Merk Air Minum Dalam Kemasan Makin Banyak, YLKI Minta BPOM Lakukan Uji Laboratorium Berkala

Jurnalis: Moch Khaesar
Editor: M. Rifat

19 Desember 2023 03:01 19 Des 2023 03:01

Thumbnail Merk Air Minum Dalam Kemasan Makin Banyak, YLKI Minta BPOM Lakukan Uji Laboratorium Berkala Watermark Ketik
Ilustrasi minuman kemasan (foto: Titiknol)

KETIK, SURABAYA – Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) saat ini menjadi salah satu kebutuhan primer masyarakat di perkotaan. Namun beberapa penelitian menyebut kandungan zat bromida pada air kemasan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Hal ini membuat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta BPOM melakukan tes terhadap kandungan senyawa Bromat dalam produk AMDK di pasaran. Uji laboratorium ini diharap bisa dilakukan secara berkala.

"Di post market mestinya BPOM melakukan sampling menguji yang ada di pasar ke laboratorium apakah itu sesuai standar keamanan, membahayakan konsumen apa enggak," kata Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, Senin (18/12/2023).

Sudaryatmo melanjutkan, uji laboratorium juga perlu dilakukan secara reguler untuk memastikan keamanan pangan dimaksud. Dia mengatakan, hal tersebut sudah menjadi tugas BPOM sebagai pengawas obat dan pangan di Indonesia. "Jadi regular inspection. Mengambil sampling dari produk yang sudah ada di pasar," katanya.

Beberapa negara tercatat menarik produk AMDK karena kandungan bromat yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan otoritas keamanan setempat. Food and Drug Administration Amerika Serikat (AS)menetapkan tingkat yang diperbolehkan untuk bromat dalam air kemasan adalah 0,010 miligram per liter.

Tahun 2019, Otoritas Makanan & Obat Saudi Arabia (SFDA) telah memperingatkan konsumen untuk tidak mengonsumsi air kemasan dengan merek Amana yang diproduksi oleh Pabrik Air Minum Dalam Kemasan di Tiyadh, karena melebihi batas zat bromat yang diperbolehkan. Terakhir negara bagian Florida, AS pada Juli lalu menarik 300.000 botol AMDK Blue Triton.

Bromat biasanya tidak ditemukan secara alami dalam sumber air atau pada bahan baku air, namun terbentuk saat proses disinfeksi yang dapat akan menimbulkan produk samping disinfeksi (disinfection by product atau dbp. Salah satu zat yang digunakan dalam proses desinfeksi adalah ozon, sehingga prosesnya disebut ozonisasi.

Ozonisasi yaitu ketika ozon (O3) bereaksi dengan bromida (Br-) dalam air, terutama dengan adanya konsentrasi bromida yang tinggi dan beberapa faktor lain seperti pH tinggi, suhu tinggi dan waktu kontak yang lama.

Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menyebutkan bahwa orang yang mengonsumsi bromat dalam jumlah besar mengalami gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan sakit perut. Konsentrasi bromat yang tinggi juga dapat berpengaruh pada ginjal, efek sistem saraf, dan gangguan pendengaran.

Pemerintah melalui Permenkes nomer 492 tahun 2010 menetapkan dbp sebagai persyaratan tambahan, begitu pula Peraturan SNI nomer 3553 tahun 2015 mensyaratkan batas maksimum dbp pada AMDK. 

IBWA, FDA dan EPA mensyaratkan pengujian untuk semua dbp pada AMDK dan air sumber jika dilakukan disinfeksi dengan periode pengujian setahun sekali. Kadar Bromat dalam AMDK juga sudah diatur oleh BPOM yaitu 0,01 ppm. Seluruh industri AMDK di Indonesia diwajibkan memberikan data analisis kandungan bromat di laboratorium kepada BPOM secara berkala. (*)

Tombol Google News

Tags:

Air kemasan Bromida zat Bromida YLKI zat berbahaya bagi tubuh