu (25/2/2024).

Bagi Sumari, batik tidak hanya selembar kain, namun sebuah karya seni dari seorang seniman sehingga memiliki harga sendiri untuk karya yang dihasilkan. Begitu pula, batik-batik karya Sumari telah memiliki pelanggan yang siap membeli.

"Harga Rp50 juta ini semua orang sudah menanti-nanti. Jadi, mereka akan langsung membeli. Sudah ada penikmat seninya," tambahnya.

Sumari membutuhkan waktu satu tahun untuk membuat Batik Punokawan. Karena Batik Punokawan adalah karya seni, yang menurutnya harus penuh nilai filosofi. Sehingga, harus dibuat dengan mengikuti hati.

Selain batik Punokawan, Sumari juga menjual batik Cumikan yang dibanderol sama yaitu Rp 50 juta.

"Batik yang saya produksi seperti batik pakeman harganya paling murah Rp7 juta. Yang paling mahal batik saya pernah terjual Rp 68 juta," ujarnya 

Sumari mengemukakan, ciri khas dari Batik karyanya, secara umum pasti ada apelnya karena berasal asal dari Kota Batu. Batik-batik karya Sumari beberapa kali telah menembus pasar internasional seperti Belanda, Jepang, Singapore dan Malaysia.

"Saya berpikir, kalau di Kota Batu dikembangkan batik yang punya ciri khas. Pasti kita punya pasar yang tetap. Karena kalau batik yang biasa orang melihat malah sudah umum, sudah semua batik," jelas Sumari.

Sumari mulai membatik pada tahun 1992. Sejak itu pula ia mulai mengikuti pameran- pameran batik, mulai dari dalam negeri hingga luar negeri. Sehingga pengalamannya dalam dunia batik tidak perlu diragukan lagi. 

"Batik untuk dapat hak merek dan bisa ekspor harus diuji secara SNI di Balai Penelitian Batik Yogjakarta. Namanya batik mark, batik yang bisa masuk pasar internasional," ulas Sumari.(*)

Tombol Google News

Tags:

Kota Batu Batik Batik Sumari Batik Punokawan