Menjaga Jawa Timur dari Cukai Hasil Tembakau Agar Tak Kacau

1 Juni 2025 22:36 1 Jun 2025 22:36

Thumbnail Menjaga Jawa Timur dari Cukai Hasil Tembakau Agar Tak Kacau
Dua orang meninjau tanaman tembakau di area tanam Desa Wanglukulon, Senori, Tuban, Jawa Timur pada September 2024. (Foto Ahmad Istihar/Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Teringat salah seorang pria paruh baya yang sedang duduk menunggui seseorang di halaman toko swalayan di kawasan Jalan Ketintang Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Pria itu tampak tak berhenti memperhatikan seseorang yang saat itu mengisap sebatang rokok. Mereka tak saling kenal, tapi saat akan membuang rokok kreteknya, pria itu mendekat dan meminta agar sisa atau puntung rokok tak dibuangnya.

“Jangan dibuang mas. Kalau boleh saya ambil, tidak apa-apa sisa. Saya butuh tembakaunya,” ucap pria yang saat itu mengenakan kaos putih lengan panjang dan menyelempangkan tas kecil hitam di pundaknya.

Sang perokok tak banyak bicara, lantas memberikan puntung rokok tersebut sembari tersenyum lalu meninggalkan bangku yang ia duduki tadi.

Sang pria itupun berganti duduk di bangku tersebut dan membuka puntung rokok yang baru didapatnya. Tangannya juga dimasukkan ke saku kaos yang ternyata sudah ada dua puntung rokok kretek lainnya.

“Ya syukurlah masih bisa rokok-an. Ini saya linting sendiri pakai kertas papir,” ucapnya ketika disapa sembari sesekali mengobrol hingga tembakau sisa kretek yang dikumpulkannya tadi menjadi sebatang rokok seperti baru.

Pria itu lalu mengisap “rokok buatannya” dalam-dalam, tampak sangat menikmatinya sambil melihat kendaraan yang lalu lalang di jalan.

Belum habis rokok itu diisapnya, ia tiba-tiba “nyeletuk” dan mengaku sebenarnya bisa membeli rokok yang baru, namun ia lebih memilih membeli makan.

“Saya sempat melihat teman memungut puntung rokok temannya. Lalu dilinting dan jadi rokok. Meski ia bilang kalau berpengaruh pada kesehatan, tapi tidak apa-apalah, yang penting bisa merokok dan bisa makan,” tutur dia.

Tak itu saja, ia juga mengaku lebih baik merokok lintingan ketimbang membeli rokok tanpa cukai yang disebutnya ilegal.

“Begini-begini saya juga mikir lho mas, daripada tidak ada cukainya, berarti tidak ada sumbangan untuk negara. Apalagi aslinya kan dilarang?,” kata dia yang sesaat kemudian berpamitan tanpa menyebutkan nama dan ke mana tujuannya.

Cukai Hasil Tembakau (CHT) memang menjadi pembahasan dan sorotan utama akhir-akhir ini, dan itu menjadi salah satu yang disuarakan hingga menjadi perhatian pada momen Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2025.

Isunya adalah rencana kenaikan CHT tahun 2026. Di Jawa Timur, Dana Bagi Hasil CHT digunakan untuk kemaslahatan masyarakat seperti untuk penegakan hukum, layanan kesehatan masyarakat hingga bantuan tenaga kerja pada industri kecil menengah (IKM).

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga telah menunjukkan komitmen kuatnya dalam mendukung revisi pasal-pasal terkait tembakau serta makanan dan minuman dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Dukungan ini ditandatangani Gubernur Khofifah bertepatan pada Mau Day tahun ini bersama Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (RTMM) Jawa Timur di hadapan ribuan buruh.

Gubernur Khofifah tegas mendukung rekomendasi buruh untuk merevisi PP 28/2024, khususnya pasal-pasal yang menyentuh isu sensitif tentang tembakau, makanan, dan minuman.

