KETIK, SURABAYA – Rapat Paripurna Penyampaian Pendapat Akhir (PA) fraksi-fraksi di DPRD Provinsi Jawa Timur kembali digelar, kali ini membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2024.
Raperda ini sebelumnya telah disampaikan oleh Gubernur Jatim Khofifah pada sidang paripurna pada 22 Mei 2024. Dalam paripurna kali ini, Pemerintah Provinsi Jatim diwakili oleh Pjs. Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak dan Sekdaprov Jatim Adhy Karyono.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), dalam akhir pandangannya menyetujui Raperda Provinsi Jatim tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024, untuk ditetapkan menjadi Perda di Pemprov Jatim. Namun, sejumlah catatan disertakan dan ditandatangani oleh Lilik Hendarwati, sebagai ketua.
FPKS menyampaikan, pengelolaan keuangan daerah harus transparan, akuntabel dan disertai dokumen pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2024 setelah diaudit BPK RI.
"Ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, bahwa Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban penggunaan APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran berakhir," kata Khusnul Khuluk, Senin, 2 Juni 2025.
FPKS mengapresiasi predikat LHP BPK menjadi indikator positif, bahwa secara administratif, manajemen pengelolaan keuangan daerah sesuai standar keuangan dan akuntansi pemerintahan serta peraturan perundangan-undangan. Meski prestasi seperti itu sebenarnya bukan prestasi yang luar biasa, hanya predikat yang wajar. Hal penting yang harus diperhatikan adalah efektivitas dan dampak alokasi anggaran terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.
"Ada beberapa catatan untuk mendapatkan perhatian saudara gubernur, guna perbaikan pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik, tak sekedar mendapat status opini WTP, tapi bagaimana status WTP bisa berdampak peningkatan kesejahteraan masyarakat," pintanya.
Kemudian, mengenai pelampauan pendapatan tahun 2024 yang mencapai 110,32%, atau senilai Rp3.318.302.358.067,61, FPKS mengingatkan agar Pemprov Jatim tidak lengah, khususnya pada subkomponen PAD.
Selanjutnya perlu dilakukan evaluasi menyeluruh dari target PAD, kajian pencanangan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat dan target pertumbuhan ekonomi sesuai RPJMN 2025–2029.
"Mengenai realisasi belanja daerah tahun 2024, FPKS menyoroti masih adanya 3,86% belanja yang tidak terserap, dengan nilai mencapai Rp1.387.963.708.198,20. Oleh karena itu, FPKS menyarankan Pemprov Jatim untuk melakukan mitigasi terhadap OPD yang realisasi belanjanya masih di bawah rata-rata atau di bawah 96,14%.
"Dengan melakukan evaluasi terhadap program dan bentuk kegiatan, tujuannya agar di tahun yang akan datang serapan belanja dapat meningkat," harapnya.
Kemudian untuk belanja modal yang serapannya 93,09%, khususnya sub komponen belanja modal jalan, jaringan dan irigasi sebesar 78,67%, FKPS berpendapat Pemprov Jatim perlu melakukan evaluasi kinerja OPD. Teknis dengan peningkatan perencanaan, pengawasan pekerjaan sehingga untuk APBD tahun berikutnya serapan belanja modal dapat meningkat.
FPKS juga menyoroti surplus anggaran dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2024. Mereka sependapat dengan jawaban eksekutif mengenai tindak lanjut penggunaan APBD Perubahan 2025 dan APBD 2026. Untuk itu, FPKS akan mengawal usulan penggunaan SILPA tahun 2024 sebesar Rp4.706.266.066.265 pada APBD tahun berikutnya.
Prioritas penggunaannya antara lain adalah pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) baru di bidang transportasi. BUMD ini akan menaungi Trans Jatim, Trans Laut, dan perhubungan secara umum, guna meningkatkan fleksibilitas dalam investasi dan ekspansi usaha, penambahan armada, koridor, rute, fasilitas, revitalisasi terminal, serta rencana bisnis transportasi.
Pembentukan BUMD baru atau penguatan BUMD lama dengan penyertaan modal bergerak di sektor alat kesehatan, pangan, dan lingkungan atau limbah sesuai peraturan yang berlaku.
Terkait realisasi belanja hibah daerah tahun 2024, FPKS menyoroti alokasi sebesar Rp4.409.012.000.000 atau 97,56% dari pagu anggaran Rp4.519.459.000.000. Dalam implementasi penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan, Pemprov Jatim diminta untuk menjalankan saran dari Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah III KPK, yaitu reformasi SOP dan tata kelola pelaksanaan agar lebih tertib, efisien, dan transparan.
"Untuk itu FPKS menyarankan agar Pemerintah Provinsi Jatim juga dapat meningkatkan pembinaan kepada penerima hibah agar mencapai akuntabilitas yang diharapkan," pungkasnya. (*)