KETIK, PACITAN – Menjelang penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2025, buruh di Pacitan mengharapkan adanya kenaikan yang lebih substansial dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Pacitan menilai, kondisi kehidupan buruh saat ini semakin tertekan akibat kenaikan harga bahan pokok yang tak sebanding dengan upah yang diterima.
Ketua DPC SPSI Pacitan, Dwi Murniati, menegaskan bahwa kenaikan UMK 2024 yang hanya mencatatkan angka 2 persen sangat tidak mencukupi.
“Kenaikan UMK 2024 yang hanya kurang dari 2 persen sangat tidak sebanding dengan kenaikan harga barang dan kebutuhan pokok. Tahun 2025 ini, kami berharap ada kenaikan yang lebih signifikan, idealnya 10 persen, agar buruh bisa lebih sejahtera,” ujar Dwi Murniati kepada Ketik.co.id, Jumat, 29 November 2024.
Dwi juga mengungkapkan bahwa dasar tuntutan kenaikan sebesar 10 persen ini adalah merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan agar penetapan UMK 2025 menggunakan dasar Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Menurutnya, apabila UMK 2025 tidak naik signifikan, maka akan sangat memprihatinkan bagi kesejahteraan buruh yang kini harus berjuang di tengah inflasi dan kondisi ekonomi yang kurang berpihak.
Menanti Kepastian dari Pemerintah
Meski demikian, para buruh di Pacitan masih harus bersabar, karena Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemerintah kabupaten setempat saat ini masih menunggu keputusan lebih lanjut dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengenai skema perhitungan upah minimum.
Kemenaker telah mengeluarkan surat edaran (SE) kepada seluruh gubernur dan bupati atau wali kota se-Indonesia untuk menunggu arahan lebih lanjut terkait kebijakan penetapan upah minimum yang baru.
Pemerintah Pusat (Kemenaker) saat ini sedang mengkaji kebijakan yang tepat dalam penetapan Upah Minimum tahun 2025 dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk dewan pengupahan dan serikat buruh.
"Kami berharap aspirasi buruh bisa didengar, karena ini berkaitan langsung dengan daya beli dan kesejahteraan para pekerja," sambungnya.
Pihak Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perindustrian (Disdagnaker) Pacitan juga belum bisa memberikan kepastian kapan pembahasan UMK Pacitan 2025 akan dimulai.
Meskipun surat undangan untuk pembahasan sudah ada, pihak Disdagnaker menunggu arahan dari Kemenaker sebelum melanjutkan proses tersebut.
"Kami masih nunggu SE-nya, sampai sekarang belum ada kabarnya," ungkap Kabid Tenaga Kerja dan Transmigrasi Disdaknaker Pacitan, Supriyono.
UMK Pacitan dari Tahun ke Tahun
Dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan UMK di Pacitan cenderung stagnan dan jauh dari harapan. Berikut adalah rincian UMK Pacitan dari tahun ke tahun:
- 2024: Rp 2.199.337
- 2023: Rp 2.157.270
- 2022: Rp 1.961.154
- 2021: Rp 1.961.154
- 2020: Rp 1.913.321
Angka ini menunjukkan kenaikan yang relatif kecil, bahkan tidak mampu mengejar laju inflasi dan kenaikan harga barang pokok, yang semakin memberatkan kehidupan buruh.
Harapan Buruh ke Depan
Dwi Murniati menegaskan bahwa meskipun situasi saat ini penuh ketidakpastian, serikat pekerja tetap berharap agar pemerintah memperhatikan situasi riil yang dihadapi buruh.
Mereka berharap bahwa pada tahun 2025, pemerintah dapat memberikan keputusan yang berpihak kepada buruh dan menaikkan UMK secara signifikan, agar para pekerja di Pacitan bisa hidup lebih layak di tengah tantangan ekonomi yang semakin berat.
"Harapan kami jelas, kenaikan UMK 2025 harus mencapai 10 persen. Itu adalah kebutuhan dasar yang sudah kami pertimbangkan matang-matang," tutup Dwi Murniati menegaskan kembali, seraya berharap pemerintah dapat segera memberikan kejelasan mengenai kebijakan tersebut.
Dengan ketidakpastian yang masih melingkupi, buruh di Pacitan kini hanya bisa menanti dan berharap kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada peningkatan kesejahteraan mereka di masa depan. (*)