Kenaikan Tarif Retribusi Layanan Puskesmas di Pacitan Tuai Keluhan dari Warga

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: Hetty Hapsari

1 Februari 2025 18:27 1 Feb 2025 18:27

Thumbnail Kenaikan Tarif Retribusi Layanan Puskesmas di Pacitan Tuai Keluhan dari Warga Watermark Ketik
Potret Puskesmas di Kabupaten Pacitan yang sejumlah layanan kesehatannya mengalami kenaikan per 1 Februari 2025 sesuai Perbub Nomor 152 Tahun 2024. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pacitan resmi menaikkan tarif retribusi layanan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) setempat per 1 Februari 2025.

Kenaikan tarif ini tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbub) Pacitan Nomor 152 Tahun 2024. Yakni, sejumlah biaya layanan kesehatan dinaikkan hingga 100 persen dari tarif sebelumnya. 

Kebijakan inipun memicu keluhan masyarakat Pacitan, terutama mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Salah seorang warga asal Kecamatan Pacitan, Ihsan Efendi (29), mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan tersebut. Ia merasa, kebijakan ini sangat memberatkan, apalagi dengan kondisi ekonomi yang kian sulit menjelang bulan puasa.

"Perbub ini sangat membebani, sebagai kado pemerintah masa jabatan Bupati Indrata Nur Bayuaji-Gagarin Sumrambah yang tidak sesuai dengan slogan mengutamakan rakyat," ujar Ihsan kepada Ketik.co.id, Sabtu, 1 Februari 2025.

Bagi masyarakat miskin, kenaikan tarifnya sangat membebani, apalagi di Pacitan sulit mencari pekerjaan. Kalau pun ada pekerjaan gajinya kecil, ditambah musibah virus PMK yang melanda petani dan peternak, tentu banyak kerugian.

Ia juga menyoroti fakta, banyak kebutuhan medis tidak lagi tercover oleh BPJS Kesehatan, mengingat ada 144 jenis penyakit yang tidak bisa ditanggung lagi oleh jaminan kesehatan tersebut.

“Banyak pasien juga merasa kesulitan karena biaya obat yang tidak tercover oleh BPJS,” tambah pria yang juga aktivis di PMII Pacitan itu.

Ayah dua anak itu merasa, pemerintah seolah-olah mencari pendapatan daerah dari orang yang sedang sakit.

"Saya bertemu dengan beberapa pasien Puskesmas yang terpaksa harus membayar obat dengan uang pribadi karena tidak bisa ditebus dengan BPJS. Itu sangat membebani mereka. Akhirnya masyarakat pun memilih untuk menahan sakit di rumah ketimbang berobat ke Puskesmas. Sekarang jadi takut ke puskesmas karena pembiayaannya," imbuhnya.

Selain soal tarif, warga juga mengeluhkan kualitas layanan puskesmas di Pacitan. Meskipun fasilitas puskesmas ada, ia merasa bahwa pelayanan yang diberikan belum sepenuhnya memadai.

Terakhir, Ihsan berharap pemerintah memperhatikan kekurangan alat medis dan tenaga medis di puskesmas-puskesmas di Pacitan.

“Ketersediaan sumber daya manusia dan alat medis sering menjadi kendala dalam pelayanan kesehatan yang optimal,” ujarnya. Hal ini, menurutnya, semakin memperburuk kondisi ketika pasien harus menanggung biaya pengobatan tinggi.

Bagi masyarakat, puskesmas seharusnya menjadi tempat berobat dengan biaya terjangkau, khususnya bagi mereka yang berasal dari kalangan ekonomi lemah. Namun, dengan kenaikan tarif retribusi, puskesmas sebelumnya dianggap sebagai alternatif pengobatan murah kini terkesan lebih mirip dengan rumah sakit swasta dalam hal biaya. 

"Harapan kami, puskesmas bisa tetap menjadi tempat yang terjangkau bagi masyarakat untuk berobat tanpa harus khawatir soal biaya," pintanya.

Sementara itu, ketika dihubungi melalui telepon, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes), Daru Mustiko Aji tak memberikan tanggapan dan belum mengangkat panggilan tersebut. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan Puskesmas di Pacitan Perbub Pacitan 152 Tahun 2024