Dinas Pangan Sidoarjo Siapkan Daging Halal-Sehat untuk Solusi Peredaran Daging Gelonggongan

Editor: Fathur Roziq

10 Februari 2025 09:24 10 Feb 2025 09:24

Thumbnail Dinas Pangan Sidoarjo Siapkan Daging Halal-Sehat untuk Solusi Peredaran Daging Gelonggongan Watermark Ketik
Dokumentasi hasil sidak-sidak yang dilakukan Dispaperta Sidoarjo ke pasar-pasar di Kabupaten Sidoarjo terkait produk ternak, khususnya daging. (Sumber: Dispaperta Sidoarjo)

KETIK, SIDOARJO – Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Sidoarjo menemukan fakta bahwa sebagian besar daging sapi yang beredar di Kabupaten Sidoarjo merupakan hasil gelonggongan. Daging-daging itu berasal dari tempat pemotongan hewan (TPH) yang tidak memenuhi syarat kesehatan maupun kehalalan. Perlu suplai daging alternatif.

”MUI (Majelis Ulama Indonesia) tegas memfatwakan bahwa daging sapi hasil gelonggongan ini haram,” tegas Kepala Bidang Produksi Peternakan (Dispaperta) Sidoarjo drh Tony Hartono.

Dia menyatakan daging sapi hasil gelongongan itu disembelih di TPH yang tidak resmi. Tidak higienis dan tidak sesuai fatwa MUI. Sebab, Rumah Potong Hewan (RPH) resmi milik Pemkab Sidoarjo telah menolak memotong sapi-sapi yang digelonggong.

Sekecil apa pun level gelonggongan, tambah Kepala RPH Krian Erwin Priatmoko, pihaknya pasti menolak. Karena RPH Krian telah terikat MoU dan patuh pada MUI. Minimal 2 sampai 4 jam sebelum disembelih, sapi tidak boleh diberi minum. Sapi-sapi yang datang ke RPH Krian selalu diperiksa. Ketat.

”Kalau terindikasi gelonggongan, pasti kami tolak,” tegas Erwin.

RPH Krian menerapkan berbagai syarat untuk pemotongan hewan. Di antaranya, hewan harus sehat. Personel yang bertugas memotong juga harus higienis. Begitu pula peralatan dan sanitasi di RPH Krian. Proses itu terkait dengan produk ternak yang harus memenuhi NKV (Nomor Kontrol Veteriner).

”Kami juga tidak memotong hewan betina yang masih produkif,” tandas Erwin.

Banyak pedagang yang semula nekat hendak memotong sapi betina. Alasannya sulit mencari sapi jantan. Harganya pun mahal. Sedangkan harga sapi betina lebin murah. Saat dijual, harga dagingnya sama saja. Jantan atau betina.

”Kalau ada sapi yang sakit, pedagang tidak mau sapinya dikarantina dulu,” tambah Erwin.

Syarat-syarat ketat itu pun berdampak. Sejak RPH Krian menetapkan prosedur ketat tersebut, sedikit demi sedikit jumlah pemilik sapi yang memotongkan hewan di RPH Krian.

Mereka memilih memotong di TPH tidak resmi. Untungnya dianggap lebih gede. Tidak lagi memperhatikan syarat-syarat kesehatan maupun fatwa MUI tentang standar halal produk pangan.

Foto Hasil survei Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Sidoarjo terhadap produksi daging di pasar-pasar Kabupaten Sidoarjo. (Sumber: Dispaperta Sidoarjo)Hasil survei Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Sidoarjo terhadap produksi daging di pasar-pasar Kabupaten Sidoarjo. (Sumber: Dispaperta Sidoarjo)

Apakah Dispaperta Sidoarjo diam? ”Tidak. Kami sering melakukan sidak ke TPH tidak resmi itu,” ujar drh Tony.

Nah, saat sidak itu, ternyata TPH ”liar” itu tidak melakukan penyembelihan hewan. Mereka memboyong sapi-sapi untuk dipotong di wilayah Kabupaten Gresik. Setelah itu, dagingnya dibawa kembali dan dijual ke wilayah Sidoarjo. Disebar ke berbagai pasar besar.  

Dispaperta Sidoarjo pun melakukan survei ke lima pasar besar. Masing-masing Pasar Sidoarjo (Larangan), Pasar Taman, Pasar Krian, Pasar Porong, dan Pasar Gedangan. Benar saja hasilnya.

Survei membuktikan bahwa 88 persen daging yang dijual di lima pasar tersebut terindikasi merupakan hasil gelonggongan. Padahal, daging sapi gelonggongan jelas membahayakan kesehatan. Daging itu mengandung mikroba dan bersifat racun. Hukum menggelonggong sapi adalah haram.

”Sekitar 88 persen daging sapi di lima pasar itu merupakan hasil gelonggongan. Lima pasar tersebut menjadi tolok ukur peredaran daging di Sidoarjo,” kata Tony Hartono pada Selasa (5 Februari 2025).

Peredaran daging sapi gelonggongan ini menjadi perhatian penting Dispaperta Sidoarjo. Sebab, di Kabupaten Sidoarjo, banyak sekali produsen hasil olahan berbahan daging. Misalnya, pedagang pentol, pedagang bakso, sosis, dan lain-lainnya.

Drh Tony mengatakan, yang lebih aman dikonsumsi justru daging sapi beku. Dijual disupermarket-supermarket. Perusahaan-perusahaan produsen turunan daging pasti mencantumkan KNV dan standar Badan Penjaminan Produk Halal (BPjPH).

”Daging beku lebih higienis,” tambah drh Tony.

Dispaperta Sidoarjo, lanjut dr Tony, sedang berupaya memenuhi kebutuhan daging di Kabupaten Sidoarjo dengan produk yang memenuhi standar. Baik kesehatan maupun kehalalan. Sosialisasi gencar dilakukan ke berbagai pihak. Produksi daging ini bekerja sama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. Penyembelihan dilakukan di RPH resmi. Salah satunya, RPH Krian.

”Kami pastikan daging itu halal dan baik untuk konsumen,” tambah dr Tony. (*)

Tombol Google News

Tags:

sidoarjo Daging Sapi Gelonggongan Fatwa MUI Daging Gelonggongan Dinas Pangan Sidoarjo Dispaperta Sidoarjo