KETIK, SURABAYA – Puasa Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Namun, bagi mereka yang tidak bisa menjalankan karena alasan tertentu, wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan.
Ubaidillah, dosen Institut Agama Islam Nazhatut Thullab (IAI NATA) Sampang, menjelaskan para ulama telah sepakat jika seseorang belum mengqadha puasanya hingga memasuki Ramadhan berikutnya, maka ia tetap wajib mengganti puasa yang tertinggal.
Ia juga menambahkan, adanya kewajiban membayar fidyah (denda) sebanyak satu mud (sekitar 7 ons) bahan makanan pokok per hari yang ditinggalkan.
Fidyah tersebut diberikan kepada orang miskin dan jenis bahan makanan yang dibayarkan untuk fidyah menyesuaikan dengan makanan pokok di daerah dia tinggal.
”Misalnya, di Indonesia, fidyah umumnya berupa beras, sementara di negara – negara Eropa bisa dengan gandum,” terang Ubaid, sapaan akrabnya.
Lebih lanjut, terkait pembayaran fidyah, Ubaid mencontohkan seseorang yang memiliki hutang puasa selama tujuh hari di tahun 2023 tetapi belum menggantinya hingga Ramadhan 2024.
Maka, ia harus membayar fidyah sebanyak tujuh mud. Jika masih belum mengqadha hingga Ramadhan 2025, maka fidyahnya menjadi dua kali lipat.
Selanjutnya, Anggota Komisi Fatwa MUI Kabupaten Sampang itu juga mengungkapkan Hukum menunda pembayaran hutang puasa hingga bertahun-tahun adalah haram.
Menurut pandangan Imam Syafi’i, menyegerakan qadha puasa adalah suatu keharusan. Sementara, menundanya tanpa ada alasan syar’i dapat berakibat pada konsekuensi hukum, salah satunya fidyah.
Fidyah hanya berlaku bagi orang-orang yang memiliki alasan syar’i untuk tidak berpuasa, diantaranya seperti :
- Seseorang yang meninggal tetapi masih memiliki hutang puasa.
- Lansia yang tidak mampu lagi berpuasa.
- Penderita sakit parah dengan kemungkinan sembuh kecil.
- Ibu hamil dengan kondisi janin yang lemah.
- Serta, ibu menyusui yang khawatir produksi ASI terganggu.
Selain itu, orang yang menunda qadha puasa hingga melewati Ramadhan berikutnya juga wajib membayar fidyah.
Dalam surat al-Baqarah ayat 184, Allah SWT berfirman bagi yang tidak mampu berpuasa maka wajib menggantinya di hari lain atau membayar fidyah sebagai bentuk tanggung jawab.
Meskipun tidak ada dalil yang secara eksplisit mewajibkan qadha puasa, banyak ulama menyatakan meninggalkan kewajiban tanpa alasan yang sah adalah dosa.
Ubaid mengutip pendapat Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab yang menegaskan pentingnya mengganti puasa sesegera mungkin.
Lalu, bagaimana jika seorang muslim melupakan jumlah hutang puasanya?
Magister Ekonomi Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang itu menerangkan jika seseorang lupa jumlah hutang puasanya, ia diperbolehkan menggantinya sesuai perkiraan yang paling diyakini.
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyatul Kubra juga menyebutkan bahwa lebih baik menambah jumlah qadha puasa dari yang diperkirakan agar lebih aman.
Oleh karena itu, seseorang yang ingin bertaubat dari kelalaiannya dalam berpuasa dianjurkan untuk memperbanyak puasa qadha.
Jika qadha puasa telah selesai, maka puasa yang dilakukan setelahnya akan bernilai sebagai puasa sunnah dan tetap mendapatkan pahala.
Dengan memahami hukum dan konsekuensi menunda qadha puasa, diharapkan umat Islam lebih berhati-hati dalam menunaikan kewajibannya.
”Segeralah membayar hutang puasa agar tidak menumpuk dan menimbulkan beban yang lebih berat di kemudian hari,” pesan Ubaid mengakhiri keterangan tertulisnya. (*)