KETIK, PACITAN – Jangan buru-buru merasa iba. Nama Desa Kasihan di Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, ternyata bukan bentuk belasungkawa.
Di balik namanya yang terdengar melankolis, tersembunyi sejarah panjang.
Desa ini bukan sembarang desa. Menurut para sesepuh dan sejarawan lokal, jejak awalnya bisa ditelusuri ke masa Kanjeng Jimat: tokoh legendaris yang diyakini sebagai pendiri cikal bakal Kabupaten Pacitan.
Dan seperti dalam cerita wayang, semuanya bermula dari kekacauan pada saat pemerintahan Kanjeng Jimat.
"Hingga banyak menelan korban baik jiwa maupun harta benda," beber Sekretaris Desa Kasihan, Sunarno, Rabu, 16 Maret 2025.
Kala itu Kanjeng Jimat pun menggelar sayembara. Siapa saja yang bisa menghentikan kekacauan akan diberi wilayah kekuasaan.
Sayembara itu menggema hingga ke Kabupaten Tulungagung dan ditanggapi oleh seorang pendekar sakti mandraguna dari wilayah sana.
"Sebut saja beliau adalah seorang pendekar dari wilayah timur," ucapnya berdasarkan cerita para sesepuh kepada Ketik.co.id
Dengan pusaka Kyai Sengkelat, Cindhe Sari, dan Iket Sakti Beber Bumi, dia melangkah ke Pacitan, bertemu Kanjeng Jimat, dan mendapat restu untuk menghalau huru-hara.
Didampingi tiga sahabatnya, Setro Ketipo, Kyai Posong, dan Tunggul Ametung, ia bertarung habis-habisan. Dan mereka menang.
Wilayah Pacitan pun tenang, dan sebagai hadiah, ia diberikan sebidang tanah yang saat itu masih hutan lebat, sarang makhluk halus dan binatang buas.
Tapi tak ada kata menyerah dalam kamus sang petarung. Dengan kesaktian dan gotong royong bersama lima saudaranya serta Setro Ketipo, hutan dibuka, peradaban mulai dibangun.
Di titik inilah kisah cinta masuk.
Ia jatuh hati pada putri Keraton Surakarta. Namun lamarannya sempat ditolak karena cacat di pundaknya.
Galau, ia memilih bertapa dan berpuasa. Hasilnya? Doanya dikabulkan. Sang putri menerima lamarannya. Wilayah yang ia bangun pun dinamai Kinasih: artinya “yang dicintai”.
Kinasih berkembang jadi kademangan yang makmur. Tahun 1800, pemimpinnya bergelar Ki Demang Kinasih.
Namun damai tak abadi. Muncul tokoh baru: Ki Bagor dari Surakarta, membawa petaka karena ingin merebut istri sang Demang.
Pertempuran pecah, kepala Ki Bagor dipenggal dan dikirim ke keraton. Jasadnya dikubur di Dusun Glagahombo.
Wilayah Kinasih meluas hingga Bendo, Kalitengah, hingga Pucangombo. Pemimpin berganti dari Jogoboyo Merto Karya hingga Ki Lurah Patmodiharjo dan Ki Demang Sarjono, yang mulai membangun masjid-masjid.
Pergantian nama menjadi Kasihan baru terjadi sekitar 1949, saat Lurah Barjan memimpin. Kala itu, wilayah ini menjadi tempat persinggahan Jenderal Besar Sudirman yang tengah bergerilya.
"Beliau tinggal tujuh hari di rumah Jogo Boyo Ponco Rejo di Dusun Salam, Pringapus. Sebagai doa agar beliau dikasihi Tuhan dan selamat dalam perjuangan, wilayah ini dinamai Kasihan," jelas Sunarno.
Setelah itu, kepemimpinan dipegang oleh karteker Tunggak Sumito yang ditunjuk langsung oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Dari sinilah Desa Kasihan, dengan segala romantika dan kisah mistiknya, mulai dikenal seperti sekarang. (*)