KETIK, JAKARTA – Sosok yang digadang-gadang pengganti Pemimpin Hamas adalah Khaled Mashaal, pasalnya Ismail Haniyeh tewas dalam serangan Israel di Ibu Kota Iran, Teheran.
Sumber Hamas mengatakan, Khaled Mashaal diperkirakan akan dipilih sebagai pemimpin Hamas untuk menggantikan Ismail Haniyeh.
Pejabat senior Hamas, Khalil al-Hayya, juga menjadi salah satu kandidat karena ia merupakan favorit Iran dan sekutunya di kawasan tersebut.
Mashaal menjadi terkenal di seluruh dunia pada 1997, setelah agen Israel menyuntiknya dengan racun dalam upaya pembunuhan yang gagal di jalan di luar kantornya di Ibu Kota Yordania, Amman.
Khaled Mashaal, yang lahir di Silwad, Tepi Barat pada 28 Mei 1956 ini, pernah menjadi pemimpin Hamas pada tahun 1996 hingga 2017.
Bagi para pendukung Palestina, Meshaal dan seluruh pimpinan Hamas adalah pejuang pembebasan dari pendudukan Israel, yang terus memperjuangkan tujuan mereka saat diplomasi internasional telah gagal.
Meshaal, 68 tahun, menjadi pemimpin politik Hamas di pengasingan setahun sebelum Israel mencoba menyingkirkannya, sebuah jabatan yang memungkinkannya untuk mewakili kelompok militan Palestina tersebut dalam pertemuan dengan pemerintah asing di seluruh dunia, tanpa terhalang oleh pembatasan perjalanan ketat Israel yang memengaruhi pejabat Hamas lainnya.
Pejabat senior Hamas Khalil al-Hayya, yang berkantor pusat di Qatar dan telah memimpin negosiator Hamas dalam pembicaraan gencatan senjata Gaza secara tidak langsung dengan Israel, juga menjadi kemungkinan untuk menjadi pemimpin karena ia merupakan favorit Iran dan sekutunya di wilayah tersebut.
Hubungan Mashaal dengan Iran telah tegang karena dukungannya di masa lalu terhadap pemberontakan yang dipimpin Muslim Sunni pada 2011 terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Israel telah membunuh atau mencoba membunuh beberapa pemimpin dan anggota Hamas sejak kelompok tersebut didirikan pada tahun 1987 selama pemberontakan Palestina pertama terhadap pendudukan Tepi Barat dan Gaza.
Mashaal telah menjadi tokoh utama di puncak Hamas sejak akhir tahun 1990-an, meskipun ia sebagian besar bekerja dari tempat yang relatif aman di pengasingan karena Israel berencana untuk membunuh tokoh-tokoh Hamas terkemuka lainnya yang tinggal di Jalur Gaza. (*)