KETIK, SURABAYA – Kepolisian Jepang mengakui ada kekurangan dalam pengamanan mantan Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe, yang ditembak mati di kota Nara. "Tidak dapat disangkal ada persoalan dalam keamanan," kata Kepala Kepolisian Nara, Tomoaki Onizuka. Seorang pria bersenjata menembak Abe di acara kampanye politik - aksi kejahatan yang sangat mengejutkan Jepang.
Tersangka pelaku pembunuhan mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Tetsuya Yamagami (41), membeberkan alasannya melancarkan aksinya pada Jumat (8/7) lalu. Semula, Yamagami disangka memiliki dendam terhadap kiprah Abe di politik dan sebagai PM Jepang yang memiliki masa jabatan terlama itu.
Namun, Yamagami mengatakan kepada penyelidik kepolisian bahwa ia memiliki dendam terhadap Abe akibat dugaan keterkaitan eks PM 67 tahun itu dengan suatu organisasi keagamaan. Ia mengaku tak memiliki prasangka buruk apa-apa soal karir politik Abe.
Yamagami meyakini Abe terkait sebuah komunitas keagamaan dan mempromosikannya hingga ibunya rela menggelontorkan donasi dalam jumlah yang sangat besar kepada organisasi tersebut.
Menurut laporan koran Yomiuri yang mengutip sumber dari tim investigasi, Yamagami mengatakan kepada polisi bahwa ibunya jadi bangkrut gegara memberikan donasi tersebut.
"Keluarga saya bergabung dengan agama itu dan hidup kami menjadi lebih sulit setelah menyumbangkan uang untuk organisasi tersebut," kata Yamagami dikutip dari pernyataan sumber polisi.
"Saya ingin menargetkan pejabat tinggi organisasi itu, tetapi itu sulit. Jadi, saya membidik Abe karena saya yakin dia terikat (dengan organisasi). Aku ingin membunuhnya," paparnya menambahkan seperti dikutip Asahi Shimbun.
Sementara itu, seorang pria yang mengaku sebagai kerabat Yamagami membenarkan keluarga pelaku memiliki masalah dengan organisasi keagamaan.
"Keluarganya hancur akibat kelompok [keagamaan]. Saya yakin Yamagami menderita karena organisasi itu," tutur sang kerabat.
Yamagami sendiri hidup bersama satu kakak laki-laki dan satu adik perempuan. Ayah Yamagami memiliki sebuah perusahaan konstruksi tetapi meninggal dunia saat Yamagami masih anak-anak.
Sementara itu, ibu Yamagami mengambil alih perusahaan, tetapi ia masuk dalam aktivitas kelompok keagamaan dan mendonasikan uang dalam jumlah besar ke kelompok itu.
Donasi ini disebut-sebut menjadi alasan perusahaan keluarga Yamagami bangkrut. Perusahaan konstruksi tersebut dibubarkan pada 2009.
Kerabat Yamagami juga mengatakan pria itu melewati masa sulit sejak kecil akibat kelompok keagamaan yang diikuti ibunya. Ia menilai ibu Yamagami mencoba mencari jawaban kehidupan lewat organisasi keagamaan.
"Dia [ibu Yamagami] adalah janda, dan saya pikir dia merasa tidak aman memikirkan masa depan keluarganya," kata kerabat itu lagi.
Selain itu, sang kerabat mengaku sering mendapatkan telepon dari ketiga anak ibu Yamagami. Yamagami juga pernah mengeluh kelaparan karena tak memiliki uang untuk makan.
"Kami tidak memiliki makanan di rumah," kata sang kerabat, mengingat pengakuan Yamagami bersaudara.
Kerabat Yamagami juga mengaku telah memberikan uang ke Yamagami bersaudara dan kadang-kadang memberikan makanan ke keluarganya. (*)