Inilah Asal Mula Salat Tarawih Kilat di Ponpes Mambaul Hikam Blitar

Jurnalis: Husni Habib
Editor: Mustopa

13 Maret 2024 09:21 13 Mar 2024 09:21

Thumbnail Inilah Asal Mula Salat Tarawih Kilat di Ponpes Mambaul Hikam Blitar Watermark Ketik
Ilustrasi shalat tarawih. (Foto: NU Online)

KETIK, BLITAR – Salat Tarawih merupakan salat sunah yang hanya ada di bulan Ramadan. Bilangan rakaat salat tarawih bervariasi ada yang 20 rakaat ada pula yang 8 rakaat.

Dikutip dari NU Online, Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar mengatakan durasi minimal salat tarawih biasanya memakan waktu selama 30 menit. Hal ini karena baik salat sunah apalagi fardu keduanya harus dilakukan secara tertib dan tumakninah.

Akan tetapi pemandangan berbeda terjadi di Pondok Pesantren Mambaul Hikam Mantenan, Blitar. Di pesantren ini shalat tarawih 20 rakaat berlangsung sangat singkat, hanya memakan waktu kurang lebih 7 menit hingga 10 menit.

Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hikam, KH Dliya'uddin Azzamzami Zubaidi mengatakan tradisi salat tarawih di ponpesnya sudah berlangsung turun temurun mulai dari tahun 1907.

Dimulai dari zaman Mbah Kiai Abdul Ghofur. Kemudian dilanjutkan oleh putranya Kiai Sulaiman Zuhdi dan diteruskan Kiai Zubaidi Abdul Ghofur.

Hal ini bermula saat Kiai Abdul Ghofur melihat masyarakat desa yang enggan melaksanakan salat tarawih di masjid karena waktunya yang lama. Apalagi pekerjaan masyarakat desa sebagai petani cukup menguras tenaga.

Mereka bekerja sejak pagi hari hingga menjelang malam untuk mengolah lahan. Hal ini tentu saja membuat mereka cukup lelah untuk melaksanakan salat tarawih yang cukup lama.

Berangkat dari hal tersebut, Kiai Abdul Ghofur pun berinisiatif membuat salat tarawih kilat di bulan Ramadan agar para warga desa yang sudah bekerja seharian tidak merasa terbebani. Hal ini pun mendapatkan sambutan yang positif, sebanyak 1.500 jemaah datang untuk mengikuti salat tarawih.

"Walaupun cepat, tarawih ini tidak mengurangi rukun atau syarat salat. Atau keluar dari syariat Islam. Bacaan wajib dalam salat tetap terbaca, serta tumaninah," jelas KH Dliya'uddin.

"Dalam tumakninah minimal cukup untuk melafalkan subhanallah. Baik secara lisan maupun dalam hati," imbuhnya.

Sejak saat itu hingga sekarang banyak masyarakat tertarik untuk melaksanakan salat tarawih di Ponpes Mambaul Hikam. Bahkan banyak pula jemaah yang membawa tikar untuk digelar di pelataran masjid karena kapasitasnya yang terbatas. Masjid hanya mampu menampung 750 jemaah.

"Karena selalu ramai, banyak warga yang bawa tikar sendiri karena di dalam.masjid sudah penuh," pungkasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Ramadan ibadah Shalat Tarawih Kilat ponpes Mambaul Hikam Tumaninah