KETIK, PROBOLINGGO – Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo menggelar Bahtsul Masa’il (BM) pada Kamis, 23 Januari 2025, di Aula 1 PPNJ. Kegiatan ini bertujuan untuk membahas berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan.
Kegiatan ini juga menjadi ruang diskusi bagi para santri dari berbagai pesantren untuk bertukar pemikiran mengenai masalah fiqh dengan tetap mengutamakan teks turats sebagai referensi utama.
Acara bahtsul masail kali ini dihadiri oleh 22 delegasi pesantren dari berbagai wilayah Jawa Timur, mulai dari Pamekasan, Pasuruan, hingga Banyuwangi. Dalam rangkaian acara tersebut, panitia menunjuk Kiai Muhibbul Aman Aly sebagai mushohih, dengan Gus Roy Fadli dan Gus Ibrahim bertindak sebagai perumus materi BM.
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Kiai Moh. Zuhri Zaini, membuka acara dengan memberikan sambutan. Dalam pidatonya, Kiai Zuhri menyampaikan rasa syukur atas kesempatan untuk melaksanakan acara tersebut, yang juga bertepatan dengan perayaan Harlah sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT.
“Semoga acara ini menjadi sarana untuk mendapatkan tambahan nikmat dari Allah SWT,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kiai Zuhri menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) adalah wadah yang meneruskan perjuangan para ulama terdahulu dalam skala nasional, dan pesantren merupakan inti dari NU. Oleh karena itu, menurutnya, sangat penting agar NU tetap dipimpin oleh mereka yang memiliki latar belakang pesantren.
“Jika NU dipimpin oleh kelompok yang bukan berasal dari pesantren, maka akan ada perubahan yang mendasar. Benarlah apa yang disampaikan oleh Kiai Miftah, bahwa NU adalah pesantren besar, dan pesantren adalah NU kecil,” ucapnya.
Kiai Zuhri juga menyampaikan bahwa Bahtsul Masa’il adalah sarana untuk menyemangati para santri dalam melestarikan kajian kitab turats, sebagai tradisi yang diwariskan oleh ulama-ulama terdahulu. Ia menambahkan bahwa meskipun pesantren harus dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman, namun esensi dan jati diri pesantren sebagai pusat ilmu agama tidak boleh hilang.
“Sebagai warga NU, kita boleh mengembangkan pesantren sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi pesantren harus tetap menjaga akar dan jati dirinya,” tegasnya.
Ketua Panitia Bahtsul Masa’il, Ainul Yakin, juga menekankan pentingnya acara ini sebagai bagian dari syiar agama.
“Bahtsul Masa’il ini adalah pengembangan ruh pesantren, yaitu kajian kitab turats yang menjadi warisan ulama,” pungkasnya.
Dengan adanya Bahtsul Masa’il, diharapkan pesantren-pesantren di Jawa Timur, serta seluruh umat Islam, dapat terus menjaga dan mengembangkan tradisi keilmuan yang telah lama menjadi ciri khas pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang autentik. (*)