Buwono Keling, Penguasa Pacitan yang Tewas Gegara Menolak Masuk Islam

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: M. Rifat

13 Januari 2024 13:04 13 Jan 2024 13:04

Thumbnail Buwono Keling, Penguasa Pacitan yang Tewas Gegara Menolak Masuk Islam Watermark Ketik
Santoso tengah menunjukkan makam Ki Buwana Keling, yang berada di Purwoasri, Kebonagung, Pacitan. (Foto: Al Ahmadi/Ketik co.id)

KETIK, PACITAN – Ki Ageng Buwono Keling, penguasa Wengker Kidul pesisir selatan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, meninggal dunia sekitar tahun 1400-an silam.

Ia wafat setelah menolak masuk Islam, agama yang sedang berkembang pesat di Nusantara pada masa itu.

Buwono Keling, merupakan menantu dari Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit. Ia menikahi Raden Ayu Retno Dumilah, putri dari Prabu Brawijaya.

Ki Ageng Buwono Keling memiliki dua orang putra, yaitu Ki Ageng Selo dan Ki Ageng Getas Pandawa.

Pemimpin Budha itu juga dikenal sebagai sosok yang sakti mandraguna dan memiliki banyak pengikut. Sebagai sosok yang disegani, tidaklah mungkin dirinya menjadi mudah untuk ditaklukkan.

"Buwono Keling itu punya kuku ponco seno seperti Raden Werkudara, juga punya khodam macan putih, dan tidak setiap orang diperlihatkan," jelas Juru Kunci Makam, Santoso (75) menirukan cerita para pendahulu, Minggu (14/1/2024).

Suatu ketika, datanglah para pendakwah Islam dari Kerajaan Demak Bintoro yang dipimpin oleh Ki Ageng Petung, Ki Ageng Posong dan Syekh Maulana Maghribi.

Mereka meminta Ki Ageng Buwono Keling dan seluruh pengikutnya untuk masuk Islam.

Namun, sosok sakti tersebut menolak permintaan tersebut. Ia tetap mempertahankan keyakinannya sebagai penganut Buddha Siwa. Hal ini membuat para pendakwah Islam menjadi mengambil keputusan.

Foto Juru kunci makam Ki Ageng Buwono Keling, Santoso, saat bercerita kesaktian penguasa wengker selatan Pacitan masa lampau. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)Juru kunci makam Ki Ageng Buwono Keling, Santoso, saat bercerita kesaktian penguasa wengker selatan Pacitan masa lampau. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

Kemudian, terjadilah perang antara Buwono Keling dan para pendakwah Islam.

Perang tersebut berlangsung lama dan sengit. Ki Ageng Buwono Keling yang memiliki kesaktian luar biasa, tidak bisa dikalahkan oleh para pendakwah Islam.

Akhirnya, Syekh Maulana Maghribi melakukan tapa atau semedi guna mencari petunjuk kepada Allah SWT.

Setelah mendapatkan petunjuk, Syekh Maulana Maghribi berhasil mengetahui kelemahan Ki Ageng Buwono Keling, yaitu sebuah tongkat pusaka berbahan kayu sono keling.

Tongkat pusaka tersebut kemudian diambil oleh Syekh Maulana Maghribi secara diam-diam. Setelah tongkat pusaka tersebut ditancapkan ke tanah, kesaktian Ki Ageng Buwono Keling pun hilang.

"Tongkatnya itu sekarang tumbuh menjadi pohon Sono Keling besar di samping makamnya yang berada di Purwoasri," terangnya.

Ki Ageng Buwono Keling kemudian dapat dikalahkan oleh para pendakwah Islam. Ia dibunuh dan tubuhnya dipotong-potong menjadi tiga bagian, yaitu kepala, tubuh dan kaki.

Kini, kepala Ki Ageng Buwono Keling dimakamkan di Dusun Nglaos, Desa Banjarjo, Kecamatan Kebonagung, Pacitan. Tubuh Ia dimakamkan di Dusun Njati, Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung.

Sedangkan bagian kaki, dimakamkan di Dusun Sampang, Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung.

Ketiga makam tersebut terletak di tiga tempat yang terpisah oleh sungai. Hal ini dilakukan agar tubuh Ki Ageng Buwono Keling tidak dapat menyatu kembali, konon ia memiliki ajian pancasona.

Hingga saat ini, makam Ki Ageng Buwono Keling sering dikunjungi oleh para peziarah. Mereka percaya bahwa Ki Ageng Buwono Keling memiliki aura spiritual kuat dan bisa memberikan berkah kelancaran kepada mereka.

"Hadiah tanah di Wengker Kidul itu, entah murni sebagai hadiah atau memang cara kerajaan untuk membunuh Ki Ageng Buwono Keling secara perlahan," tutup tokoh masyarakat setempat, Zainuddin. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan Penguasa Wengker Kidul Ki Buana Keling Ki Buwana Keling Pacitan