KETIK, PALEMBANG – Relung Forum mengadakan diskusi bertema "Mendalami Komitmen Calon Kepala Daerah dalam Transisi Energi di Sumsel" di Kawan Ngopi Cafe, Jumat 22 November 2024.
Dalam diskusi itu, para narasumber membedah komitmen menuju energi bersih para calon kepala daerah (Cakada) Sumsel.
Akademisi Ahli Lingkungan dari Universitas Sriwijaya, Imam Asngari mengatakan, perubahan atau transisi dari energi fosil menjadi energi nonfosil akan membuat suatu kejutan dalam sektor ekonomi.
Dia menjelaskan, sektor ekonomi provinsi Sumsel masih sangat bergantung pada pertambangan. Imam memaparkan, sektor pertambangan dan penggalian masih menyumbangkan lebih dari 30 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumsel.
"Perubahan dari energi fosil ke nonfosil akan membuat suatu kejutan dalam ekonomi, ekonomi bisa menurun dari berbagai skenario," katanya.
Untuk mendukung transisi energi kotor menuju energi baru terbarukan (EBT), Imam mengatakan bahwa pemerintah juga perlu melakukan transformasi ekonomi.
Sebab, dengan mengurangi pendapatan dari sektor pertambangan, maka masyarakat, khususnya mereka yang menggantungkan pendapatan dari pertambangan, harus mencari sumber penghidupan baru.
Apabila transisi energi tak sejalan dengan transformasi ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi Sumsel akan menurun.
"Tentu pertumbuhan ekonomi di pertambangan akan berkurang, hal ini menyebabkan ekonomi menurun, kemiskinan meningkat, dan pengangguran meningkat," ujar dia.
Sementara itu, Direktur Pilar Nusantara, Rabin Ibnu Zainal mengungkapkan, para calon kepala daerah (Cakada) Provinsi Sumsel telah memiliki program seputar transisi dan ketahanan energi.
Namun, dari ketiga cakada yang ada, Rabin menganalisis bahwa apa yang disampaikan oleh para cakada baru sebatas tataran pengetahuan dasar transisi energi.
Menurutnya, program-program yang disampaikan baru sebatas peroalan teknis yang mudah untuk dibahas. Akan tetapi, mereka belum memiliki pola pikir yang mendalam mengenai perubahan energi.
"Dari ketiga kandidat, saya menganalisis apa yang dibicarakan itu baru tataran pengetahuan dasar transisi energi, persoalan teknis yang mudah. Kandidat belum paham ketika melakukan transisi energi dampaknya apa. Itu hanya sebatas program, bukan mindset," paparnya.
Dia menyebutkan, jika transisi energi diharapkan mempunyai dampak positif, maka harus diiringi juga dengan transformasi ekonomi untuk menjamin pekerjaan dan tatanan sosial di masyarakat.
"Transisi energi tanpa transisi ekonomi, itu kebablasan. Tidak ada master plan," tegasnya.
Lebih lanjut, Jurnalis dari Jejaring Transisi Energi, Taufik Wijaya menyatakan, untuk melihat komitmen cakada Sumsel mengenai transisi energi, maka masyarakat bisa melihat latar belakang para calon.
Sebab, latar belakang para calon merepresentasikan tingkat kepedulian dan pemahaman mereka mengenai suatu permasalahan, dalam hal ini masalah transisi energi kotor menuju EBT.
"Kita analogikan tukang bakso yang ingin memajukan industri pempek. Itu 'kan tidak masuk akal. Harusnya tukang pempek yang memajukan industri pempek, karena itu bidang dia," tuturnya.
Dia berharap para pemilih bisa bijak dalam menentukan pilihannya, sebab energi bersih harus dikembangkan berdasarkan nilai ekonomis yang dinikmati masyarakat, bukan hanya menguntungkan industri semata.
Menurutnya, transisi energi kotor menuju EBT memiliki sejumlah peluang positif untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, peluang tersebut belum disertai transformasi ekonomi yang jelas.
"Ada berapa peluang yang cukup menarik. Ada strategi, tapi tranformasi ekonominya belum jelas," tutupnya. (*)