KETIK, BONDOWOSO – Dua tahun lalu, Bondowoso sempat menjadi sorotan karena memiliki angka stunting tertinggi di Jawa Timur. Kini, kabupaten yang dulunya berada di posisi rawan itu berhasil bangkit dan menorehkan prestasi gemilang dengan turunnya angka stunting menjadi 11,2 persen pada tahun 2024.
Perubahan signifikan ini tidak terjadi dalam semalam. Menurut Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah sekaligus Kepala Dinas Sosial P3AKB Bondowoso, Anisatul Hamidah, upaya serius dan terarah menjadi kunci dari pencapaian tersebut.
“Di 2022 kami sempat berada di angka 37 persen. Itu masa yang sulit. Tapi dengan kolaborasi semua pihak, semangat pantang menyerah, dan berbagai inovasi lokal, kita bisa memangkas angka itu secara drastis,” tutur Anisatul pada Rabu, 11 Juni 2025.
Berbagai program yang lahir dari inisiatif masyarakat dan perangkat daerah menjadi pendorong utama keberhasilan ini. Program seperti “Kece Abis” dari Kecamatan Curahdami serta “Perang” dari Kecamatan Cermee menjadi contoh bagaimana inovasi berbasis lokal mampu memberikan dampak nyata.
“Yang kami lakukan bukan hanya menjalankan instruksi dari atas, tapi juga menciptakan solusi sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah. Itulah yang membuat program-program kami lebih tepat sasaran,” tambahnya.
Penanganan stunting di Bondowoso juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat, terutama keluarga. Pemerintah daerah mengajak masyarakat untuk memanfaatkan layanan kesehatan dasar yang sudah tersedia, seperti Posyandu.
“Kami ingin semua anak di Bondowoso tumbuh sehat dan cerdas. Posyandu bukan sekadar tempat penimbangan, tapi titik awal untuk memastikan anak-anak kita mendapat pemantauan dan perawatan yang layak,” jelas Anisatul.
Dengan capaian ini, Bondowoso kini menjelma menjadi contoh daerah yang mampu membalikkan keadaan melalui strategi nyata dan kemauan kolektif. Pemerintah daerah pun menargetkan angka stunting bisa ditekan lebih rendah lagi dalam waktu dekat.(*)