KETIK, PACITAN – Langit terik Pacitan, seakan ikut menyelimuti amarah para mahasiswa yang berkumpul di depan Pendopo Kabupaten. Mereka datang dalam satu suara, di bawah bendera Aliansi Cipayung Pacitan.
Dengan membawa spanduk, poster, hingga sebuah keranda berhiaskan foto presiden dan wakil presiden, mereka bersiap menyampaikan tuntutan mereka kepada pemerintah.
Aliansi ini terdiri dari berbagai organisasi kemahasiswaan: PMII yang diketuai oleh Al Ahmadi, HMI dengan Roky Prima Utama sebagai pemimpinnya, GMNI yang dikomandoi oleh Febri Firdiansyah, IMM dengan Joko Setiono sebagai nahkoda, serta Aliansi BEM se-Pacitan yang dipimpin oleh Diki Kurnia.
Dengan suara lantang, mereka menyerukan tiga tuntutan utama: efisiensi anggaran yang lebih adil, peninjauan ulang Program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pacitan.
Seorang koordinator lapangan, Ihsan Efendi, naik ke atas mobil komando. Suaranya menggelegar melalui pengeras suara.
"Pacitan ini daerah miskin nomor delapan di Jawa Timur, tapi malah dana Transfer ke Daerah (TKD) dipangkas. Kok ya malah dipotong, karepe Prabowo iki piye to?!" Orasi itu disambut riuh oleh massa aksi, sementara ban yang dibakar mulai mengepul di tepi jalan.
Wabub Gagarin menanggapi sejumlah tuntutan dari peserta aksi. (Foto: Maryani/Ketik.co.id)
Mereka juga menyoroti kebijakan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini seharusnya membantu kelompok rentan, namun di Pacitan, alih-alih diberikan kepada siswa di daerah terpencil, justru mengalir ke sekolah-sekolah bonafit.
"Kami ingin MBG ini dikoreksi! Seharusnya menyasar mereka yang benar-benar membutuhkan!" teriak seorang orator PMII itu.
Hampir sejam mereka menunggu, hingga akhirnya Wakil Bupati Pacitan, Gagarin, keluar menemui mereka. Dengan suara yang lebih diplomatis.
Ia menyatakan, "Kami memahami aspirasi rekan-rekan mahasiswa. Pemerintah daerah akan mencoba berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar kebijakan ini lebih berpihak pada masyarakat Pacitan."
Tak cuma butuh jawaban itu, massa bergerak menuju Gedung DPRD Pacitan. Di sana, tuntutan mereka semakin luas.
Mereka mendesak DPR RI agar segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset bagi koruptor, Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT), serta menolak potensi kembalinya Dwi Fungsi ABRI melalui revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004.
"Revisi UU TNI ini berbahaya! Klausulnya memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil tanpa harus mundur dari militer! Ini bisa mengancam demokrasi kita!" seru salah satu mahasiswa dengan penuh emosi.
Perdebatan dengan anggota dewan berlangsung sengit.
Enam anggota DPRD yang hadir mencoba menenangkan massa. Adu argumentasi tak terhindarkan, terutama terkait RUU Perampasan Aset yang dianggap sebagai langkah maju dalam pemberantasan korupsi.
"RUU ini harus segera disahkan! Korupsi dan pencucian uang adalah penyakit bangsa!" ujar Al Ahmadi dengan lantang.
Hingga menjelang siang, aksi masih berlangsung. Para mahasiswa meminta DPRD menandatangani petisi, dan berjanji akan terus mengawal aspirasi masyarakat.
"Kami tak akan berhenti sampai kebijakan ini berpihak kepada rakyat!" seru Ukik salah seorang orator perwakilan Aliansi Cipayung. (*)