80% Pemda se-Indonesia Sudah Miliki Aturan Kawasan Tanpa Rokok, Tapi Penerapannya Belum Efektif

Jurnalis: Husni Habib
Editor: M. Rifat

25 Januari 2024 05:42 25 Jan 2024 05:42

Thumbnail 80% Pemda se-Indonesia Sudah Miliki Aturan Kawasan Tanpa Rokok, Tapi Penerapannya Belum Efektif Watermark Ketik
Ketua Ketua RGTC FKM Unair Santi Martini. (Foto: Dok. Ketik.co.id)

KETIK, SURABAYA – Merokok merupakan penyebab kematian utama di dunia yang dapat dicegah. World Health Organization melaporkan bahwa epidemi merokok telah menyebabkan lebih dari lima juta orang meninggal sebagai perokok aktif dan sekitar 600.000 orang meninggal akibat terpapar asap rokok orang lain (perokok pasif) setiap tahun.

Saat ini, lebih dari 60 juta penduduk Indonesia merupakan perokok aktif. Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan menempatkan Indonesia di peringkat ketiga di dunia setelah China dan India (IAKMI, 2020).

Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat dari Asap Rokok Orang Lain dan menjamin hak setiap orang menghirup udara bersih dan sehat.

Pelaksanaan penegakan Kawasan Tanpa Rokok membutuhkan dana yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah daerah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Dalam pelaksanaanya, pemerintah daerah dapat menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan pajak rokok. Namun belum banyak daerah yang telah memiliki peraturan daerah terkait KTR memanfaatkan dana tersebut.

Ketua Research Group Tobacco Control (RGTC) FKM Unair, Santi Martini mengatakan Kota Surabaya telah menginisiasi dan sedang mengimplementasikan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2019 dan Peraturan Walikota Nomor 110 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pada 5 tahun berjalan pelaksanaan regulasi KTR yang sedang berjalan ini perlu diikuti dengan monitoring dan evaluasi.

Foto Para pemateri yang hadir di workshop penggunaan pajak rokok dan dana bagi hasil cukai hasil tembakau. (Foto: Dok. Ketik.co.id)Para pemateri yang hadir di workshop penggunaan pajak rokok dan dana bagi hasil cukai hasil tembakau. (Foto: Dok. Ketik.co.id)

Saat ini sudah 80 persen kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki regulasi Undang-Undang KTR mulai dari perwali, perbup, perda, dan pergub. Namun sayang dalam penerapannya masih diperlukan sosialisasi secara masif, karena banyak masyarakat yang belum memperhatikan penerapan KTR.

“Inilah yang harus kami jaga karena tidak hanya sekadar punya peraturan tetapi juga penerapannya. Salah satu yang menjadi tantangan ini adalah SDM (sumber daya manusia),” kata Santi saat menjadi pembicara di Workshop Penggunaan Pajak Rokok dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, Rabu (24/01/2024) di Surabaya.

Dr. Benget Saragih, M.Epid selaku Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Dit P2PTM Kemenkes RI menyatakan prevalensi perokok anak terus meningkat disebabakan karena salah satunya anak meniru orang tua/keluarga yang merokok. Faktanya rokok menempati peringkat kedua pengeluaran terbesar masyarakat dibandingkan makanan bergizi seperti telur atau kebutuhan pokok lainnya seperti bensin dan Listrik.

"Mengingat jumlahnya yang terus meningkat, diperlukan edukasi dan kampanye bahaya merokok dimasukkan dalam kurikulum merdeka, kampanye merokok (sekolah dan pesantren), media sosial, melibatkan masyarakat dan remaja," terangnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

RGTC Cukai Rokok dan Hasil Tembakau KTR Perokok pasif perokok aktif Unair Kesehatan Masyarakat