Selain itu, orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut menyetujui permintaan buruh untuk menolak rencana pengenaan cukai pemanis pada produk makanan dan minuman, serta menolak kenaikan cukai rokok tahun 2026.

Dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, dinyatakan bahwa Gubernur Jawa Timur merekomendasikan kepada Presiden dan DPR RI untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023, khususnya pasal-pasal terkait tembakau, makanan dan minuman.

Ketua RTMM Jawa Timur Purnomo yang turut hadir dan menjadi inisiator dalam pertemuan May Day tersebut menegaskan perjuangan ini dilakukan untuk melindungi keberlanjutan sektor tembakau dan makanan-minuman yang selama ini menjadi tumpuan hidup jutaan pekerja.

"Ini adalah bukti nyata keberpihakan terhadap rakyat kecil dan pekerja sektor strategis. Terima kasih Gubernur Khofifah," tukas Purnomo saat itu.

Pihaknya juga mengingatkan bahwa rencana kenaikan cukai tahun 2026 berpotensi menambah beban pelaku usaha dan memperbesar gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sementara itu, Jawa Timur masih tercatat sebagai provinsi dengan jumlah Industri Hasil Tembakau (IHT) terbanyak di Indonesia.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), IHT di Jawa Timur hingga akhir tahun 2024 berjumlah 1.352 unit industri.

Jumlah tersebut terdiri dari Industri Besar yang mencapai 53 unit industri, Industri Menengah mencapai 18 unit industri dan Industri Kecil mencapai 1.281 unit industri.

Besarnya IHT di provinsi tersebut juga berpengaruh pada penyerapan tenaga kerja, baik di sektor Hilir (off farm), maupun di sektor hulu (on farm).

Tentu ini berpengaruh pada kondisi dan stabilisasi perekonomian di wilaya setempat. Hasilnya, Jawa Timur mencatatkan pertumbuhan impresif di triwulan I tahun 2025.

Berdasarkan data BPS per 5 Mei 2025, secara umum ekonomi Jatim tumbuh sebesar 5 persen secara y-o-y. Angka tersebut meningkat dibandingkan capaian triwulan I tahun 2024 sebesar 4,81 persen.

Angka ini tercatat lebih unggul dari nasional sebesar 4,87 persen. Serta juga mengungguli provinsi Jabar sebesar 4,98 persen, Jateng sebesar 4,96 persen dan juga DKI sebesar 4,95 persen.

Merujuk dari data yang sama, pertumbuhan tertinggi pengungkit ekonomi Jatim di periode ini terjadi pada lapangan usaha pengadaan listrik dan gas yang tumbuh sebesar 10,40 persen.

Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Jatim juga diungkit dari lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan yang tumbuh sebesar 14,17 persen.

Pertumbuhan ekonomi ini mencatatkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim pada Triwulan I - 2025 Atas Dasar Harga Berlaku mencapai Rp819,30 triliun atau naik sebesar Rp16,850 triliun dibanding Triwulan IV - 2024.

PDRB Jatim didominasi oleh Industri Pengolahan (31,42 persen), Perdagangan (18,70 persen), Pertanian (10,22 persen), konstruksi (8,49 persen) serta Akomodasi dan Makanan Minuman (6,24 persen).

Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Jawa Timur adalah pertumbuhan ekonomi inklusif. Bahwa pertumbuhan ekonomi Jatim dirasakan seluruh lapisan masyarakat sehingga berdampak pada pengurangan kemiskinan dan pengangguran.

Seiring dengan ekonomi terus tumbuh, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Timur juga terus menurun. Dari data BPS, TPT Jatim pada Februari 2024 tercatat sebesar 3,74 persen, di Februari 2025 turun menjadi 3,61 persen.

Ini yang harus dijaga dan menjadi perhatian semua pihak terkait. Yang terpenting dari semuanya adalah menjaga cukai hasil tembakau agar tak kacau. Tentu imbasnya, yakni dana bagi hasil cukai hasil tembakau dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat di daerah di seluruh Jawa Timur. (*)

Tombol Google News

Tags:

tembakau hasil cukai DBHCHT Jawa timur